Tuesday, December 6, 2016

아버지 (Father)

Ada yang lucu.

Pagi itu, seorang bapak dan anak sulung perempuannya -panggil saja teteh- pergi berjalan-jalan bersama.
Kelihatannya sang bapak ingin menularkan hobi ber-aquarium-nya pada sang anak. Mereka berkeliling dari ruko ke ruko yang menjual aneka kelengkapan aquarium dan berbagai jenis ikan, untuk melengkapi keperluan satu buah lagi aquarium baru di rumah.

Setelah mendapat berbagai kelengkapan aquarium dan beberapa ekor ikan, bapak itu mengajak anaknya ke toko lain yang menjual lebih banyak jenis dagangan.

"Sok teh, jajan?" Sang bapak menawarkan jajanan kepada anaknya sambil menunjuk berbagai jenis snack, wafer, dan coklat.

Dan siapa sangka, anaknya sedang berjongkok di depan tukoi yang memajang berbagai macam kosmetik.

"Pingin yang ini." Ditunjuk oleh sang anak sebuah facial wash berlabel Halal.

Untuk sesaat bapak itu tertegun, lalu terkekeh kecil. 'Anak gemuk kemarin sore yang selalu kalap saat ditawari makanan, pagi ini telah menjadi gadis 20 yang sedang berusaha merawat penampilannya.'

But however, a father will always treats his doughter as a little girl. No matter how much she has grown up, but she will always be father's little girl.


Toko ikan 1

Toko ikan 1

Toko ikan 2

아버지 (Father)

Father's grown up little girl.
Readmore → 아버지 (Father)

Monday, November 14, 2016

10

Satu
Dua
Sembilan

Tidak bisa! Berproseslah hingga selesai.

Berawal dari nol
Berakhir di sembilan

Lihat? Bahkan tak akan bisa sempurna sendiri.

10
Perlu satu dan nol untuk menjadi sepuluh. Mengerti?
Readmore → 10

Wednesday, November 2, 2016

Being 20 (Epilog)

Part sebelumnya:



On my previous post (Being 20, almost), I'm just like always wonder how it feels to be 20.
And this is it! Tepatnya hari ini, Alhamdulillah aku sampai di usia 20 tahun. Dan.. U know what? I don't feel something different yet.

Then I know. Kalau usia itu.. is just a matter of number. Nyatanya aku masih gini-gini aja. Nothing changes.

Well, sebenarnya hal yang sama berlaku di hari ulang tahun dan di semua hari lainnya. Yaitu sama-sama sisa dari waktu hidupku di dunia.
Tapi kenapa cuma di hari ulang tahun aja aku merenungkan usiaku? Padahal setiap hari juga usiaku bertambah sekian waktu. Dan sisa umurku berkurang sekian waktu.

If they said "Selamat Ulang Tahun"
Then I said "Selamat Ilang tahun dariku untukku." Ya, pakai I. Karena usiaku ilang, dan tidak bisa di ulang.

But, selalu ada harapan baru di hari baru.
So from now on, be ready for the better me!!

Readmore → Being 20 (Epilog)

Being 20 (Part 2)

Part sebelumnya :



Siangnya, my mom and I decided to have a refreshing time!
Tau kan kalo cewek-cewek senengnya shopping? Nah itu. Jadi aku sama mamah pergi shopping Belanjan Bulanan. Yah.. Gak beda jauh lah 😅

And it's some pictures that I took when we had a lunch after a lil tired belanja bulanan.




On those pict, I noticed something deep. Di usia segitu, alhamdulillah mamahku masih sehat, kuat, cerdas, ceria!! eaea 😂 #Sorry 😅

However, she inspired me so much! Jika Allah mengizinkan, I want to be like her on that age. Still strong, health, beautiful also, pokoknya wanna be like her! Amiin..
Readmore → Being 20 (Part 2)

Being 20 (Part 1)

Part sebelumnya:



It's a lil funny, when it's on your birthday but you still preparing for another person's birthday.
Yash! I do.

Jadi gini..
In the early morning (on my b'day), I wake up and take a bath. Aku udah ada rencana sama bapak mau pergi ke tempat service motor.
Jadi, gitu deh. Kita bengkel motor, terus bayar tagihan ini-itu. Tanggal muda kan.. Baru ada pemasukan, terus harus menunaikan bebrapa pengeluaran. #CurcolEkonomi -,-

Btw, itu cimit 2 (dek Danar) juga ikut. Kita berangkat bertiga naik motor. Aku, bapak, dan Dek Danar. Di aku itu gak apa-apa, soalnya dek Danar kan masih kecil gitu. Pake helm semua kok.

Habis bayar ini-itu, kita bertiga cari rumah makan Astro di belakang Mesjid Agung Tasikmlaya. Itu adalah tempat aku dan bu Uthe janjian nantinya utk transaksi kue ulang tahun buat cimit 1 (Dek Salwa) hari minggu nanti. Jadi setidaknya pas hari-H kita udah tau pasti tempatnya gitu.
Nais, ya? Di hari ulang tahun sendiri, malah nyiapin buat ulang tahun org lain. Aku mah strong kok :')

Nah udah ketemu kan tempat janjiannya.. Udah gitu kita pulang.
Di perjalanan pulang kita cari sesuatu buat sarapan. Ada banyaaaak bgt makanan yg di jual di sekitaran mesjid agung. Tapi entah kenapa, gak ada yang menarik bagiku. Aku lagi mau salad buah aja. Dan tempat yang jual salad buah di sekitaran sana yang aku tau ya cuma di alun-alun.

Kita naik motor pelan di sekitaran alun-alun sambil tengok kanan kiri buat nyari kang salad buah. Tapi eh.. Mungkin aku sama kang salad buah belum berjodoh. Kami tak berusa. :( #bahasanya 😂

Jadilah kita pulang naik motor pelan lagi sambil tengok kanan-kiri, tapi kali ini bukan buat cari sarapan, tapi buat cari makanan kelinci. Kelinci-kelinci di rumah pada kurus, kurang perhatian mungkin ya. :') At least, kita senasib. :" 🐰🐰


Sstt.. Jangan bilang-bilang cimit 1ya.. Kurang lebih ini gambaran kue ultahnya nanti.


Kurang lebih gitu. Nanti cuma beda di tulisannya aja. 😊


Readmore → Being 20 (Part 1)

Being 20 (Prolog)

Hei! This is my b'day. ^^ I'm the real 20 now!

And i swear, no one greetings me for this. Huhu.. (FW : Nasib jombs.)

Ah! The only one who greets me is Neng Novi Nuraisyah. She was my junior, my bestie, who used to get bullied by me when we were elementary school. Wkwkwk..
Fyi, her birthday is the day before mine.

Due to that poor thing (Tbh I don't really care about it. Hehe), I would make maybe 1 or 2 or 3 articles (I'm not sure). So, just take a look. Then maybe you'll waste your time. Wkwkwk

Readmore → Being 20 (Prolog)

Wednesday, October 19, 2016

A Little Story Of Algia And Nost

A Little Story Of Algia And Nost

Untuk bertemu denganmu saja aku harus menunggu hingga kau bernostalgia. Apa aku benar-benar bukan bagian dari masamu lagi? 
Tapi aku selalu menjadi merah setelah hitammu.
Readmore → A Little Story Of Algia And Nost

Monday, October 17, 2016

Being 20 (almost)

In a few days I'll be 20, insyaAllah.

Kesadaran ini muncul tadi pagi, ketika bajuku jadi mengecil/?. Jadi, begini ...

Hari ini, 17 Okt 2016 adalah hari ulang tahun kotaku Tasikmalaya. Untuk memperingatinya, semua karyawan di tempat kerjaku diharuskan mengenakan baju batik.

Pagi-pagi sekali aku menyiapkan baju batik yang sangat jarang ku pakai, jadi ada sedikit rasa antusias untuk memakainya lagi. Tapi saat ku coba, ternyata bajunya jadi kekecilan. Padahal sekitar 7 bulan yang lalu saat pertama ku beli, baju itu masih cukup di badanku. Sekarang bukannya tidak muat, hanya saja bajunya jadi kependekan. Kalau bahasa sundanya itu disebut "Jantrut".

Dengan nada kecewa, ku keluhkan ini pada mamah. Ku bilang karena jarang dipakai, bajunya menciut jadi pendek. Tapi mamah bilang, tidak ada istilahnya baju menciut, mungkin badanku yang bertambah tinggi. Mamah juga bilang "Sudah setinggi ini, teteh(aku) mau setinggi apa lagi?"
Eh, aku merenungkan kata-kata mamah. Tapi di usia segini apa mungkin tinggi badanku masih bertambah?
Ku tinggalkan batik yang tadinya membuatku antusias itu, ku pakai saja batik yang lain.

Sesampainya di tempat kerja, ku ceritakan tentang batikku yang menciut itu pada teman sekerjaku. Tapi ia juga bilang, bukan batiknya, tapi tinggi badanku yang berubah. Ku tanyakan memangnya di usia segini tinggi badanku masih bisa bertambah? Dijawabnya "Lia kan belum 20 tahun, jadi masih bisa bertumbuh." Lontarnya.
Dan lagi aku merenungkan jawaban temanku yang ini. Bukan masalah tinggi badannya, tapi masalah usia. 20 tahun.

In a few days I'll be 20 years old, insyaAllah.
Ini 20. Sejak dulu aku selalu penasaran bagaimana rasanya menjadi 20 tahun. Pasalnya tidak akan ada lagi angka 1, tapi angka 2 yang menjadi digit pertama di penulisan usiaku nantinya.
Sesederhana itu, tapi membuatku benar-benar penasaran of being 20.

Readmore → Being 20 (almost)

Thursday, September 29, 2016

Lirik Lagu One More Time One More Chance English Version (Ver.1)

Holla.. Aku ada lagu favorite baru. Heuheu.. Judulnya One More Time One More Chance. Sebenarnya udah lama banget aku denger lagu ini. Waktu itu waktu nonton cuplikan anime 5 centimeters per second di rumah Neng Wanti (Siapa? My bestfriend. Mau kenalan?)



Tapi waktu itu aku belum terlalu ngeuh kalau lagu ini ternyata bener-bener enaaaak didenger. Btw, aku belum nonton animenya sampai selesai. Soalnya takut sad ending. Aku paling males nonton yg sad ending. Suka baper gak ketulungaan
#KembaliKeLaptop

Pertama dengar lagu ini dari original singer nya langsung, Masayoshi Yamazaki (Duh.. Si akang Doraemon!!! /??) Tapi awal sukanya dari si abang PCY (EXO's Park Chan Yeol) yang kemarin ngecover lagu ini di soundcloud nya. Dooh bang ceye ini paling jago bikin anak orang baper! Suaranya itu lhoo.. Kalo aku bilang suaranya itu emotional banget!!

Tapi ribetnya, aku gak suka nyanyiin lagu yang aku gak faham artinya apa (kata per kata). Karena lirik lagu aslinya pakai bahasa Jepang, dan aku BELUM bisa bahasa Jepang, jadi aku cari alternative lain dari english cover nya biar bisa langsung lebih gampang nyanyinya. Heuheu.. Dan ketemulah english cover dari Beni Arashiro ini. Doi nyanyiinnya juga bagus banget!!

Sebelum semakin OOT gak ketulungan, jadi langsung aja ini Lirik Lagu One More Time One More Chance English Version (Ver.1). Versi 2 nya insyaAllah nanti nyusul 

「秒速5センチメートル(5 Centimeters Per Second) PV」
監督:新海誠
"One more time, One more chance"
作曲:山崎まさよし
カバー:BENI (English cover)



歌詞 (lyrics)

Tell me how much more do I have to lose
Before I can ever forgive myself
Do you know how much more pain I must endure
Before I can ever see your face again

One more time - Tell me why the seasons keep on
changing
One more time - Missing all the times that we shared as one

All those times when we used to argue back and forth
I always just let you have it your way
What kind of spell did you cast on me
I even loved all of your selfish ways

One more chance - When I find myself lost in those memories
One more chance - I don't know where to go or where to land

It doesn't matter where I am because
I can't help but look for you everywhere
On the station platform, in the alley windows
I keep fooling myself thinking I might find you there

Never thought I would wish upon a star
I just want to be there by your side
There's nothing that I won't do, I'd give up everything
Just to hold you in my arms, one more time

If all I wanted was just not to be alone,
I should be happy with just anyone
But tonight the stars are hanging by a thread,
and I can't lie to myself anymore

One more time - Tell me why the seasons keep on
changing
One more time - Missing all the times that we shared as one

It doesn't matter where I am because
Can't help but look for you everywhere
At the intersection, even in my dreams
Knowing there is no way you would be there

If I could just believe in miracles
I would do anything to show you now
In the morning light, completely new me
I'd tell you what I couldn't say before,"I love you."

Memories of our summers together ooh
Our beating hearts were heard no more

It doesn't matter where I am because
Can't help but look for you everywhere
The morning sun rises, city of Sakuragi
I keep fooling myself thinking I might find you there

Never thought I would wish upon a star
I just need you right here by my side
There's nothing that I won't do, I'd give up everything
Just to hold you in my arms, one more time

It doesn't matter where I am because
Can't help but look for a trace of you
At every corner store, in the newspaper
Knowing there is no way that you would be there

If I could just believe in miracles, I would open my heart up once again
In the morning light, a completely new me
I'd tell you what I couldn't say before,"I love you."

It doesn't matter where I am because
Can't help but to search for your smile
At the railway crossing, watching the trains pass by
Even though there's no way that you'd be there

If I could live my life all over again, I would be with you for all time
There's nothing else in this world I want more than what I had
There would never be anything but you that I would ask for

Cr: https://m.youtube.com/watch?v=2dD6Tv8Qi4Q&fulldescription=1&hl=id&client=mv-google&gl=ID

Gimana lirik lagunya? Jleb banget kan? Baperin banget kan? Or is it just me? Weh.
Heuheu.. 
I hate the fact the I love every song which reminds me of you. *Curcol  #Lupakan 

Trimakasih sudah membaca! See u~~~ 
Readmore → Lirik Lagu One More Time One More Chance English Version (Ver.1)

Tuesday, August 9, 2016

Gagal bikin surprise, lagi.

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

3 Agustus yg lalu adalah hari ulang tahu sahabatku, Tini.
Tini, sang tuan putri yang makannya buanyaaak.. 😁

Dan apa kata-kata indah yang ku rangkai untuknya? Tidak ada. 😅
Maaf sayang, bukannya lupa. 😊 Tapi ku fikir itu bukan budaya kita. Dulu kami memang sering memberi kejutan satu sama lain saat ada yang ulang tahun, tapi akhir-akhir ini setelah membaca beberapa artikel tentang tidak baiknya "merayakan" hari ulang tahun, ku hilangkan kebiasaan-kebiasaan memberi ucapan "HBD" pada siapapun, termasuk kau, sahabatku.

Dan ternyata, itu cukup membuat Tini bad mood seharian. Katanya, ia bahkan mengeluhkan tentang absentnya kami -Hera & I- pada mamahnya. Segitunyaaa. Hihi.. 😝

Tapi tenang, silahturahmi tetap bisa berjalan. Beberapa hari setelahnya, aku dan Hera memutuskan untuk membuat surprise kecil untuk Tini. 😄

Hera and I. ✌

Semuanya berawal dari ide Hera. Karena sudah lama tidak munas -Istilah yang kami pakai untuk kegiatan kumpul bertiga- jadi, kami putuskan untuk berkumpul bersama di sebuah kedai ramen di dekat tempat kerjaku. -Keliatan itu aku masih pakai seragam kerja 😳 -

Dan kami memiliki cara khusus untuk mengundang Tini. Yaitu dengan SKUT, bukan Surat Kecil Untuk Tuhan lho yaaa.. Xixixi.. SKUT di sini adalah..

SKUT. Surat Kecil Untuk Tini. 😂

Aslian itu kata-katanya maksa banget!! Itu aku buat sengaja biar kalau digabungkan semua huruf kapital disana, akan tersusun nama HERA LIA. Nama pengirimnyapun ku buat sesuai inisial kami, L dan H. Ya meskipun hasilnya lebay gitu. Hehe
Aku bertugas mengurus surat, sementara Hera bertugas membooking meja.

Kegagalan pertama yang hampir terjadi adalah, Tini hampir memergoki ku saat memeriksa ke meja security apa suratnya sudah dikirim ke ruangannya atau belum. Tapi untunglah, pak s-cu nya bisa diajak kompromi. 😅

Kegagalan kedua adalah, sepulang kerja, aku dan Hera berniat ingin membeli donat yang bisa dihiasi dengan kata-kata. Untuk tambahan surprise kami nanti. Tapi nihil, toko donatnya masih buka, sementara kakak yang bertugas khusus membuat donat sudah pulang. Ya sudahlah..

Ketiga, selepas dari toko donat, aku dan Hera melihat Tini yang sedang duduk dengan temannya. Hera lupa, kalau sepulang kerja Tini memang sering duduk-duduk disana. Apa sedari tadi Tini sudah tau kami ada disana?
Tengok jam, saat itu sudah lebih dari pukul 5 sore -Waktu yang ditentukan di SKUT- tapi Tini nya masih asyik nongkrong aja.. 😫
Kami mulai khawatir kalau-kalau Tini tidak akan datang memenuhi undangan misterius dari kami.

Kami pun memutuskan untuk memantau Tini dari belakang. Maaf, kawan. Hehe..
Tapi beberapa kali Tini seperti sempat meliik ke arah kami.. 😰 Apa kami ketahuan??

Sekitar pukul setengah 6, kami lihat Tini mulai pergi ke kedai ramen yang kami tunjukan di SKUT. Akhirnyaaa..
"Malah nongkrong dulu!"
"Itu orang! Disuruh dateng jam 5, ini udah jam berapaa??"
Aku dan Hera serasa jadi orang paling rempong saat itu. Hoho..

Sampai di kedai ramen, akan ada karyawan yang menyambut dengan kata-kata sambutan yang diucapkan secara kompak. Ugh.. Itu akan terdegngar seperti alarm. Dan bisa menggagalkan rencana surprise kami untuk Tini. Tapi aku, Hera, dan karyawan disana memang sudah bersekongkol/? jadi, aku dan Hera akan masuk setelah makanan di meja Tini tersedia, dan tidak ada ucapan sambutan dari karyawan untuk kami.

Singkat cerita, kami sudah berkumpul di meja. Dan tau apa? Hari itu ternyata Tini sedang shaum!! Jadi, harus nunggu maghrib dulu baru bisa makan.

Jadi, kami rasa kami sudah gagal membuat surprise, lagi. Tini sudah melihat kami bahkan sebelum kami pergi ke toko donat. 😒 Tapi Tini tidak tahu diam-diam kami memerhatikannya sebelum ia berangkat ke kedai ramen. Kami melihat ia dan teman spesialnya, semuanya! Hoho.. 😝

Um.. Apa lagi ya? Terlalu riweuh/? untuk diketik. Hihi.. 😂 Jadi, kurang lebih ini foto-fotonya. 😄

Mari makan.. 🍜

Tini dan Hera. So close. 😊

Tini and I. What's wrong, sist? Kok fotonya kaya canggung ya? 😂

Hera and I. 😄

Mari cuci tangan! 😂

Foto favorite! 😆

That moment!! Ada cerita dibalik foto ini. 😅 Jadi, waktu itu kita mau foto, tapi tiba-tiba ada bapak-bapak yang turun dari tangga -persis dibelakang Tini- dan langsung kaya ngagetin gitu! "Hya!!!" katanya.
Tini : 😅 *Liat ke arah bapaknya, tapi tetep serius pencet tombol kamera* Kkkk
Lia : "Malu gak?"
Hera : "Gak malu."
😂😂😂


Selesai makan, cuci tangan, dan foto-foto, kami pergi ke mesjid untuk shalat maghrib. Berbincang, kemudian pulang..

Terimakasih untuk hari itu!!
Hera, sang sutradara. 😊

Tini, sang target yang susah banget dibikini surprise. 😒

Aslian, ini foto paling aku gak suka.. 😵 Kalau bukan demi Hera juga aku gak akan upload foto ini. 😣
Itu aslinya aku lagi iseng baca note book lama, terus Tini manggil. Pas aku noleh, eh.. "ckrek!!" dia langsung foto dan langsung ketawa abis pas liat hasilnya.
Tini : "Liat, ekspresi si teteh!! 😂" *nunjukin hp ke Hera, terus ketawa bareng.*
Me : "Hapus!!! 😤😤😤 "
*Setelah adu argumen*
Hera : "Jangan di hapus.. Janji? 😊 "
Me : "Gak akan. Mau di post ke blog. Bahagia? 😒 "
Hera : "Bahagiaaa banget! 😄 "

Jadi, itu munas kita hari ini. SKUT yang alay, dan surprise yang *agak* gagal lagi. 
Terkadang, semua hal tidak berjalan sesuai rencana. Tapi tetap terasa indah jika kau menikmatinya.



Readmore → Gagal bikin surprise, lagi.

Wednesday, August 3, 2016

My Lovely Partner

My Lovely Partner



|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : One Shoot ||

|| Rating : PG-15 ||

|| Genre : Mystery, Schoo Life, Romance, Friendship ||

|| Main Cast : Park Nana (OC), Byun BaekHyun EXO, Kim JongDae EXO ||

|| Special Cameo : Jin BTS ||

**
Akhirnya ff yang sudah lumutan nangkring di draft ini di publish jugaaa. Ff ini ditulis sekitar awal tahun 2015. Dan kenapa baru di publish? Gak ada alasan lain selain authornya malu sama tulisannya yang malu-maluin ini. Heu -,-
Tapi semalu-maluinnya tulisan ini, however, this story was flowing purely from my own imajintion. Diharap tidak meng-copy semua atau sebagian tulisan ini tanpa cr yang jelas, ya. ;)
Happy Reading! :)
**
.
.
.
.

'Drrrt' Getaran handphone terdengar nyaring di kamar sepi yang pemiliknya masih tertidur manis di ranjang pink berpola polkadot warna-warni itu. Diraihnya handphone yang telah cukup lama bergetar. "Ne, yeboseyo.. Nugusijyeo?" Jawabnya lesu. Mungkin nyawanya belum terkumpul semua.

"Ne, yeobosaeyo Nana-ssi. Naega JeongDae-ieyeo."

"He? Ne, Sunbaenim?" Dengan mendengar nama JeongDae seolah sebuah desiran angin kencang mengumpulkan seluruh nyawanya dan menghilangkan lesunya.

"Aku ingin memberitahu mu, aku sedang bersama Jin, bendahara dari music club. Kemarin malam ia kehilangan uang kas yang ia simpan dalam brankas di ruang music. Bisa kah kau datang ke rumahku sekarang juga?" Tutur JeongDae.

"Aish.. Kenapa ia baru melapor sekarang? Ne, Sunbaenim. Aku akan segera berangkat."

Setelah sambungan terputus Nana segera berlari menyambar handuknya dan melakukan mandi kilat secepat yang ia bisa. Lalu ia segera membungkus dirinya dengan tanktop putih dan kemeja jingga lengan panjang yang ia gulung dan tak menggunakan kancingnya dengan benar, sebuah rok berwarna pastel sebatas lutut, sneaker putih kesayangannya, dan tak ia tinggalkan tas kecilnya.
Ini masih sangat pagi, Nana hanya menengguk segelas susu yang sudah tersaji di atas meja dan segera berangkat menuju rumah JeongDae.

@JeongDae's room.
"Maaf merepotkan. Tapi aku sudah benar-benar kehabisan akal memikirkan kemana uang itu pergi." Ucap Jin.

"Ne, gwaencahana. Kami akan berusaha membantu." Jawab JeongDae lembut. Ia adalah seorang ketua detective club sekolah menengah yang sangat ramah dan baik kepada siapapun. Ia akan selalu berusaha menolong siapapun yang datang kepadanya. Itulah yang membuat Nana nyaman bertahan dalam club meski 99% anggota mereka telah mengundurkan diri dan hanya menyisakan mereka berdua dalam detective club nya.

"Uang itu benar-benar hilang atau.. Maksudku, berapa jumlah uang yang hilang itu? Dan bukankah disana ada kamera pengintai?" Selidik Nana.

"₩5,563,700,. Aku selalu mencatat semua pengeluaran dan pemasukan kas dengan rapi tanpa pernah ku tunda-tunda agar aku tidak lupa. Tapi malam itu aku pergi menyimpan uang pemasukan ke dalam brankas, dan brankas itu sudah benar-benar kosong. Dan sepertinya kamera pengintai itu telah di sabotase oleh pelakunya."

"Siapa saja yang mengetahui kode brankas itu?" Tanya Nana lagi.

"Jin sendiri, BaekHyun ketua music club, dan JiEun sekretaris music club." Jawab JeongDae yang telah lebih dahulu mengorek informasi ini. "Aku dan Jin telah memeriksa brankas itu tadi. Dan aku menemukan ini." JeongDae menunjukan rekaman kamera pengintai di ruang musik dan sebuah plastik kliper berisi pin keanggotaan music club berbentuk not balok yang biasa mereka kenakan di lengan kanan seragam sekolah mereka.

"Ini.. Pin keanggotaan kalian?" Tanya Nana memastikan.

"Eum." Jin mengangguk.

Kemudian mereka memutar rekaman yang menunjukan kegiatan tak mencurigakan di ruangan musik, hingga sebagian rekaman pada malam harinya hilang selama beberapa waktu. Hanya terlihat titik-titik yang bergerak tak beraturan dan suara desisan, persis televisi yang kehilangan signal. Sepertinya seseorang telah melakukan sabotase pada kamera pengintai. Lalu rekaman kembali menyala dan menunjukan Jin yang memasuki ruangan musik untuk memeriksa brankas dan sangat terkejut ketika mendapati brankas dalam keadaan kosong.

"Sipal! Rekaman itu hilang pada saat yang tepat! Dan membuat kita tidak bisa melihat pelakunya!" Umpat Jin.

"Ne. Pasti pelaku telah mensabotase kamera pengintai sebelum melancarkan aksinya." Yakin JeongDae.

"Ku rasa haruslah seseorang yang mengenal betul ruangan musik untuk melakukan sabotase itu. Apa kita harus menunggu hingga besok untuk melihat siapa dari anggota music club yang kehilangan pin keanggotaan mereka?" Usul Nana.

"Geurae." JeongDae mengangguk. "Tapi aku telah mendapatkan merek parfume yang melekat pada pin ini. Creed, parfum kelas tinggi dari Olivier Creed. Dulunya merupakan andalan kerajaan Inggris yang di buat secara manual dengan tangan, tanpa menggunakan mesin. Biasanya digunakan oleh sosialita wanita maupun pria." Lanjut JeongDae.

"Jin-ssi, apa kau tahu siapa yang memiliki parfume seperti itu?" Tanya Nana.

"Molla. Aku tidak memiliki parfume seperti itu. BaekHyun hyung yang juga mengetahui kode brankas sepertinya tidak memiliki parfume seperti itu. Tapi aku tidak tahu dengan JiEun, ia selalu terlihat elegan dengan semua yang ia kenakan." Papar Jin.

'Jin benar, namja sederhana seperti Baekhyun cenderung tidak memiliki minat untuk membeli parfume semahal itu.' Fikir Nana.

"Tapi kita tidak boleh berfikiran sempit dengan hanya mencurigai kedua orang itu. Meski selain Jin hanya mereka berdua (BaekHyun dan JiEun) yang mengetahui kode brankas itu, tapi diluaran sana juga masih banyak orang yang memiliki akses memasuki ruangan music." Nasihat JeongDae.

...
Keesokan harinya di sekolah.
"Bagaimana?" Sambut JeongDae ketika Jin duduk di kursi kantin dihadapannya dan Nana.

"Ne, aku telah melihat seseorang yang tidak memakai pin keanggotaanya." Lapor Jin gugup.

"Nugu?" Tanya Nana dan JeongDae.

"Ketua Baekhyun." Lanjut Jin lalu menutup matanya dengan berat, pertanda rasa kecewa terhadap ketua yang selalu ia banggakan tersebut. "Sehari sebelum malam itu, Baekhyun hyung mengeluh padaku tentang guitarnya yang rusak dan ingin ia gantikan dengan guitar baru. Tapi ia juga mengeluhkan orang tuanya yang tak mau membelikannya guitar baru." Ungkap Jin.

"Baiklah, Nana. Itu tugasmu. Kau, carilah sebanyak mungkin informasi mengenai kemana Baekhyun pada malam saat kejadian itu dan juga bukti-bukti lain yang menunjukan ia pelakunya. Jika ia memang pelakunya, ini akan menjadi tugas mudah bagimu. Tapi jika ia bukan pelakunya, segeralah mengabariku." Titah JeongDae.

"Dan sebenarnya.. Sore sebelum malam itu aku melihat seseorang seperti mengendap masuk ke ruangan musik. Tapi saat aku periksa, disana tidak ada siapa2." Tambah Jin lagi.

"Baiklah, yang ini tugasku." Ucap JeongDae.

..
Jam pelajaran sore ini telah berakhir. Dan disanalah mereka berdua, Nana dan JongDae, memisahkan diri dibawah pohon maple di sisi kanan sekolah, tampaknya sedang membicarakan hal yang cukup penting.
"Aku telah membuat janji untuk belajar bersama BaekHyun sunbaenim sore ini di rumahnya. Aku berpura-pura meminta bantuannya untuk menyelesaikan tugas musik." Lapor Nana.

"Baik. Kerjakanlah dengan benar. Dan ingatlah, selama kasus ini belum menemukan titik terang, jangan percayai siapapun." 

"Arraseo, Sunbaenim." Nana mengangguk tanda menerima instruksi dari ketuanya.

"Gadis pintar.." JeongDae mengusap pucuk kepala Nana. Dan blush.. Wajah Nana merona seketika.

...

Kali ini Nana tampak berbeda dengan summer dress pink berpola bunga yang ia kenakan. Jika saja ia bukan yeoja kelas 1 SMU yang menenteng sejumlah buku ditangannya, ia pasti akan terlihat sexy dengan penampilan musim panasnya ini. Tampilannya itu ia padukan dengan sepatu flat, bando berbentuk telinga kucing yang simple, dan tas selempang kecil yang melengkapi penampilan manisnya.

Nana berdiri tertegun di depan sebuah pintu besar pada rumah dengan eksterior mewah dan bernuansa Eropa nan anggun itu. Ia mengecek sekali lagi secarik kertas alamat yang BaekHyun berikan padanya tadi siang di sekolah. "Apa benar ini rumahnya?" Gumam Nana takjub. Pasalnya, Baekhyun yang ia tahu bukanlah tipe namja yang sering berganti-ganti sepatu dan mobil ke sekolah seperti yang diakukan para siswa kaya lainnya. Sekilas Nana pun berfikir bahwa Baekhyun yang memiliki rumah sehebat ini tidak mungkin mengambil uang dari brankas music club. Tapi kemudian ia teringat pesan JeongDae untuk tidak mempercayai siapapun sebelum ia menemukan titik terang dalam kasus ini.

Tak lama, seorang wanita paru baya datang membukakan pintu, padahal Nana belum sedikitpun mengetuk pintu itu. "Ah.. Rumah sebesar ini pasti memiliki alat pendeteksi datangnya tamu. Kkk.." Fikir Nana mencoba sedikit menghibur dirinya sendiri yang sedang berada dalam misi penyelidikan.

"Selamat sore.. Tuan muda telah menunggu agashi di kamarnya." Sambut wanita paru baya yang baru saja membukakan pintu.

"..." Nana menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan bahwa wanita itu tidak salah orang.

"Ya. Jika Agashi ini bernama Park Nana, maka tuan muda Byun BaekHyun telah menunggu agashi di kamarnya untuk belajar bersama." Wanita itu mengulang penjelasannya.

Kali ini Nana yakin bahwa wanita itu tidak salah. Nana pun mengikuti wanita paru baya itu menuju kamar di lantai dua yang katanya adalah kamar BaekHyun.

Nana menata buku-buku yang ia bawa di atas karpet di samping bawah tempat tidur Baekhyun. Tapi kemana namja itu? Fikir Nana. Nana menggunakan waktu kosong ini untuk memeriksa isi kamar Baekhyun.

Terpampang beberapa lukisan karya maestro terkenal dunia menghiasi dinding kamar Baekhyun. Ternyata ia memiliki selera yang tinggi. Fikir Nana kemudian. Apa yang ia lihat telah merubah fikirannya terhadap Baekhyun yang selama ini terkenal sebagai Namja sederhana di sekolah.

Tapi bukan lukisan-lukisan itu bagian pentingnya. Nana melihat beberapa guitar bersender di dinding, dan sebuah guitar yang tampak berbeda dengan yang lainnya. Pasti itu guitar rusak yang di maksud Jin. Fikir Nana. Dilihatnya lagi sebuah guitar yang masih terbungkus rapi, tampaknya guitar Cole Clark Angel itu baru saja dibeli BaekHyun, barcodenya saja masih tergantung dan menunjukkan harga yang fantastis pada guitar itu. Fikir Nana lagi.

Kemudian matanya tertuju pada sebuah nakas di samping cermin besar. Disana terdapat beberapa botol parfume dengan bermacam warna. "Hn. Flamboyan." Desis Nana sebelum ia mencoba mencocokannya dengan merk parfume yang ditemukan JeongDae, namun tidak sempat. Baru saja Nana hendak bangkit dari karpet, "Park Nana-ssi, itukah kau?" Sebuah suara mencegahnya.
Nana menoleh ke arah pintu toilet, tempat orang yang baru saja berbicara itu berdiri.

Tampak Baekhyun yang baru keluar dari toilet hanya mengenakan celana training dan sebuah handuk yang ia gunakan untuk mengacak-acak rambutnya yang basah. Kegiatannya membuat beberapa tetesan air dari rambutnya jatuh dan mengalir di dada lalu perutnya. Dan itu benar-benar telah membuat Nana malu melihatnya.

"Ah.. Annyeonghaseyo. Aku tak tahu kau akan datang seawal ini. Aku benar-benar belum melakukan persiapan apapun." Keluh Baekhyun lalu menuju ke tempat Nana.

Nana segera bangkit, "Baiklah, silahkan kau bersiap-siap dulu, Sunbaenim. Aku akan menunggumu diluar." Kata Nana kikuk.

"Tidak perlu." Baekhyun masih meneruskan langkahnya mendekati Nana. Kali ini sebuah seringaian tak terartikan terukir di bibir baekhyun. Nana berjalan mundur tanpa arah dan berusaha menghindari Baekhyun. Namun sesuatu dibelakangnya telah memutuskan jalan dan menghentikan langkahnya. "Lebih baik kita langsung mengerjakan tugasmu saja. Karena pasti akan membutuhkan waktu yang lama jika kau harus menungguku bersiap-siap. Tahu tidak, aku selalu siap untuk membantumu." Bisik Baekhyun misterius saat Nana terhimpit diantara tubuh Baekhyun dan lemari besar di belakangnya.

Nana benar-benar lemas dan ketakutan. Bahkan ia terlalu takut untuk hanya sekedar mengangkat kepala dan membuka matanya atau bertanya -Apa yang akan kau lakukan?-.

"Bahahahahahaha... Wajahmu begitu menggemaskan seperti anak kecil saat ketakutan seperti ini." Tawa Baekhyun meledak seketika. "Ppffft.. Mianhae, Nana Ya! Suasana aneh ini membangkitkan otak jahilku. Ppffft."

"MWO?" Kali ini Nana berani mengatakan sesuatu. Didalam sana ada rasa lega dari kecemasan kehilangan sesuatu yang berharga saat ini juga. Gadis konyol.

"Keurondae, kau menghalangi lemari pakaianku. Apa kau lebih senang melihatku seperti ini? Hm? Tapi aku benar2 kedinginan." Goda Baekhyun lagi.

Nana yang baru menyadarinya segera menyingkir agar memberi akses pada Baekhyun untuk mengambil pakiannya didalam lemari. Kemudian Nana segera berlari menuju karpet dengan batin yang memaki sikap memalukannya barusan. Sementara Baekhyun masih asyik menahan tawanya.

Nana duduk dan membuka lembaran bukunya. Hanya dibuka saja, karena sebenarnya bola matanya menyudut memerhatikan gelagat targetnya yang berdiri beberapa jarak darinya. Nana melihat Baekhyun kini sedang mengambil sebuah kaos putih lengan panjang,  kemudian menyemprotkan parfume pada tubuhnya sebelum ia memakai bajunya. Nana mengamati merk parfume itu, tapi tak terlihat jelas.

Baekhyun akhirnya menyadari bahwa Nana sedang memperhatiknnya. Baekhyun pun menoleh, dan seketika itu juga Nana membuang muka. BaekHyun hanya tersenyum kecil.

Baekhyun duduk disamping Nana dan hanya menyematkan kaos putihnya di bahunya.
"khm.. Mian, sunbaenim.. Parfume apa yang kau kenakan itu?" Tanya Nana ragu. Ia tak yakin ia menanyakan hal semisal ini pada seorang namja. 'Jika bukan karena tuntutan tugas pun aku tidak akan mau menanyakannya.' Batin Nana.

"Wae? Kau menyukai parfume itu?" tanya Baekhyun, kemudian menarik pinggang Nana untuk duduk lebih dekat disampingnya. "Kau bisa duduk di dekatku jika kau menyukai bauku." Lanjut Baekhyun kemudian. Sepertinya ia benar-benar menikmati untuk menggoda Nana.

Baekhyun menahan pinggang Nana dengan erat dan membuat lengan gadis itu menempel disamping rangkulannya. Beberapa tetesan air dari rambutnya yang basah turun ditelinga Nana. Untuk sesaat otak Nana melambat untuk mencerna situasi. Hingga ia tersadar, 'Kerjakanlah tugasmu dengan benar.' Terlintas perintah JeongDae ditelinganya. Nana segera menenangkan dirinya. 'Aku perlu otak yang jernih untuk melakukan tugas ini.' Tekad Nana.

"Kya! Berhentilah menggodaku seperti ini, sunbaenim! Jangan menganggapku seperti anak kecil." Protes Nana.

"He? Ternyata yeoja ini bisa melawan juga? Pffft.." Goda Baekhyun lagi, dan lagi.

'Hwaa.. JongDae Sunbaenim.. Ini bukan tugas yang mudah..' Keluh Nana dalam hati.
"Cepat pakai bajumu dan bantu aku mengerjakan tugas musik ini." Cibir Nana yang mulai kesal dengan ulah targetnya ini.

Baekhyun pun menurut dan memakai pakaiannya, tapi kemudian, ia malah naik ke atas ranjangnya, menyenderkan tubuhnya ke kepala ranjang, dan menopang kepalanya dengan kedua tangannya.

'Cih.. Lihatlah tingkah sombongnya di luar sekolah!' Umpat Nana, tentu tak ia lontarkan dari mulutnya dan lagi-lagi hanya berkelumit dalam hati saja.

"Ani, berhentilah berpura-pura. Jika kau mau, aku bisa menjadi partner dalam tugasmu yang lain." Kata Baekhyun angkuh.

Nana tertegun sesaat. 'Apa maksudnya 'dalam tugasmu yang lain'? Apa Baekhyun sunbaenim telah mengetahui motif utama kedatanganku ke rumahnya? Atau ia hanya sedang menggodaku lagi?' Nana khawatir.

"Kali ini aku serius. Jika kau tidak mau, ya sudahlah.. Kau bisa pulang sekarang juga." Lanjut Baekhyun kemudian.
Nana membulatkan matanya, ia terkejut dengan pengusiran yang baru saja ia terima.

Akhirnya Nana menoleh. "Apa maksudmu, sunbaenim? Aku hanya perlu kau membantuku menyelesaikan tugas musik ini." Nana masih mempertahankan aktingnya meski ia curiga bahwa Baekhyun telah mengetahui strateginya.

"Aish.. Sudah ku bilang berhentilah berpura-pura. Dan kemarilah jika kau ingin tugasmu terselesaikan dengan cepat." Baekhyun menepuk2 pinggiran ranjang disampingnya untuk mengisyaratkan bahwa Nana harus duduk disana.

Pertahanan Nana melemah, ia benar-benar penasaran dengan apa yang dikatakan Baekhyun.
Nana duduk disamping Baekhyun. Dan tanpa aba-aba, Baekhyun menarik tubuh Nana kedalam pelukannya dan membenamkan kepala Nana didadanya.

Nana mengerjapkan matanya sesaat, lalu "Kya!! A apa yang kau lakukan?!" Tentu Nana tak tinggal diam. Ia berontak dengan teriakan gugup dan pukulan-pukulan kecil dari tangannya yang terbatasi ruang geraknya oleh pelukan Baekhyun. Tapi tendangan-tendangan Nana benar-benar menganggu Baekhyun.

"Ya.. Ya.. Ya.. Berhentilah memukul dan menendang! Tenanglah. Bukankah kau perlu otak yang jernih untuk melakukan tugasmu." Ucap Baekhyun. Dan itu berhasil membuat Nana berhenti memukul.

'Siapa sebenarnya namja dihadapanku ini? ' Fikir Nana.

"Eottae? Apa aku tercium seperti Creed dari Kerajaan Inggris?" Tanya Baekhyun kemudian. Dengan menyebutkan merk yang sama dengan parfume yang disebutkan JeongDae.

"N.. Ne." Jawab Nana kaget.

@Another place.
Sementara itu, JongDae mengajak Jin ke ruang music untuk menuntaskan kasus ini.
"Aish.. Kenapa Nana belum juga menghubungiku? Ini sudah malam." Desis JeongDae memandangi layar handphonenya. Sebenarnya ia memang tidak memiliki hak apapun untuk mengetahui apa yang Nana lakukan. Tapi jika saat mengerjakan tugas seperti ini, mereka harus selalu terhubung.

"Subaenim, lihatlah.. Sebuah jejak sepatu tertinggal di dekat brangkas. Sepertinya saat itu pelakunya bersembunyi disini." Jin menarik fokus JeongDae.

"Berhentilah Jin-ssi." Timpal JeongDae malas. Kali ini ia tak seperti biasanya. Ia lebih fokus pada layar handphonenya untuk menunggu Nana menghubunginya.
Sesaat kemudian JeongDae menyadari sikap buruknya pada Jin, "Mianhae, Jin-ssi. Tapi pencuri itu mencuri 2 malam yang lalu. Jadi yang kau lihat ini hanyalah jejak kaki biasa." Jelas JeongDae mencoba memecah kecanggungan.

"Ah.. Ne." Jawab Jin mengerti.

"Jin-ssi?"

"Eum?"

"Apa sore itu kau benar2 tidak melihat siapapun di dalam ruang musik?"

"Ani."

"Apa malam itu ada orang lain yang menemanimu memeriksa brankas?"

"Aniyo." Jawab Jin lagi.

"Siapa yang terakhir menemanimu disana, saat siang hari, mungkin."

"Ketua Baekhyun." Tegas Jin.

@Another place
Baekhyun membuka laci nakas di samping ranjangnya. "Lihatlah ini." Ia menunjukan banyak sekali pin keanggotaan music club di dalamnya.

"He?" Nana heran. Seharusnya ia tahu bahwa seorang ketua akan menyimpan banyak pin keanggotaan. "Lalu, kenapa kau tak memakainya ke sekolah?" Selidik Nana.

"Jin meminta yang sedang ku pakai. Jadi ku serahkan saja punyaku."

"Jin memintanya?" Selidik Nana lagi.

"Geurae. Miliknya hilang. Seharusnya kau tahu ke arah mana perbincangan ini akan menuju." Baekhyun tersenyum. Kali ini senyumannya cerah.

"Ne. Seorang ketua yang baik memang seharusnya mengetahui tingkah laku anggotanya. Jadi, menurutmu Jin pelakunya?" Kini Nana berfikiran lebih terbuka dan berhenti berpura-pura didepan Baekhyun.

"Fikirkan saja. Apa ia melaporkan kasus ini secara langsung setelah kejadian itu terjadi? Apa ia menyampaikan laporannya secara sekaligus atau berangsur-angsur dalam selang waktu?" Pertanyaan itu Baekhyun buat untuk mencoba meyakinkan Nana.

"Ne untuk keduanya." Nana menunduk lesu. Tapi pertanyaan -pernyataan- Baekhyun barusan tak cukup menjadi bukti.

"Ikutlah denganku. Akan ku tunjukan sesuatu."
Baekhyun mengajak Nana menuju meja belajarnya. Ia menyalakan komputernya dan menunjukan sesuatu yang cukup canggih. "Ini terhubung dengan semua handphone dan gadget para anggota music club melalui ip mereka. Maksudku aku tidak menguntit kehidupan pribadi mereka. Aku hanya memakai kata kunci music club untuk menyaring apa yang mereka lakukan dengan kata music club pada handphone mereka. Dan tak ku sangka ini berhasil." Tutur Baekhyun.

"Apa yang kau temukan?" Antusias Nana.

"Ip Jin dan seseorang entah siapa diluar sana yang membicarakan brankas music club." Baekhyun menzoom sebuah percakapan kecil disana.

"Jin-ssi?!" Kata Nana tak percaya.

"Mungkin ini mustahil bagimu mengingat bahwa Jin lah yang meminta bantuan kalian. Tapi kau harus ingat bagaimana caranya melapor." Ucap Baekhyun.

"Ia melaporkan dengan sangat terlambat. Ia juga memberikan informasi lainnya secara acak, tidak berurutan, dan tidak sekaligus. Seperti setiap saat selalu ada bukti baru. Tapi apa maksudnya melakukan ini?" Ingat Nana.

"Dalam kriminal, semua bisa saja terjadi. Tapi terkadang sisi kemanusiaan lebih penting daripada hukum. Aku tahu Jin melakukannya dengan terpaksa."

"Apa maksudmu? Ayo jelaskan di perjalanan. Bisakah kau mengantarku ke sekolah? JeongDae sunbae dan Jin sedang berada di ruang musik disana. Ayo berangkat sebelum Jin pergi!" Nana segera menarik lengan Baekhyun untuk lekas berangkat.

@Another place.
"Jadi, Baekhyun adalah orang terakhir yang menemanimu disini?" JeongDae meminta penjelasan.

"Eung." Jawab Jin singkat.

"Jadi, ku rasa aku tahu bagaimana pin keanggotaan itu bisa ada disini." JeongDae mengeluarkan sebuah cd kamera pengintai ruang music yg ia dapat dari Jin kemararin, lalu memasukkannya pada sebuah dvd dan memutarnya di monitor besar di ruang music.

"Duduklah." Lanjut JongDae menepuk kursi piano yang ia duduki yang masih tersisa sedikit tempat untuk berbagi dengan Jin. Dengan sedikit canggung, Jin duduk disamping JeongDae.

Rekaman terputar pada hari kejadian. JeongDae memegang remote controlnya.

"Kau bilang sore itu kau melihat ada seseorang yang masuk, lalu kau memeriksanya dan tak menemukan siapapun?"

".." Jin hanya mengangguk yakin.

"Dalam rekaman ini, sepanjang sore tidak ada kedua adegan itu.Tak ada yang menyelinap, dan kau tak memeriksa kedalam."

'glek' Jin keluh.

"Rekaman tiba-tiba mati di detik 20.54.18 aku ingat bagaimana kau mengatakan bahwa rekaman itu hilang pada saat yang tepat dan membuat kita tidak bisa melihat pelakunya. Tapi kau salah, Jin-ssi, itu bukan saat yang sangat tepat. Kita bisa melihat pelakunya disini." JeongDae tersenyum.

"Nu.. Nugu?" Jin tersentak.

"Rekaman kembali berlanjut di detik 20.56.09 hanya selang 1 menit 9 detik. Tak ada yang bisa mencuri dari sebuah brankas berkode pengaman dan melarikan diri dalam waktu secepat itu. Kecuali, pencuri itu mengetahui kode brankasnya dan ia tidak melarikan diri." JeongDae kembali tersenyum, kali ini senyum misterius. "Rekaman berlanjut pada adegan kau membuka brankas dan tampak frustasi saat kau melihat brankas dalam keadaan kosong. Kau membanting pintu brankas dan terlihat sangat resah. Tapi lihatlah ini.." 'Pliff'JeongDae menekan tombol pause. "Terlihat jelas, kau kehilangan pin keanggotaanmu, Jin-ssi." JeongDae kembali tersenyum seperti biasanya.

"a.. Aku.." Jin gelagapan.

"Seharusnya kau mengulang adegan dari saat kau memasuki pintu ruangan musik dan memeriksa kelengkapan barangmu untuk menghindari tertinggalnya barang bukti, hobae.." Seperti biasanya pula JeongDae berkata dengan lembut, namun terdengar seperti hukuman di telinga Jin.

"Ta.. Tapi, kau tahu sendiri parfume apa yang ada pada pin keanggotaan itu. Itu bukan milikku." Elak Jin.

"Ne. Aku tahu kau meminta pin Baekhyun dan menukarnya dengan pin mu yang tertinggal di brankas sebelum kau memutuskan untuk melaporkan ini padaku."

"Da.. Darimana kau tahu?"

"Baekhyun. Aku mendiskusikannya dengan ketua music club yang memang seharusnya tahu tentang sesuatu yang terjadi di clubnya. Hal janggal telah ku cium sejak awal saat kau tidak melaporkan ini pada ketuamu sendiri."

"A.. Aku.." Jin gelagapan.

'Brak!!' Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruangan music dengan kasar.

"Sunbaenim! Jin lah pelaku yang sebenarnya." Teriak Nana dari pintu.

"A.. Aku.." Jin hendak melarikan diri, namun 'brukk!' Ia terjatuh. JeongDae telah bertindak sejak awal,  ia memborgol lengannya sendiri dengan lengan Jin saat ia meminta Jin untuk duduk bersama di kursi piano tadi. "Mi.. Mianhae.." Jin menyerah.

...
Keesokan harinya.
JeongDae, Nana, dan Baekhyun sedang menghabiskan Ice cream siang hari mereka ditaman.  JeongDae mentraktir untuk meregangkan otot mereka yang bekerja cukup lelah tadi malam.

"Kelak jika kita telah dewasa, permasalahan akan lebih besar dari yang kita lihat ini. Jin hanya seorang anak yang menjadi korban pemaksaan keadaan atas kondisi ekonomi keluarganya. Aku menyesal tidak menyadari masalah ini sejak awal. Sebagai ketua seharusnya aku lebih memerhatikan anggota saat di club maupun di luar club." Eluh Baekhyun.

"Aniyo. Kau sudah sangat baik dengan membiarkan Jin tetap memiliki uang itu dan menggantinya dengan uangmu, sunbaenim. Bahkan kau menambahkan uang untuk pengobatan ibunya Jin. Itu adalah sikap ketua yang sangat baik menurutku. Dan kau benar, terkadang sisi kemanusiaan lebih penting dari hukum." Timpal Nana.

"Ah.. Jadi, menurutmu, Baekhyun adalah ketua terbaik?" JeongDae menunjukan ekspresi kecewanya.

"He? A.. Aku.. Aku hanya. .. Tapi kau juga adalah ketua yang sangat baik, JeongDae sunbaenim." Nana mencoba menenagkan JeongDae dengan senyuman manisnya.

"haha.." JeongDae dan Baekhyun tertawa.

"Tentu saja aku adalah ketua yang baik, yang membiarkan anggotaku lebih dekat dengan target pura-puranya selama penyelidikan!" Tukas JeongDae kemudian lalu kembali tertawa bersama Baekhyun.

"Eh?" Nana tersipu malu. Meski tidak mengerti dengan situasi saat ini, tapi Nana menyadari seperti JeongDae sedang berusaha membuat ia dekat dengan Baekhyun.

-Tamat-

Epilog.
Sehari sebelum penyelidikan.
"Jadi, Music club kehilangan uang di brankas dan bendahara Jin hanya melaporkan ini padamu tanpa memberitahuku?" Baekhyun tersontak kaget saat mengetahui hal ini dari JeongDae.

Ya,  JeongDae memutuskan untuk memberitahu Baekhyun tentang hal ini setelah ia tidak menemukan bukti atau sedikitpun tanda bahwa Baekhyun adalah pelakunya. Justru ia menyadari bahwa Jin memiliki sejumlah kejanggalan dalam hal ini.

"Ne. Dan saat ini, kau dan Jieun sedang menjadi perhatian Jin dan Nana. Entah siapa yang ingin Jin jadikan kambing hitam dalam kasus ini. Bahkan meski menemukan kejanggalan pada Jin, aku juga belum menemukan bukti kuat dan belum yakin bahwa ia pelakunya." Jawab JeongDae.

Keduanya berfikir.

"Aku akan membantu menyelesaikan kasus ini."

"Maksudmu?"

"Tenang saja, sepertinya ini akan menjadi mudah. Tapi, jangan beritahu Nana bahwa aku terlibat." Baekhyun tersenyum.

...

"Nana akan menyelidikimu besok sore. Apa kau tak keberatan?" Ucap JeongDae di layar handphone.

"Yak!"

"eh?"

"Maksudku, kenapa tidak menugaskannya sejak awal?" Baekhyun memang telah lama menaruh perhatian pada Nana, tapi ia terlalu segan.

"Hahaha..." Keduanya tertawa.

.
.
.
.


**Glek. Uhuk-nerd-uhuk. -,-
Terimakasih telah menyempatkan membaca sampai akhir dan telah bertahan dengan segala lika liku kalimat rancu dan typo yang bertebaran di sepanjang ff ini.
Kritik dan sarang sangat di harapkan. Sekali lagi, trimakasih!! ^^
**

Readmore → My Lovely Partner

Sunday, July 17, 2016

Bayangkan

2:27 PM 2016/02/16

Jelas terdengar suara angin yang berlarian,
Bersenggolan dengan dedaunan,
Gigih mengarak awan.

Angin telah pergi,
Tapi ku lihat awan hujan kini tepat berada di atas danau luas yang kering.
Seolah keran air yang mengisi baknya,
Danau pun kembali basah.
Bukan sekedar basah,
Tetapi genangan air hujan memenuhi danau,
Lalu meluap mengairi taman bunga di sekitarnya.

Angin tak pernah diam di tempat yang sama.
Mungkin ia lupa untuk mengarak awan hujan ke tempat lainnya.
Hingga danau kini benar-benar meluap.

Taman bunga pun ikut tergenangi air hujan,
Hingga bunga-bunganya lemah,
Lalu mati kekenyangan.

Bayangkan.
Angin adalah kau.
Awan adalah mataku.
Danau adalah hatiku.
Dan taman bunga adalah harapanku.
Readmore → Bayangkan

Wednesday, June 29, 2016

Wajah Wanita

Banyak yang mengatakan bahwa semua wanita itu lemah. Juga egois, selalu ingin di dengar tapi tidak pernah mau mendengar.
Banyak yang beranggapan bahwa wanita itu tidak mau lelah dan enggan berkorban. Juga penakut dan lebih mementingkan perasaan dibanding fikiran.
Banyak yang mengira senjata utama wanita adalah air mata dan rengekannya saja.

Mulut-mulut itu salah, tetapi bukan bodoh. Hanya saja mereka belum bertemu dengan sahabatku, Eneng Miftahul Jannah. 



Ia adalah gadis muda terhebat yang pernah ku temui. Sekali pun, ia tidak pernah bertengkar demi kepuasan egonya. Ia lebih tau bagaimana berbicara dengan baik, juga bisa menjadi pendengar yang sangat baik.
Ia tidak sungkan berjuang untuk kebahagiaan orang-orang disekelilingnya. Baginya yang terpenting adalah membuat semua orang tersenyum.
Ia juga seorang yang pemberani. Diusianya yang sangat muda, ia berani untuk pergi jauh mengambil risiko dan mengejar yang ia inginkan. Mengenyampingkan segala rasa takut, dan berjalan dengan fikiran maju. Ia begitu cerdas dan menjadi pribadi luar biasa yang disenangi banyak orang.
Satu hal yang paling ku banggakan darinya adalah, ia tetap berusaha untuk istiqomah ditengah kehidupan barunya di luar sana.

Kini wawasannya semakin dalam, kawannya semakin luas, pula hari ini, usianya genap bertambah. Namun tidak banyak hal yang berubah. Ia masih tetap Eneng Miftahul Jannah yang ku kenal dulu. Ia tak melupakan ku dan teman-teman lainnya disini. Bahkan sering ia megingatkan kami banyak hal tentang Allah dan akhirat.

Aku begitu beruntung telah bertemu denganmu, gadis yang mengajarkanku ketulusan, kegigihan, selalu optimis, tetap tawadhu, dan berusaha istiqamah.

Maaf jika aku berlebihan. Aku tidak bermaksud menyanjung. Aku hanya senang berbagi hal positif dengan yang lain. Ia memberiku banyak kebaikan. Kini ku bagikan pada semua orang.

Terimakasih banyak, kawan. Semoga ridho Allah senantiasa bersamamu.

고마워 미안해 사랑해
❤❤⭐⭐⭐⭐❤❤
Readmore → Wajah Wanita

Wednesday, February 24, 2016

Soulmate Part 4 [END]


Soulmate Part 4 [END]


|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : 4 Shoot || 

|| Rating : T || 

|| Genre : Romance, Friendship, Family || 

|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Cahn Yeol EXO||

|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||

** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate. Ini menjadi part terakhir, ending.
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).

Happy Reading!! ^^

|| Bagian 4 ||

[Sebelumnya]

Chanyeol mengantarkan Nana pulang dari rumah sakit dan lalu mereka berbicara mengenai perasaan yang dalam. Setelah selesai, Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemani Jia yang masih terbaring di rumah sakit.

...

|| Bagian 4 ||

Chanyeol berlari sekencang yang ia bisa. Sepertinya ia lupa untuk sekali saja bersikap tenang, setidaknya kini ia sedang berada di koridor rumah sakit.

'Cklek!!' Chanyeol membuka pintu ruang rawat Jia seolah tak sabar ingin menemui sahabatnya itu.

"Jia-Ya!! Aku kemba-.." Kata-kata Chanyeol terputus saat ia melihat seseorang yang sedang menemani Jia di ruang rawatnya. "He? Ahjuma? A anyeong haseyo.. Jeongmal mian, aku tidak tau ahjuma ada disini. Hehe.." Kikuk Chanyeol yang tertunduk karena malu. Sementara Jia hanya tertawa dengan mulut yang penuh dengan buah.

Kini Jia masih terbaring lemah di ruang rawatnya, ditemani dengan ibunya yang sepertinya baru pulang bekerja.

"Ah.. Gwaenchana gwaencahana.." Jawab Nyonya Kim, Ibunya Jia. "Ah, Chan ah.. Jia bilang tadi sebelum ahjuma datang, ada 2 orang teman lainnya yang datang menjenguknya. Benarkah itu? Ah.. sayang sekali ahjuma tidak sempat menemui mereka." Tanya Nyonya Kim.

"Geurae, ahjuma. Tidak apa-apa, mereka mengerti bahwa ahjuma sedang bekerja." Jelas Chanyeol.

"Ah.. seperti itu ya? Dan Chan ah, terimakasih ya sudah bersedia menjaga Jia selama ahjuma bekerja. Tapi sekarang pekerjaan ahjuma sudah selesai, sekarang ahjuma bisa menjaga Jia. Ini juga sudah malam, sebaiknya kau segera pulang sebelum larut. Bukankah besok kau harus bersekolah?"

"Um.. se- sebenarnya aku datang untuk menemui Jia. Ada hal kecil yang ingin aku sampaikan." Chanyeol menjelaskan maksud kedatangannya.
Jia pun mengerti, sepertinya memang ada hal penting yang ingin Chanyeol sampaikan padanya. Dan entah kenapa, Jia merasa akan lebih nyaman jika mereka hanya berbicara berdua saja tanpa ada telinga ketiga (dalam hal ini, Ibunya Jia sendiri) terlebih jika itu menyangkut privasi Chanyeol.

"Eh eh? Ttal? Apa yang ingin kau katakan? Jangan hanya mensikut dan bergumam seperti itu, eomma tidak mengerti.." Kata Nyonya Kim kepada Jia yang sejak beberapa saat lalu tangannya mensikut-sikut lengan ibunya sendiri sembari berbisik tidak jelas. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu namun enggan.

"Aihs.. Eommaaa.." Rengek Jia.

Nyonya Kim tentu saja mengerti dengan gelagat putrinya. Ia faham jika Jia akan lebih nyaman jika Nyonya Kim meninggalkan mereka berdua di ruangan. Batinnya terkekeh kecil. Tapi untuk meninggalkan putri semata wayangnya bersama Chanyeol bukanlah hal yang perlu ia khawatirkan. Ia sudah mengenal bagaimana Chanyeol dan Jia berteman baik sejak lama.

"Ah.. Pfft.. Baiklah, baiklah.. Eomma mengerti. Eomma akan pergi." Nyonya Kim masih terkekeh kecil.

"He? Ah ahjuma sebenarnya tidak perlu pergi jika Ahjuma ingin tetap disini." Chanyeol terlihat masih kikuk.

"Gwaenchanayo.. Ahjuma hanya akan keluar sebentar. Dan kau, Chan ah., semoga sukses!" Goda Nyonya Kim saat ia melewati Chanyeol yang masih saja berdiri di depan pintu.

Pipi Chanyeol terlihat memerah karena malu, dan lagi-lagi Jia hanya tertawa kecil. Tapi tak berselang lama, tawa Jia hilang. Jia melihat sebuah cincin bertengger di jari manis Chanyeol. Jia tahu persis bahwa itu adalah cincin couple yang tempo hari mereka beli untuk Nana.

"Chukkae." Ucap Jia tak bersemangat.

"Ne?" Chanyeol heran, lalu melihat cincin yang dikenakannya. "Ah.. maksudmu cincin ini? Um.. Nana baru saja menolakku." Jawab Chanyeol lalu duduk di kursi disamping tempat Jia berbaring.

"Mw mwo?" Jia tersentak dan berusaha bangkit dari tudurnya, namun "Ah aww!" Ia terlalu lemah.

"Kya.. Apa yang kau lakukan?! Dokter menyuruhmu jangan banyak bergerak! Pecicilan!" Nasihat Chanyeol.

"Neon Gwaenchana?" Tanya Jia. Bahkan dalam kondisinya yang seperti ini pun ia masih memikirkan Chanyeol.

"Nan gwaenchanayo. Better than fine." Chanyeol tersenyum tenang.

"Geurae! Masih ada kesempatan lain! Mari kita berusaha lagi!" Seru Jia sembari mengangkat lengan Chanyeol tinggi-tinggi.

"Ani aniyo.." Chanyeol menggenggam tangan Jia. "Sudah cukup, Jia ya. cukup."

"He? Kau ingin menyerah begitu saja?" 

"Tidak. Aku sama sekali tidak menyerah. Tapi aku sadar. Apa yang harus ku perjuangkan dan apa yang harus ku relakan."

"..." Jia tidak mengerti.

"Nana yang menyadarkan ku. Bahwa gadis yang selalu ku fikirkan, ku khawatirkan, ku lindungi dan tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, gadis yang membuatku merasa tidak bisa melakukan apapun tanpanya,  gadis paling berharga, gadis yang selama ini bersembunyi di hatiku, itu adalah ... kau. Kau, Kim Jia, kau." Ucap Chanyeol meyakinkan. Sampai-sampai Jia terharu mendengarnya. Air mata Jia sedikit mengalir meski telah ia tahan. "Aku tidak tahu apakah ini sudah terlambat atau belum. Tapi aku tidak pernah merasa seyakin ini. Jia-ya, aku menyayangimu. Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman sekelas yang selalu mengajariku materi pelajaran. Aku menyayangimu lebih dari teman bermain yang selalu menemaniku selama ini. Aku menyayangimu lebih dari .. Kau mengerti? Lihatlah mataku! Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman biasa, aku menyayangimu lebih dari sahabat biasa. Saat aku melihatmu, aku menemukan banyak kedamaian. Aku.. aku, aku benar-benar menyayangimu. Aku mencintaimu." Ucap Chanyeol begitu yakin. "Maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya Chanyeol sejurus kemudian, meski ia ragu jika setelah apa yang ia ucapkan ini apakah Jia akan tetap bersedia berteman dengannnya.

Jia masih terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Bukankah ini yang selama ini ia nantikan? Tapi ketika saatnya telah tiba, ia terlalu bahagia bahkan untuk mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama dengan Chanyeol. Jia berusaha bangkit untuk duduk. "Lebih dari apapun, kau bilang kau menyayangiku lebih dari apapun?" Tanya Jia.

Chanyeol mengangguk. "Mian, Aku tidak bisa menahan diriku. Aku tahu mungkin ini mengejutkanmu, tapi aku hanya ingin kau tahu bahwa aku.." Ucapan Chanyeol terputus ketika Jia memeluk Chanyeol begitu erat.

"Aku tahu. Aku tahu." Ucap Jia. "Nado saranghae.." Jawab Jia kemudian. Sontak saja itu membuat Chanyeol terkejut sekaligus bahagia.

"Kau, Kau mencintaiku? Haha.. Aku tahu aku bodoh. Tidak pernah bisa menyadari ini sejak awal. Betapa bodohnya aku. Aku tahu aku bodoh." Aku Chanyeol sembari membalas pelukan Jia.

"Aku juga."

"Andwaeyo, kau sama sekali tidak bodoh."

"A aniya, maksudku aku juga tahu bahwa kau bodoh." Ejek Jia.

"Kya!! Chagiya!!" Sengit Chanyeol.

"Pfft.. Ah.. Masa remaja." Sepertinya Nyonya Kim harus segera mengakui bahwa putrinya, Jia, memang telah beranjak remaja. Ia terkekeh geli, namun juha terharu melihat -mengintip- adegan manis di dalam ruang rawat Jia.


~*~

Hari-hari berlalu. Kini Jia telah sembuh dan dapat kembali ke sekolah. Chanyeol yang tempo lalu menunda keberangkatannya ke Jepang karena Jia, kini ia sedang melakukan banyak persiapan yang lebih matang untuk pergi ke Jepang dan melanjutkan study nya disana. Ya, mereka bertiga masih selalu belajar bersama, Jia, Chanyeol, dan Nana. Sikap Chanyeol pada Nana masih sama seperti biasanya, manis dan menggemaskan. Tapi kali ini Chanyeol harus lebih berhati-hati dan lebih menjaga perasaan Jia, kekasihnya. Nana sendiri tidak merasa canggung dengan hal itu. Nana kini lebih merasa tenang dengan kepastian yang selama ini menjadi tanda tanya besar di hatinya. Meski akhirnya Chanyeol tidak bersamanya, tetapi Nana tetap bahagia bersahabat selamanya dengan Chanyeol dan Jia. Kebahagiaannya bertambah tidak terkira dengan hubungan kedua orang tuanya yang semakin hari semakin membaik. Meski belum seharmonis keluarga bahagia yang dicanangkan pemerintah, namun mereka masih dan akan tetap berusaha.

Dan Byun Baekhyun, namja itu masih tidak berubah. Masih menjadi bintang yang bersembunyi di balik kabut. Mencintai Nana secara diam-diam. Menemani Nana setiap harinya, membaca buku di perpustakaan, memakan bekal di atap sekolah, menonton dvd bersama, terkadang pergi berpiknik bersama, dan tidak penting hal apapun yang mereka lakukan, tapi point kebersamaannya lah yang mereka nikmati.

~*~ 6 months latter ~*~

Akhir semester tiba. Semua siswa berkumpul di tengah lapangan dan lulus dengan bahagia. Nana dan Baekhyun sudah tidak diragukan lagi, mereka berdua lulus dengan nilai sempurna. Dan entah kebetulan atau apa, mereka berencana melanjutkan study di universitas ternama yang sama yang masih di kota Seoul. Jia juga lulus dengan nilai yang cukup bagus, meski ia masih bingung menentukan universitas yang akan ia pilih. Berbeda dengan Chanyeol yang tekadnya telah kuat, selepas kelulusan ia akan segera menyusul kedua orang tuanya yang baru saja pindah ke Jepang, lalu melanjutkan study nya disana sebagai persiapan melanjutkan bisnis keluarganya kelak.

~*~

Hari keberangkatan Chanyeol ke Jepang pun tiba. Chanyeol berangkat ke bandara dengan diantar oleh Nana, Jia, Baekhyun, Nyonya Kim ibu Jia, dan tidak lupa orang tua Nana. Mereka berkumpul di restoran bandara dan menunggu keberangkatan pesawat.

"Nah.. Yeollie, tidak terasa kau sudah dewasa ya. Hati-hatilah selama perjalanan. Dan segera hubungi kami setelah kau sampai di sana, ya?" Nasihat tuan Park, ayah Nana, sembari menepuk-nepuk bahu Chanyeol. Beliau memang telah menganggap Chanyeol sebagai anaknya sendiri, karena dulu keluarga mereka pernah bertetangga dengan baik, dan Chanyeol kecil sering bermain bersama Nana kecil.

"Ne, ahjussi." Angguk Chanyeol.

"Yaksok? Begitu sampai, hubungi kami!" Nana menambahkan.

"Geurae.." Lagi-lagi Chanyeol mencubit pipi Nana dan membuatnya cemberut.

"Haha.. Sejak kecil Nana memang tidak pernah suka jika pipinya di cubit Yeolli. Ia selalu mengadukannya sepulang bermain! Hihi.." Kali ini Nyonya Park mengenang masa kecil anaknya dan membuat semua larut dalam gelak tawa.

"Eh, lihatlah, pesawat Chanyeol akan segera berangkat." Nyonya Kim melirik jam tangannya. "Sebaiknya kita segera bersiap-siap. Jia ya, tunggu ya.. Eomma akan membayar makanannya dulu. Semuanya, permisi dulu ya.." Pamit Nyonya Kim sembari menyiapkan dompetnya.

"Ah, Nyonya Kim. Tidak enak jika Anda yang membayar semuanya. Biar saya saja yang membayarnya." Pinta Tuan Park.

"Tidak enak juga jika tuan Park yang membayar semuanya. Bagaimana jika kita membayarnya bersama-sama saja?" Usul Nyonya Kim kemudian.

"Ide yang bagus. Mari, Nyonya Kim!" Tuan Park pun menyetujuinya. "Chagiya, kau ikut?"

"Geurae, yeobo." Jawab Nyonya Park.

"Mari."
Ketiganya pun pergi, dan meninggalkan kedua putrinya (Jia dan Nana) bersama Chanyeol dan Baekhyun.

"Kau diam saja?" Bisik Nana mensikut lengan Baekhyun yang duduk di sampingnya.

"Aku hanya canggung saja. Hehe.." Jawab Baekhyun.

"Dan seperti ini lah.." Chanyeol melayangkan punggungnya ke sandaran kursi yang ia duduki.

"Ya, seperti ini." Nana tersenyum menimpali.

"Iya." Chanyeol membalas senyuman Nana. Entahlah. Ada percakapan bisu yang sepertinya hanya di mengerti oleh Chanyeol dan Nana.

"Ya,  chagiya, kenapa kau diam saja?" Tanya Chanyeol kemudian yang menyadari gelagat aneh dari kekasihnya. Jia kini lebih banyak diam, tidak seperti biasanya.

"Ada apa Jia ya?" Cemas Nana.

"Namja chinguku akan pergi, bagaimana bisa aku berkata bahwa tidak ada apa-apa?!" Akhirnya Jia angkat bicara.

"Oh.. Itu.." Ucap Chanyeol ringan.

"He? Kenapa kau bisa bersikap sebiasa itu, huh?! Apa kau memang senang bisa pergi jauh dariku? Huh?!" 'Plak!!' Dan sebuah pukulan Jia layangkan ke dada Chanyeol.

"Kya.. Appo.." Rengek Chanyeol manja.

"Jia-sii, tenanglah. Bukankah Chanyeol telah berjanji padamu untuk kembali? Seorang namja sejati akan menepati janjinya. Jadi, kau tidak perlu khawatir." Baekhyun mencoba menenangkan.

"Baekhyun benar, chagi." Chanyeol tersenyum senang seolah mendapat pembelaan. "Dan Baekhyun sii, sebagai namja sejati, aku memintamu untuk menjaga kedua gadis ini. Mereka sangat berharga bagiku. Tolong Jaga Nana, aku percaya kau bisa melakukannya dengan baik dan senang hati tanpa perlu ku minta. Kau tahu, dia hanya terlihat seperti kuat dari luar, tapi sebenarnya ia hanya seorang putri kecil yang terlalu berani dan terkadang membahayakan dirinya sendiri! Haha.." Chanyeol mencolek ujung hidung Nana. "Aniyo aniyo.. Pffft.. Aku bercanda, maksudku kau memang gadis yang hebat! Dan untuk Jia, tolong jangan kalian biarkan ia meluncur dari atap lagi! Haha.." Tambah Chanyeol lagi dan membuat semua tertawa.

"Anak-anak, ayo cepat.. Pesawatnya akan segera berangkat!" Seru Nyonya Kim. Mereka berempat pun segera bersiap.

"Sebentar lagi." Chanyeol menahan lengan Jia yang hampir bangkit dari kursinya. "Sebentar lagi." Ucapnya lagi. Jia pun duduk kembali. Sementara Nana dan Baekhyun pergi dan membiarkan mereka menghabiskan waktunya berdua.
Hingga Nana dan Baekhyun melewati pintu restoran, namun Jia dan Chanyeol belum terlihat menyusul juga.

"Aish.. Apa Chanyeol ingin melewatkan penerbangannya lagi?" Gerutu Nana. Akhirnya ia memutuskan untuk berbalik menyusul Chanyeol dan Jia di restoran. Namun saat ia baru saja membalikan badannya, satu langkah kaki pun urung ia lakukan. Dari luar jendela besar restoran, terlihat jelas meja tempat mereka duduk tadi. Nana melihatnya. Chanyeol dan Jia masih duduk disana. Dan sebuah kecupan perpisahan Chanyeol tinggalkan di bibir Jia. Cukup lama Nana menyaksikannya sampai sebuah tangan menutup matanya dari belakang dan memutar tubuh Nana hingga berhadapan dengan dadanya. Dipeluknya tubuh Nana. "Nan gwaenchanayo, Baekhyun ah." Ucap Nana.

...

Pesawat Chanyeol telah lepas landas. Seluruh kerabat yang ikut mengantar kini pulang ke rumah masing-masing.

"Permisi, Ahjussi. Bolehkah aku mengajak Nana berjalan-jalan sebentar di danau bersamaku? Lalu akan ku antar Nana pulang." Tanya Baekhyun.
Nana terkejut, ini kali pertama Baekhyun berbicara dengan ayahnya.

"Apa aku bisa mempercayaimu?" Tanya tuan Park yang belum terlalu mengenal Baekhun karena kesibukannya.

'Deg!' Baekhyun semakin tegang saja.

"Appa.." "Yeobo.." Ucap Nana dan Nyonya Park bersamaan.

"Tentu, Ahjussi." Yakin Baekhyun.

"Bagus." Tuan Park terseyum. Sebenarnya ia tidak bersungguh-sungguh dengan pertanyaanya tadi. Namun kini ia menemukan pribadi Baekhyun yang optimis dan bertanggung jawab. "Nana boleh pergi bersamamu." Lanjutnya lagi.

...

Baekhyun mengajak Nana pergi ke danau. Sekedar mencoba membuat Nana lupa pada apa yang ia lihat di dalam restoran bandara tadi.

"Neon gwaenchanayo?" Tanya Baekhyun.

"Apa aku terlihat seperti tidak baik-baik saja?" Nana balik bertanya.

"..." Baekhun menggeleng.

"Kau lihat? Aku baik-baik saja." Tegas Nana.

Hening, mereka duduk di rerumputan dan memandang danau yang terbentang luas dihadapan mereka. Bakung bakung mengambang, berapa ekor kodok terlihat berlayar diatas daun teratai.

Nana mengambil sebuah kerikil, lalu ia lemparkan ke danau.
"Baekhyun ah, apa kau tahu? Didunia ini hanya ada 1 cinta. Tapi jalannya berbeda." Ucap Nana memecah keheningan.

"Aku tidak tahu. Jalan cinta seperti apa?"

Nana mengambil dua buah kerikil di tangan kanannya. "Ada cinta yang indah. Mereka tahu mereka saling mencintai, dan hidup bersama." Dilemparnya dua kerikil itu ke tengah danau secara bersamaan.
Lalu ia kembali mengambil sebuah kerikil di tangan kanan, dan sebuah kerikil lagi di tangan kiri. "Lalu ada cinta yang rumit, mereka tidak tahu siapa yang mereka cintai." Dilemparnya kedua batu itu ke danau secara menyamping, hingga ke duanya berjauhan.
"sama halnya dengan namja ceroboh bernama Park Chanyeol yang baru saja meretakkan hatiku! Ish.. Bagaimana bisa ia keliru dan mengira bahwa ia mencintaiku, padahal tidak. Ugh! Untung saja ia adalah sahabatku! Kalau bukan, pasti ia sudah babak belur saat ini!! Kkkk..." Celoteh Nana.

"Uwah.. Jika Chanyeol bukan sahabatmu, apa kau akan memukul Chanyeol?" Tanya Baekhyun terkejut..

"Eh? Um.. Tentu tidak! Kau kan yang akan memukulnya untukku! Hehe.."

"Lalu ada cinta yang penuh pengorbanan. Seperti bagaimana Jia telah berkorban selama ini. Jalan cinta tidak selalu indah. Ada juga cinta yang menyedihkan. Seperti bagaimana kedua orangtuaku yang selalu bertengkar seolah lupa bahwa mereka saling mencintai. Tapi bagaimanapun, pada akhirnya cinta adalah 1, selalu membawa kebahagiaan. Lihatlah, Jia telah mendapatkan buah yang manis dari pengorbanannya selama ini. Ia telah mendapatkan cintanya. Dan Park Chanyeol yang rumit juga akhirnya sudah bisa menyadari cintanya. Lalu kedua orang tuaku, karena cinta, kini mereka berusaha memperbaiki semuanya dan semua sekarang terasa lebih indah! Senangnyaaaa.." Nana tersenyum bahagia.

"Kau melupakan sesuatu. Lalu, bagaimana dengan dirimu? Jalan cintamu?" Tanya Baekhyun lagi.

"Aku? Aku cukup bahagia dikelilingi dengan cinta yang indah. Meski tidak bisa mendapatkan cinta pertama masa kecilku (Chanyeol), tapi aku sangat lega dengan semua yang terjadi. Aku banyak belajar, dan akhirnya aku bisa mengerti sesuatu. Kau benar Baekhyun ah. Seperti bintang. Pasti ada satu cinta yang indah untukku."

"Bagus. Jadi, sekarang kau mengerti?"

"Eung! Aku mengerti dan aku tahu. Tidak, maksudku aku yakin!" Tambah Nana penuh rasa percaya diri.

"Apa yang kau yakini?" Tanya BaekHyun, kali ini ia menjadi lebih penasaran.

"Tentang bintang itu. Ia memang nyata. Setelah semua yang terjadi, perubahan di sana-sini, ada satu hal yang tidak berubah. Yaitu kau, kau selalu ada untukku. Ku rasa sekarang aku bisa melihat bintang itu." Nana tersenyum. Matanya menatap lekat mata BaekHyun yang sejak sepersekian detik yang lalu berbinar menunduk menatap kepalan tangannya sendiri.
Ah, laki-laki itu masih belum berubah saja. Ia masih lelaki kecil yang tidak berani mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya.

Senyum Nana mulai memudar, 'Ah, apa yang ku harapkan?!' Batinnya. 'Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Belum tentu BaekHyun benar-benar menyukaiku. Namja ini kan memang bersikap baik kepada semua orang!' Batinnya terus berkelumit.
"Jadi, terimakasih untuk semuanya!" Nana membungkuk dengan hormat, lalu hendak pergi karena merasa tidak nyaman atas ucapannya sendiri.

"Eh?" BaekHyun menangkat kepalanya. Matanya menangkap punggung Nana yang berjalan pelan menjauhinya. Tampaknya ia sedang mengumpulkan keberaniannya, kepalan tangannya semakin kuat. "Nana ya!" Panggil BaekHyun, sebenarnya terdengar seperti meneriaki.

"Eh?" Yang di panggil menoleh. 'Apa ucapanku tadi keterlaluan?' Fikir Nana sejenak, sembari menunggu BaekHyun yang kini berlari ke arahnya.

BaekHyun menggengga kedua tangan Nana.
"Setelah sama-sama lolos seleksi masuk universitas, ..." Kalimat BaekHyun menggantung. Ia menunduk sejenak.

"Ya?" Nana memirngkan kepala, mencoba mencari kata yang mungkin masih tersembunyi di balik mulut BaekHyun.

"Mari kita menikah!" Ucap BaekHyun dengan mantap. Matanya menatap tepat bola mata Nana dengan penuh rasa percaya diri dan permohonan yang tulus.

"Eh?" Nana terlonjak kaget. Ini memang kalimat yang sangat ia dambakan, hanya saja ia tidak percaya bisa mendengarnya secepat ini.

"Aku bersungguh-sungguh. Setelah lolos seleksi masuk universitas, mari kita menikah. Aku akan belajar dengan giat hingga lulus, aku juga sudah merencanakan sebuah bisnis kecil di kedai di taman kota. Lalu, mari kita tinggal di distrik -" Kata-katanya terpotong.

"Eh???!! Ke kenapa begitu mendadak?!" Seru Nana.

"Entahlah, dengan optimis aku sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Aku benar-benar ingin menghabiskan sisa hidupku bersama orang yang sangat ku cintai. Apa kau tidak keberatan?" Tanya BaekHyun begitu enteng.

"Ta tapi, bukankah sebaiknya wisuda dulu baru menikah?!" Usul Nana.

"Menikah, lalu wisuda. Melebarkan sayap bisnis, baru membuat program kehamilan. Telah ku persiapkan. Tinggal kita diskusikan." BaekHyun kembali memaparkan rencananya. Tidak di kira, namja semuda itu begitu penuh perencanaan dan persiapan.

"Ta tapi," Nana masih menimang.

"Tidak mau menikah denganku ya?" BaekHyun menegaskan pertanyaannya.

'Plak!' Sebuah pukulan mendarat di dada BaekHyun.
"Babo! Tentu saja aku mau! Sangat mau!!" Tegas Nana.

"Baiklah," BaekHyun merangkul bahu Nana, lalu menuntunnya berjalan meninggalkan danau.

"Ta tapi, apa itu tidak terlalu cepat?!" tanya Nana.

"Aku belum membeli sofa untuk ruang tamu kita. Sepertinya akan lebih bagus jika kau yang memilih!" Celoteh BaekHyun tanpa menghiraukan pertanyaan Nana barusan.

"E eeh?!!!" Pekik Nana. Tak bisa dipungkiri, rasa kagetnya jauh dibawah rasa bahagia tak terkira yang kini ia rasakan. Menemukan seseorang yang tepat adalah hadiah terbaik dalam hidup. Tak kan ia sia-siakan lagi,  tak kan ia biarkan hilang.

Ck, namja yang belum cukup berani ternyata. Ia tidak berani (gengsi) mengungkapkan gejolak kebahagiaan yang kini mendera hatinya, seluruh jasadnya. Bersamaan dengan langkah awal membangun semua mimpinya, ia berjanji untuk tetap menjaga impiannya (Park Nana) dalam bahagia.

-END-

**** Epilog
Semua orang memiliki kebahagiannya masing-masing. Jalan yang saling bersangkutan, mungkin terkadang bersenggolan, hingga tersungkur dan terluka. Tapi ujungnya, tetap membawa petualangnya pada kebahagiaannya masing-masing. Bagaimana pun caranya.

Note: Terimakasih untuk kamu, yang sudah menyempatkan membaca ff ini. Kritik dan saran sangat diharapkan.
Mohon tidak mencopy sebagian atau keseluruhan tulisan ini tanpa menyertakan cr jelas.
Sekali lagi, terimakasih! ^^
Readmore → Soulmate Part 4 [END]