Wednesday, February 24, 2016

Soulmate Part 4 [END]


Soulmate Part 4 [END]


|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : 4 Shoot || 

|| Rating : T || 

|| Genre : Romance, Friendship, Family || 

|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Cahn Yeol EXO||

|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||

** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate. Ini menjadi part terakhir, ending.
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).

Happy Reading!! ^^

|| Bagian 4 ||

[Sebelumnya]

Chanyeol mengantarkan Nana pulang dari rumah sakit dan lalu mereka berbicara mengenai perasaan yang dalam. Setelah selesai, Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemani Jia yang masih terbaring di rumah sakit.

...

|| Bagian 4 ||

Chanyeol berlari sekencang yang ia bisa. Sepertinya ia lupa untuk sekali saja bersikap tenang, setidaknya kini ia sedang berada di koridor rumah sakit.

'Cklek!!' Chanyeol membuka pintu ruang rawat Jia seolah tak sabar ingin menemui sahabatnya itu.

"Jia-Ya!! Aku kemba-.." Kata-kata Chanyeol terputus saat ia melihat seseorang yang sedang menemani Jia di ruang rawatnya. "He? Ahjuma? A anyeong haseyo.. Jeongmal mian, aku tidak tau ahjuma ada disini. Hehe.." Kikuk Chanyeol yang tertunduk karena malu. Sementara Jia hanya tertawa dengan mulut yang penuh dengan buah.

Kini Jia masih terbaring lemah di ruang rawatnya, ditemani dengan ibunya yang sepertinya baru pulang bekerja.

"Ah.. Gwaenchana gwaencahana.." Jawab Nyonya Kim, Ibunya Jia. "Ah, Chan ah.. Jia bilang tadi sebelum ahjuma datang, ada 2 orang teman lainnya yang datang menjenguknya. Benarkah itu? Ah.. sayang sekali ahjuma tidak sempat menemui mereka." Tanya Nyonya Kim.

"Geurae, ahjuma. Tidak apa-apa, mereka mengerti bahwa ahjuma sedang bekerja." Jelas Chanyeol.

"Ah.. seperti itu ya? Dan Chan ah, terimakasih ya sudah bersedia menjaga Jia selama ahjuma bekerja. Tapi sekarang pekerjaan ahjuma sudah selesai, sekarang ahjuma bisa menjaga Jia. Ini juga sudah malam, sebaiknya kau segera pulang sebelum larut. Bukankah besok kau harus bersekolah?"

"Um.. se- sebenarnya aku datang untuk menemui Jia. Ada hal kecil yang ingin aku sampaikan." Chanyeol menjelaskan maksud kedatangannya.
Jia pun mengerti, sepertinya memang ada hal penting yang ingin Chanyeol sampaikan padanya. Dan entah kenapa, Jia merasa akan lebih nyaman jika mereka hanya berbicara berdua saja tanpa ada telinga ketiga (dalam hal ini, Ibunya Jia sendiri) terlebih jika itu menyangkut privasi Chanyeol.

"Eh eh? Ttal? Apa yang ingin kau katakan? Jangan hanya mensikut dan bergumam seperti itu, eomma tidak mengerti.." Kata Nyonya Kim kepada Jia yang sejak beberapa saat lalu tangannya mensikut-sikut lengan ibunya sendiri sembari berbisik tidak jelas. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu namun enggan.

"Aihs.. Eommaaa.." Rengek Jia.

Nyonya Kim tentu saja mengerti dengan gelagat putrinya. Ia faham jika Jia akan lebih nyaman jika Nyonya Kim meninggalkan mereka berdua di ruangan. Batinnya terkekeh kecil. Tapi untuk meninggalkan putri semata wayangnya bersama Chanyeol bukanlah hal yang perlu ia khawatirkan. Ia sudah mengenal bagaimana Chanyeol dan Jia berteman baik sejak lama.

"Ah.. Pfft.. Baiklah, baiklah.. Eomma mengerti. Eomma akan pergi." Nyonya Kim masih terkekeh kecil.

"He? Ah ahjuma sebenarnya tidak perlu pergi jika Ahjuma ingin tetap disini." Chanyeol terlihat masih kikuk.

"Gwaenchanayo.. Ahjuma hanya akan keluar sebentar. Dan kau, Chan ah., semoga sukses!" Goda Nyonya Kim saat ia melewati Chanyeol yang masih saja berdiri di depan pintu.

Pipi Chanyeol terlihat memerah karena malu, dan lagi-lagi Jia hanya tertawa kecil. Tapi tak berselang lama, tawa Jia hilang. Jia melihat sebuah cincin bertengger di jari manis Chanyeol. Jia tahu persis bahwa itu adalah cincin couple yang tempo hari mereka beli untuk Nana.

"Chukkae." Ucap Jia tak bersemangat.

"Ne?" Chanyeol heran, lalu melihat cincin yang dikenakannya. "Ah.. maksudmu cincin ini? Um.. Nana baru saja menolakku." Jawab Chanyeol lalu duduk di kursi disamping tempat Jia berbaring.

"Mw mwo?" Jia tersentak dan berusaha bangkit dari tudurnya, namun "Ah aww!" Ia terlalu lemah.

"Kya.. Apa yang kau lakukan?! Dokter menyuruhmu jangan banyak bergerak! Pecicilan!" Nasihat Chanyeol.

"Neon Gwaenchana?" Tanya Jia. Bahkan dalam kondisinya yang seperti ini pun ia masih memikirkan Chanyeol.

"Nan gwaenchanayo. Better than fine." Chanyeol tersenyum tenang.

"Geurae! Masih ada kesempatan lain! Mari kita berusaha lagi!" Seru Jia sembari mengangkat lengan Chanyeol tinggi-tinggi.

"Ani aniyo.." Chanyeol menggenggam tangan Jia. "Sudah cukup, Jia ya. cukup."

"He? Kau ingin menyerah begitu saja?" 

"Tidak. Aku sama sekali tidak menyerah. Tapi aku sadar. Apa yang harus ku perjuangkan dan apa yang harus ku relakan."

"..." Jia tidak mengerti.

"Nana yang menyadarkan ku. Bahwa gadis yang selalu ku fikirkan, ku khawatirkan, ku lindungi dan tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, gadis yang membuatku merasa tidak bisa melakukan apapun tanpanya,  gadis paling berharga, gadis yang selama ini bersembunyi di hatiku, itu adalah ... kau. Kau, Kim Jia, kau." Ucap Chanyeol meyakinkan. Sampai-sampai Jia terharu mendengarnya. Air mata Jia sedikit mengalir meski telah ia tahan. "Aku tidak tahu apakah ini sudah terlambat atau belum. Tapi aku tidak pernah merasa seyakin ini. Jia-ya, aku menyayangimu. Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman sekelas yang selalu mengajariku materi pelajaran. Aku menyayangimu lebih dari teman bermain yang selalu menemaniku selama ini. Aku menyayangimu lebih dari .. Kau mengerti? Lihatlah mataku! Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman biasa, aku menyayangimu lebih dari sahabat biasa. Saat aku melihatmu, aku menemukan banyak kedamaian. Aku.. aku, aku benar-benar menyayangimu. Aku mencintaimu." Ucap Chanyeol begitu yakin. "Maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya Chanyeol sejurus kemudian, meski ia ragu jika setelah apa yang ia ucapkan ini apakah Jia akan tetap bersedia berteman dengannnya.

Jia masih terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Bukankah ini yang selama ini ia nantikan? Tapi ketika saatnya telah tiba, ia terlalu bahagia bahkan untuk mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama dengan Chanyeol. Jia berusaha bangkit untuk duduk. "Lebih dari apapun, kau bilang kau menyayangiku lebih dari apapun?" Tanya Jia.

Chanyeol mengangguk. "Mian, Aku tidak bisa menahan diriku. Aku tahu mungkin ini mengejutkanmu, tapi aku hanya ingin kau tahu bahwa aku.." Ucapan Chanyeol terputus ketika Jia memeluk Chanyeol begitu erat.

"Aku tahu. Aku tahu." Ucap Jia. "Nado saranghae.." Jawab Jia kemudian. Sontak saja itu membuat Chanyeol terkejut sekaligus bahagia.

"Kau, Kau mencintaiku? Haha.. Aku tahu aku bodoh. Tidak pernah bisa menyadari ini sejak awal. Betapa bodohnya aku. Aku tahu aku bodoh." Aku Chanyeol sembari membalas pelukan Jia.

"Aku juga."

"Andwaeyo, kau sama sekali tidak bodoh."

"A aniya, maksudku aku juga tahu bahwa kau bodoh." Ejek Jia.

"Kya!! Chagiya!!" Sengit Chanyeol.

"Pfft.. Ah.. Masa remaja." Sepertinya Nyonya Kim harus segera mengakui bahwa putrinya, Jia, memang telah beranjak remaja. Ia terkekeh geli, namun juha terharu melihat -mengintip- adegan manis di dalam ruang rawat Jia.


~*~

Hari-hari berlalu. Kini Jia telah sembuh dan dapat kembali ke sekolah. Chanyeol yang tempo lalu menunda keberangkatannya ke Jepang karena Jia, kini ia sedang melakukan banyak persiapan yang lebih matang untuk pergi ke Jepang dan melanjutkan study nya disana. Ya, mereka bertiga masih selalu belajar bersama, Jia, Chanyeol, dan Nana. Sikap Chanyeol pada Nana masih sama seperti biasanya, manis dan menggemaskan. Tapi kali ini Chanyeol harus lebih berhati-hati dan lebih menjaga perasaan Jia, kekasihnya. Nana sendiri tidak merasa canggung dengan hal itu. Nana kini lebih merasa tenang dengan kepastian yang selama ini menjadi tanda tanya besar di hatinya. Meski akhirnya Chanyeol tidak bersamanya, tetapi Nana tetap bahagia bersahabat selamanya dengan Chanyeol dan Jia. Kebahagiaannya bertambah tidak terkira dengan hubungan kedua orang tuanya yang semakin hari semakin membaik. Meski belum seharmonis keluarga bahagia yang dicanangkan pemerintah, namun mereka masih dan akan tetap berusaha.

Dan Byun Baekhyun, namja itu masih tidak berubah. Masih menjadi bintang yang bersembunyi di balik kabut. Mencintai Nana secara diam-diam. Menemani Nana setiap harinya, membaca buku di perpustakaan, memakan bekal di atap sekolah, menonton dvd bersama, terkadang pergi berpiknik bersama, dan tidak penting hal apapun yang mereka lakukan, tapi point kebersamaannya lah yang mereka nikmati.

~*~ 6 months latter ~*~

Akhir semester tiba. Semua siswa berkumpul di tengah lapangan dan lulus dengan bahagia. Nana dan Baekhyun sudah tidak diragukan lagi, mereka berdua lulus dengan nilai sempurna. Dan entah kebetulan atau apa, mereka berencana melanjutkan study di universitas ternama yang sama yang masih di kota Seoul. Jia juga lulus dengan nilai yang cukup bagus, meski ia masih bingung menentukan universitas yang akan ia pilih. Berbeda dengan Chanyeol yang tekadnya telah kuat, selepas kelulusan ia akan segera menyusul kedua orang tuanya yang baru saja pindah ke Jepang, lalu melanjutkan study nya disana sebagai persiapan melanjutkan bisnis keluarganya kelak.

~*~

Hari keberangkatan Chanyeol ke Jepang pun tiba. Chanyeol berangkat ke bandara dengan diantar oleh Nana, Jia, Baekhyun, Nyonya Kim ibu Jia, dan tidak lupa orang tua Nana. Mereka berkumpul di restoran bandara dan menunggu keberangkatan pesawat.

"Nah.. Yeollie, tidak terasa kau sudah dewasa ya. Hati-hatilah selama perjalanan. Dan segera hubungi kami setelah kau sampai di sana, ya?" Nasihat tuan Park, ayah Nana, sembari menepuk-nepuk bahu Chanyeol. Beliau memang telah menganggap Chanyeol sebagai anaknya sendiri, karena dulu keluarga mereka pernah bertetangga dengan baik, dan Chanyeol kecil sering bermain bersama Nana kecil.

"Ne, ahjussi." Angguk Chanyeol.

"Yaksok? Begitu sampai, hubungi kami!" Nana menambahkan.

"Geurae.." Lagi-lagi Chanyeol mencubit pipi Nana dan membuatnya cemberut.

"Haha.. Sejak kecil Nana memang tidak pernah suka jika pipinya di cubit Yeolli. Ia selalu mengadukannya sepulang bermain! Hihi.." Kali ini Nyonya Park mengenang masa kecil anaknya dan membuat semua larut dalam gelak tawa.

"Eh, lihatlah, pesawat Chanyeol akan segera berangkat." Nyonya Kim melirik jam tangannya. "Sebaiknya kita segera bersiap-siap. Jia ya, tunggu ya.. Eomma akan membayar makanannya dulu. Semuanya, permisi dulu ya.." Pamit Nyonya Kim sembari menyiapkan dompetnya.

"Ah, Nyonya Kim. Tidak enak jika Anda yang membayar semuanya. Biar saya saja yang membayarnya." Pinta Tuan Park.

"Tidak enak juga jika tuan Park yang membayar semuanya. Bagaimana jika kita membayarnya bersama-sama saja?" Usul Nyonya Kim kemudian.

"Ide yang bagus. Mari, Nyonya Kim!" Tuan Park pun menyetujuinya. "Chagiya, kau ikut?"

"Geurae, yeobo." Jawab Nyonya Park.

"Mari."
Ketiganya pun pergi, dan meninggalkan kedua putrinya (Jia dan Nana) bersama Chanyeol dan Baekhyun.

"Kau diam saja?" Bisik Nana mensikut lengan Baekhyun yang duduk di sampingnya.

"Aku hanya canggung saja. Hehe.." Jawab Baekhyun.

"Dan seperti ini lah.." Chanyeol melayangkan punggungnya ke sandaran kursi yang ia duduki.

"Ya, seperti ini." Nana tersenyum menimpali.

"Iya." Chanyeol membalas senyuman Nana. Entahlah. Ada percakapan bisu yang sepertinya hanya di mengerti oleh Chanyeol dan Nana.

"Ya,  chagiya, kenapa kau diam saja?" Tanya Chanyeol kemudian yang menyadari gelagat aneh dari kekasihnya. Jia kini lebih banyak diam, tidak seperti biasanya.

"Ada apa Jia ya?" Cemas Nana.

"Namja chinguku akan pergi, bagaimana bisa aku berkata bahwa tidak ada apa-apa?!" Akhirnya Jia angkat bicara.

"Oh.. Itu.." Ucap Chanyeol ringan.

"He? Kenapa kau bisa bersikap sebiasa itu, huh?! Apa kau memang senang bisa pergi jauh dariku? Huh?!" 'Plak!!' Dan sebuah pukulan Jia layangkan ke dada Chanyeol.

"Kya.. Appo.." Rengek Chanyeol manja.

"Jia-sii, tenanglah. Bukankah Chanyeol telah berjanji padamu untuk kembali? Seorang namja sejati akan menepati janjinya. Jadi, kau tidak perlu khawatir." Baekhyun mencoba menenangkan.

"Baekhyun benar, chagi." Chanyeol tersenyum senang seolah mendapat pembelaan. "Dan Baekhyun sii, sebagai namja sejati, aku memintamu untuk menjaga kedua gadis ini. Mereka sangat berharga bagiku. Tolong Jaga Nana, aku percaya kau bisa melakukannya dengan baik dan senang hati tanpa perlu ku minta. Kau tahu, dia hanya terlihat seperti kuat dari luar, tapi sebenarnya ia hanya seorang putri kecil yang terlalu berani dan terkadang membahayakan dirinya sendiri! Haha.." Chanyeol mencolek ujung hidung Nana. "Aniyo aniyo.. Pffft.. Aku bercanda, maksudku kau memang gadis yang hebat! Dan untuk Jia, tolong jangan kalian biarkan ia meluncur dari atap lagi! Haha.." Tambah Chanyeol lagi dan membuat semua tertawa.

"Anak-anak, ayo cepat.. Pesawatnya akan segera berangkat!" Seru Nyonya Kim. Mereka berempat pun segera bersiap.

"Sebentar lagi." Chanyeol menahan lengan Jia yang hampir bangkit dari kursinya. "Sebentar lagi." Ucapnya lagi. Jia pun duduk kembali. Sementara Nana dan Baekhyun pergi dan membiarkan mereka menghabiskan waktunya berdua.
Hingga Nana dan Baekhyun melewati pintu restoran, namun Jia dan Chanyeol belum terlihat menyusul juga.

"Aish.. Apa Chanyeol ingin melewatkan penerbangannya lagi?" Gerutu Nana. Akhirnya ia memutuskan untuk berbalik menyusul Chanyeol dan Jia di restoran. Namun saat ia baru saja membalikan badannya, satu langkah kaki pun urung ia lakukan. Dari luar jendela besar restoran, terlihat jelas meja tempat mereka duduk tadi. Nana melihatnya. Chanyeol dan Jia masih duduk disana. Dan sebuah kecupan perpisahan Chanyeol tinggalkan di bibir Jia. Cukup lama Nana menyaksikannya sampai sebuah tangan menutup matanya dari belakang dan memutar tubuh Nana hingga berhadapan dengan dadanya. Dipeluknya tubuh Nana. "Nan gwaenchanayo, Baekhyun ah." Ucap Nana.

...

Pesawat Chanyeol telah lepas landas. Seluruh kerabat yang ikut mengantar kini pulang ke rumah masing-masing.

"Permisi, Ahjussi. Bolehkah aku mengajak Nana berjalan-jalan sebentar di danau bersamaku? Lalu akan ku antar Nana pulang." Tanya Baekhyun.
Nana terkejut, ini kali pertama Baekhyun berbicara dengan ayahnya.

"Apa aku bisa mempercayaimu?" Tanya tuan Park yang belum terlalu mengenal Baekhun karena kesibukannya.

'Deg!' Baekhyun semakin tegang saja.

"Appa.." "Yeobo.." Ucap Nana dan Nyonya Park bersamaan.

"Tentu, Ahjussi." Yakin Baekhyun.

"Bagus." Tuan Park terseyum. Sebenarnya ia tidak bersungguh-sungguh dengan pertanyaanya tadi. Namun kini ia menemukan pribadi Baekhyun yang optimis dan bertanggung jawab. "Nana boleh pergi bersamamu." Lanjutnya lagi.

...

Baekhyun mengajak Nana pergi ke danau. Sekedar mencoba membuat Nana lupa pada apa yang ia lihat di dalam restoran bandara tadi.

"Neon gwaenchanayo?" Tanya Baekhyun.

"Apa aku terlihat seperti tidak baik-baik saja?" Nana balik bertanya.

"..." Baekhun menggeleng.

"Kau lihat? Aku baik-baik saja." Tegas Nana.

Hening, mereka duduk di rerumputan dan memandang danau yang terbentang luas dihadapan mereka. Bakung bakung mengambang, berapa ekor kodok terlihat berlayar diatas daun teratai.

Nana mengambil sebuah kerikil, lalu ia lemparkan ke danau.
"Baekhyun ah, apa kau tahu? Didunia ini hanya ada 1 cinta. Tapi jalannya berbeda." Ucap Nana memecah keheningan.

"Aku tidak tahu. Jalan cinta seperti apa?"

Nana mengambil dua buah kerikil di tangan kanannya. "Ada cinta yang indah. Mereka tahu mereka saling mencintai, dan hidup bersama." Dilemparnya dua kerikil itu ke tengah danau secara bersamaan.
Lalu ia kembali mengambil sebuah kerikil di tangan kanan, dan sebuah kerikil lagi di tangan kiri. "Lalu ada cinta yang rumit, mereka tidak tahu siapa yang mereka cintai." Dilemparnya kedua batu itu ke danau secara menyamping, hingga ke duanya berjauhan.
"sama halnya dengan namja ceroboh bernama Park Chanyeol yang baru saja meretakkan hatiku! Ish.. Bagaimana bisa ia keliru dan mengira bahwa ia mencintaiku, padahal tidak. Ugh! Untung saja ia adalah sahabatku! Kalau bukan, pasti ia sudah babak belur saat ini!! Kkkk..." Celoteh Nana.

"Uwah.. Jika Chanyeol bukan sahabatmu, apa kau akan memukul Chanyeol?" Tanya Baekhyun terkejut..

"Eh? Um.. Tentu tidak! Kau kan yang akan memukulnya untukku! Hehe.."

"Lalu ada cinta yang penuh pengorbanan. Seperti bagaimana Jia telah berkorban selama ini. Jalan cinta tidak selalu indah. Ada juga cinta yang menyedihkan. Seperti bagaimana kedua orangtuaku yang selalu bertengkar seolah lupa bahwa mereka saling mencintai. Tapi bagaimanapun, pada akhirnya cinta adalah 1, selalu membawa kebahagiaan. Lihatlah, Jia telah mendapatkan buah yang manis dari pengorbanannya selama ini. Ia telah mendapatkan cintanya. Dan Park Chanyeol yang rumit juga akhirnya sudah bisa menyadari cintanya. Lalu kedua orang tuaku, karena cinta, kini mereka berusaha memperbaiki semuanya dan semua sekarang terasa lebih indah! Senangnyaaaa.." Nana tersenyum bahagia.

"Kau melupakan sesuatu. Lalu, bagaimana dengan dirimu? Jalan cintamu?" Tanya Baekhyun lagi.

"Aku? Aku cukup bahagia dikelilingi dengan cinta yang indah. Meski tidak bisa mendapatkan cinta pertama masa kecilku (Chanyeol), tapi aku sangat lega dengan semua yang terjadi. Aku banyak belajar, dan akhirnya aku bisa mengerti sesuatu. Kau benar Baekhyun ah. Seperti bintang. Pasti ada satu cinta yang indah untukku."

"Bagus. Jadi, sekarang kau mengerti?"

"Eung! Aku mengerti dan aku tahu. Tidak, maksudku aku yakin!" Tambah Nana penuh rasa percaya diri.

"Apa yang kau yakini?" Tanya BaekHyun, kali ini ia menjadi lebih penasaran.

"Tentang bintang itu. Ia memang nyata. Setelah semua yang terjadi, perubahan di sana-sini, ada satu hal yang tidak berubah. Yaitu kau, kau selalu ada untukku. Ku rasa sekarang aku bisa melihat bintang itu." Nana tersenyum. Matanya menatap lekat mata BaekHyun yang sejak sepersekian detik yang lalu berbinar menunduk menatap kepalan tangannya sendiri.
Ah, laki-laki itu masih belum berubah saja. Ia masih lelaki kecil yang tidak berani mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya.

Senyum Nana mulai memudar, 'Ah, apa yang ku harapkan?!' Batinnya. 'Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Belum tentu BaekHyun benar-benar menyukaiku. Namja ini kan memang bersikap baik kepada semua orang!' Batinnya terus berkelumit.
"Jadi, terimakasih untuk semuanya!" Nana membungkuk dengan hormat, lalu hendak pergi karena merasa tidak nyaman atas ucapannya sendiri.

"Eh?" BaekHyun menangkat kepalanya. Matanya menangkap punggung Nana yang berjalan pelan menjauhinya. Tampaknya ia sedang mengumpulkan keberaniannya, kepalan tangannya semakin kuat. "Nana ya!" Panggil BaekHyun, sebenarnya terdengar seperti meneriaki.

"Eh?" Yang di panggil menoleh. 'Apa ucapanku tadi keterlaluan?' Fikir Nana sejenak, sembari menunggu BaekHyun yang kini berlari ke arahnya.

BaekHyun menggengga kedua tangan Nana.
"Setelah sama-sama lolos seleksi masuk universitas, ..." Kalimat BaekHyun menggantung. Ia menunduk sejenak.

"Ya?" Nana memirngkan kepala, mencoba mencari kata yang mungkin masih tersembunyi di balik mulut BaekHyun.

"Mari kita menikah!" Ucap BaekHyun dengan mantap. Matanya menatap tepat bola mata Nana dengan penuh rasa percaya diri dan permohonan yang tulus.

"Eh?" Nana terlonjak kaget. Ini memang kalimat yang sangat ia dambakan, hanya saja ia tidak percaya bisa mendengarnya secepat ini.

"Aku bersungguh-sungguh. Setelah lolos seleksi masuk universitas, mari kita menikah. Aku akan belajar dengan giat hingga lulus, aku juga sudah merencanakan sebuah bisnis kecil di kedai di taman kota. Lalu, mari kita tinggal di distrik -" Kata-katanya terpotong.

"Eh???!! Ke kenapa begitu mendadak?!" Seru Nana.

"Entahlah, dengan optimis aku sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Aku benar-benar ingin menghabiskan sisa hidupku bersama orang yang sangat ku cintai. Apa kau tidak keberatan?" Tanya BaekHyun begitu enteng.

"Ta tapi, bukankah sebaiknya wisuda dulu baru menikah?!" Usul Nana.

"Menikah, lalu wisuda. Melebarkan sayap bisnis, baru membuat program kehamilan. Telah ku persiapkan. Tinggal kita diskusikan." BaekHyun kembali memaparkan rencananya. Tidak di kira, namja semuda itu begitu penuh perencanaan dan persiapan.

"Ta tapi," Nana masih menimang.

"Tidak mau menikah denganku ya?" BaekHyun menegaskan pertanyaannya.

'Plak!' Sebuah pukulan mendarat di dada BaekHyun.
"Babo! Tentu saja aku mau! Sangat mau!!" Tegas Nana.

"Baiklah," BaekHyun merangkul bahu Nana, lalu menuntunnya berjalan meninggalkan danau.

"Ta tapi, apa itu tidak terlalu cepat?!" tanya Nana.

"Aku belum membeli sofa untuk ruang tamu kita. Sepertinya akan lebih bagus jika kau yang memilih!" Celoteh BaekHyun tanpa menghiraukan pertanyaan Nana barusan.

"E eeh?!!!" Pekik Nana. Tak bisa dipungkiri, rasa kagetnya jauh dibawah rasa bahagia tak terkira yang kini ia rasakan. Menemukan seseorang yang tepat adalah hadiah terbaik dalam hidup. Tak kan ia sia-siakan lagi,  tak kan ia biarkan hilang.

Ck, namja yang belum cukup berani ternyata. Ia tidak berani (gengsi) mengungkapkan gejolak kebahagiaan yang kini mendera hatinya, seluruh jasadnya. Bersamaan dengan langkah awal membangun semua mimpinya, ia berjanji untuk tetap menjaga impiannya (Park Nana) dalam bahagia.

-END-

**** Epilog
Semua orang memiliki kebahagiannya masing-masing. Jalan yang saling bersangkutan, mungkin terkadang bersenggolan, hingga tersungkur dan terluka. Tapi ujungnya, tetap membawa petualangnya pada kebahagiaannya masing-masing. Bagaimana pun caranya.

Note: Terimakasih untuk kamu, yang sudah menyempatkan membaca ff ini. Kritik dan saran sangat diharapkan.
Mohon tidak mencopy sebagian atau keseluruhan tulisan ini tanpa menyertakan cr jelas.
Sekali lagi, terimakasih! ^^
Readmore → Soulmate Part 4 [END]

Soulmate part 3 [Mianhae, Saranghae]


Soulmate Part 3 [Mianhae, Saranghae]




|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : 3 / 4 Shoot || 

|| Rating : T || 

|| Genre : Romance, Hurt || 

|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Chan Yeol EXO||

|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||

** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate Part 1 (Annyeong) dan Soulmate Part 2 (Dilemma).
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).
Happy Reading!! ^^



|| Bagian 3 ||

[Sebelumnya]
'Annyeong nege dagawa..' Handphone Nana berbunyi. Nana mengambil jarak dan merogoh hanphone disakunya. Panggilan masuk dari Baekhyun. Chanyeol tidak senang melihatnya.

"Chankaman." Nana berjalan beberapa langkah ke belakang Chanyeol. Chanyeol hanya memerhatikan. Percakapan yang terlihat sangat berat hingga tanpa sadar Nana menjatuhkan Handphonenya.

"Wae?" Tanya Chanyeol khawatir.

"Ji.. jia." Nana tersentak.

...

Soulmate part 3 [Mianhae, Saranghae]

<<<<Flashback
"Jadi, kau tahu ini hari terakhir Chanyeol di sekolah, kenapa kau tidak memanfaatkan waktu-waktu ini?" Tanya Baekhyun.

"Aniyo. Akan lebih berkesan bagi Chanyeol jika ia bersama Jia di hari terakhirnya." Jawab Jia lemas.

" Apa kau sendiri tidak ingin membuat kesan mendalam bersama Chanyeol hari ini." Tanya Baekhyun lagi.

"Aniyo.. um maksudku tidak pernah ada kata cukup untuk menikmati waktu bersamanya. Tapi selama bertahun-tahun ini kami selalu bersama, dan untuk hari ini, biarlah menjadi hari yg spesial baginya."

"Hari yang spesial?"

"Eung! Chanyeol dan Nana. Chanyeol akan mengungkapkan perasaanya hari ini pada Nana. Ia menginginkan sebuah kepastian sebelum ia berangkat. Ia bilang itu akan memberinya semangat lebih untuk kembali lagi nanti." Jelas Jia panjang lebar.
Keduanya sedang membicarakan hal mendalam yang sama-sama mereka sayangkan. Ya, membiarkan orang yang mereka sukai bersama orang lain.

"Ah.. ne. Um a aku akan segera kembali ke kelas. Sepertinya kelas akan segera di mulai." Pamit Baekhyun lalu pergi meninggalkan Jia. Sebenarnya Baekhyun juga pergi untuk menyembunyikan ekspresinya yang kacau saat ini.
Mendengar kelas akan segera di mulai, Jia segera bangkit dan menyusul Baekhyun. Namun malang, kakinya yang terlalu lemas setelah berlari menaiki tangga membuatnya kehilangan keseimbangan untuk bangkit dari duduknya. Jia mulai oleng dan, "Aaaaa!!!" ... 'BRUKK!' Jia jatuh.
Baekhyun menoleh, "Jia!!" Namun Jia telah tak nampak di matanya, Jia jatuh ke sebuah balkon satu lantai dibawah atap sekolah.

...

"Pabo!" Chanyeol mengumpat Jia yang baru siuman dan terbaring lemas di rumah sakit.

"Kya! Sst!" Nana menyikut pinggang Chanyeol. "Jia-ya, Apa kau baik-baik saja?.." Tanya Nana khawatir.

"Caritakan apa yang terjadi!" Buru Chanyeol.

"Ya.. Kau tidak perlu seemosi itu.." Protes Jia.

...

Sepulang dari rumah sakit Nana menolak Chanyeol yang menawarkan dirinya untuk mengantar Nana pulang. Lagi pula sekarang Nana sedang tidak ingin pulang ke rumahnya. Ia menuju suatu tempat yang ia khawatirkan, gedung kesenian kota, tepatnya salah satu studio latihan menari di gedung itu.

...

*Nana P.O.V
"Sudah ku duga kau disini." Sapaku pada Baekhyun yang sedang berlatih menari.
Baekhyun berlatih sangat keras hingga terlihat kelelahan. Wajahnya memerah, keringat bercucuran di tubuh bahkan di rambutnya. Aku menawarkan sebotol minuman.

"Gomawo." Ucap Baekhyun setelah meneguknya. Tapi bukannya beristirahat dan menemaniku duduk, Baekhyun kembali melanjutkan latihannya.

"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri, Baekhyun ah!" Ucapku. Aku mengerti apa yang membuatnya seperti ini.

"Egois dan hanya memikirkan perasaanku sendiri, tanpa peduli apa yang terjadi didisekeliling. Itulah aku." Ucap Baekhyun yang tetap tak berhenti menari.

"Apapun yang kau fikirkan itu tidak benar." Elakku.

"Andai aku lebih melihat ke sekeliling dan tidak membiarkan sesuatu yang buruk terjadi, pasti-"

"Stop it!" Aku bangkit dari dudukku dan membentak Baekhyun.
Baekhyun berhenti dan menatapku kaget. Ini memang pertama kalinya aku meneriakinya seperti ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa membiarkan Baekhyun merasa terbebani dan menghukum dirinya sendiri.
"Dengarkan aku. Geurae, kali ini kau harus lebih memperhatikan sekeliling! Jadi, dengarkan aku." Aku mengunci matanya. "Jia jatuh bukan karena kau. Kau tidak tahu apa-apa dan tidak mengira hal ini akan terjadi. Meskipun kau tidak meninggalkannya seperti tadi, apa kau fikir kau bisa mencegah takdir?" Lanjutku.
Baekhyun menggeleng. "Jadi, ku mohon jangan menyalahkan dan menghukum dirimu sendiri. Tenanglah, besok kita akan menjenguknya." Tambahku mencoba menenangkannya.

...

Siang ini sepulang sekolah aku dan Baekhyun pergi ke rumah sakit menjenguk Jia.
"Kau disini?" Aku melihat Chanyeol yang duduk di samping Jia dan menyuapinya buah. Karena seingatku hari ini adalah hari keberangkatannya ke Jepang.

"Ne." Jawab Chanyeol dengan menunjukan deretan giginya yang rapih.

"Apa kabar, Jia!" Baekhyun langsung meluncur menghampiri Jia.

"Nana-ya, kenapa kau membawanya kesini?" Tanya Chanyeol yang tampak tidak senang melihat Baekhyun. Ia menghampiri Baekhyun dan meremas kerah baju Baekhyun, lalu menyeretnya ke dinding.
Tubuh Chanyeol telah menegang, sementara Baekhyun hanya tertunduk lemas merasa tak berhak melawan.
"Kenapa kau tidak membantunya saat itu? Kenapa kau membiarkannya jatuh, huh?!" Sengit Chanyeol.

"Mi mian.." Baekhyun masih tertunduk lemas.
Lalu ku lihat tangan Chanyeol mulai mengepal.

"Yeolli!" Aku menghampiri mereka dan mencoba melerai. "Berhenti, Chanyeol! Kau tidak boleh membuat keributan disini!" Ucapku cemas. Tapi amarah Chanyeol telah memuncak. Ia mengangkat kepalan tangannya ke atas. Baekhyun menutup matanya bersiap untuk menerima pukulan yang diarahkan ke wajahnya.

"Stop!" Satu teriakan dari Jia, dan waktu seolah berhenti. Chanyeol menghentikan pukulannya yang tinggal berjarak beberapa mm dari wajah Baekhyun. Aku menoleh ke arah Jia, Baekhyun membuka mata dan mengelus dadanya, sementara Chanyeol tertunduk lemas menahan emosinya lalu menghempaskan kepalannya kedinding.
"Ya.. tidak bisakah kalian membuatku tenang? Ayolah.. libur pribadi dari sekolah itu sangat jarang.." Ucap Jia ringan.

Baekhyun menghampiri Jia. Dengan mata yang berkaca-kaca, "Jia-ssi, mi mian.. Jeongmal mian.. Harusnya aku tahu dan lebih memperhatikan sekitar saat itu." Baekhyun memohon.

"Andwae.. jangan merasa bersalah. Ini bukan salahmu. Aku terlalu ceroboh dan ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu hanya karena kebetulan kau ada di tempat yang sama saat itu. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri." Jia tersenyum ramah. Aku tenang melihatnya.

'Pluk' Chanyeol menempatkan tangannya di bahu Baekhyun. Baekhyun menoleh dan kembali tegang.
"Mian." Ucap Chanyeol.
Baekhyun senyum dan mengangguk. Aku semakin tenang melihatnya.
Ruang rawat kini terasa lebih tenang.

*Chanyeol P.O.V
Hari ini Nana dan Baekhyun menjenguk Jia. Nana tampak terkejut melihatku. Karena yang ia tahu adalah hari ini aku akan pindah ke Jepang. Dan ku batalkan perjalananku karena yeoja ceroboh yang menjatuhkan dirinya dari atap sekolah ini.
Aku mengantar Nana pulang setelah hari mulai senja.

"Gomawo." Ucap Nana saat ia turun di depan gerbang rumahnya.

"Ne." Aku bergegas untuk kembali ke rumah sakit, sebenarnya aku tidak tega meninggalkan Jia di rumah sakit seperti ini. Tapi Nana memanggilku dan memintaku untuk berbincang sebentar. Aku pun mengikutinya dan duduk di kursi di beranda rumahnya.

"Ku kira kau sudah berangkat ke Jepang." Ucap Nana.

"um.. Aku menunda keberangkatanku! Hehe.."

"Eum. Arra. Kau tidak akan tenang meninggalkan Jia dalam kondisinya seperti itu kan?" Tebak Jia.

"Geurae. Aish.. Yeoja pengacau itu! Jika saja bukan karena kecerobohannya melukai dirinya sendiri dan membuatku sangat khawatir seperti ini, mungkin sekarang aku sudah berada di Jepang." Jawabku. Ku lihat Nana hanya tersenyum ringan mendengar jawabanku barusan. Eh? Apa ada yang salah? Apa jawabanku tadi terlalu berlebihan?

"Jika saja aku bisa menggantikan posisi Jia, dan aku yang terjatuh saat itu, dan aku juga yang terbaring di rumah sakit saat ini, apa kau akan tetap tinggal disini atau berangkat ke Jepang?" Tanya Nana sejurus kemudian, masih dengan senyum ringan yang sulit ku artikan. Aku terdiam sejenak. "Eottae? Kau akan tetap tinggal?" Tanyanya lagi. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus ku katakan agar tidak terlihat berlebihan lagi dihadapan Nana. "Aku tahu, kau pasti akan tetap tinggal! Karena dalam keadaan tidak sadarkan diri aku akan terus mengigau memanggil-manggil nama mu! Kkk.." Candanya kemudian. Aku ikut tertawa melihatnya. Aku tidak pernah melihat ia banyak bercanda.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" Tanyaku. Aku tahu ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan. "Aku tidak pernah melihat mu banyak memulai topik candaan. Orang-orang terkadang menyembunyikan kekacauan perasaan mereka dengan sebuah tawa." Ucapku.

"Yeolli, ku lihat kau bisa menjadi sangat marah. Sangat marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Bahkan kau meneriaki Jia karena kecerobohannya menyakiti dirinya sendiri, dan kau hampir memukul Baekhyun karena ia tidak bisa menyelamatkan Jia saat itu." Ucap Nana.

"Geurae! Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Jia. Ia adalah sahabat terbaikku." Jawabku.

"Lalu, jika Baekhyun adalah aku, apa kau akan memukulku karena tidak bisa menyelamatkan Jia?" Tanyanya kemudian. Dan kali ini ia benar-benar membungkam mulutku dengan pertanyaannya barusan. Aku tidak tahu bahwa aku bisa benar-benar marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Siapapun.
"Jika harus, pukul saja aku.." Lanjut Nana.

"Kya.." Aku benar-benar tidak nyaman dengan pembicaraan kali ini.

"Kenapa tidak? Pukul saja aku! Asal jangan mencubit pipiku! Hahaha.." Tawa Nana kemudian. Ish.. Yeoja ini benar-benar hampir membuatku panik!

*Chanyeol P.O.V END

Nana dan Chanyeol tertawa bersama.
"Yeolli?"

"Ne?"

"Apa kau ingat saat kecil dulu kita pernah berjanji?" Tanya Nana.

"Kita berjanji untuk menikah saat aku kembali." "Kita berjanji untuk menikah saat kau kembali." Ucap keduanya bersamaan.

"Eh? Haha.. Kau masih mengingatnya?" Nana terkejut dengan ingata Chanyeol yang ternyata masih mengingat kenangan masa kecil mereka dulu.

"Geurae! Tapi bagaimana kita bisa menikah jika pertanyaanku di taman saat itu belum kau jawab juga?" Keluh Chanyeol.

"He? Memangnya kau benar-benar ingin menikahiku? Hihi.. Ayolah Chanyeol, itu hanya janji masa kecil. Dan saat itu kau hanya melihat padaku. Tapi sekarang, " Nana menggantungkan kalimatnya.

"Sekarang?" Chanyeol meminta Nana melanjutkan kalimatnya.

"Sekarang, lupakan sejenak kejadian di taman itu. Lupakan sejenak janji masa kecil kita untuk menikah. Dulu kau masih sangat kecil, kau sama sekali tidak melihat siapapun dan hanya melihat padaku. Sekarang, ada Jia juga dihatimu." Lanjut Nana.

"Apa maksudmu?"

"Yeolli, aku bisa melihatnya. Tolong jangan mengikat dirimu. Jangan memberi ilusi pada dirimu sendiri bahwa hanya karena aku adalah gadis dari masa kecilmu, bukan berarti selamanya hingga tua nanti kau hanya akan melihat padaku. Jadi sekarang, tanpa melihat apapun, jawablah pertanyaanku sesuai dengan hatimu." Pinta Nana. 'Setidaknya inilah yang bisa ku lakukan untuk meyakinkan apa kau benar-benar mencintaiku atau tidak, sebelum akau menerima permintaanmu ditaman saat itu, Yeolli.' Batin Nana.
"Yeolli, kali ini kau cukup jawab dengan hatimu. Tak perlu kau beri tahu aku. Pertama, didunia ini siapa gadis yang tidak akan pernah kau biarkan siapapun melukainya. Fikirkan hanya 1 gadis, tidak lebih." Tanya Nana. Chanyeol terlihat mengerutkan dahinya.

"Tapi, " Sela Chanyeol.

"Hanya 1, Yeolli, 1." Tegas Nana.

"Baiklah."

"Kedua, fikirkan gadis yang selalu hadir di fikiranmu saat kau terbangun bahkan saat tertidur. Gadis yang membuatmu merasa kau tidak bisa melakukan apapun tanpanya. Jika sudah, fikirkan siapa yang pertama akan kau temui untuk mengungkapkan semua yang ingin kau katakan yang tidak bisa kau ucapkan pada orang lain. Kemudian, fikirkan seseorang yang bisa memberimu banyak energi positif. Yang membuatmu nyaman berada didekatnya, tidak peduli sekacau apapun harimu, kau akan tetap bahagia saat didekatnya." Tutur Nana panjang lebar. "Apa kau sudah benar-benar bisa melihat seorang yeoja yang kau cintai?" Tanya Nana kemudian.

Chanyeol tersenyum simpul. Ia bangkit dari kursinya, dan dipeluknya yeoja yang kini berada dihadapannya. Nana yang mendapat pelukan dari Chanyeol pun hanya diam, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada perasaan bahagia dan pengharapan lebih di hati Nana.
"Gomapta, Nana-ya. Gomapta." Ucap Chanyeol. Chanyeol berlutut di hadapan Nana dan menggenggam kedua tangan Nana. "Lama tidak bertemu, kau tidak banyak berubah. Sejak kecil kau selalu bisa memahamiku lebih dari diriku sendiri. Kau benar. Dulu aku hanya melihat padamu, dan sekarang ada Jia di hatiku." Jelas Chanyeol.

Nana tersentak. Bukan itu jawaban yang ia harapkan. Nana fikir jawaban dari semua pertanyaanya yang baru saja ia lontarkan pada Chanyeol adalah dirinya sendiri, ternyata bukan. Namun dibalik kekacauan hatinya, Nana tetap berusaha tersenyum untuk Chanyeol, berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan hatinya.

"Aish.. Tidak tidak! Jia sama sekali tidak menggantikan posisimu dihatiku. Kau tetap Park Nana, sahabat kecilku. Putri manis dari masa kecilku. Yang kini menjelma menjadi putri cantik dihadapanku. Jangan khawatir, aku akan tetap menjadi Yeolli mu. Hanya saja, kini aku juga akan berusaha menjadi namja baik untuk Jia. Gomapta, Nana-ya. Ku rasa kau telah membantuku melihat rahasia dihatiku sendiri. Aku benar-benar bodoh dan tidak bisa menyadarinya sejak awal. Hft.. Nan paboya! Kkk.. Lagi pula namja mana yang tidak akan menjadi bodoh jika berhadapan dengan Nana. Haha.. Lihat saja namja populer disekolah setingkat Baekhyun! Pfft.." Goda Chanyeol kemudian sembari mencubit pipi Nana.

"Kya!" Protes Nana sembari memukul pundak Chanyeol. "Ya, tunggu apa lagi?! Ayo cepat pergi dari sini! Jia pasti sudah menunggumu di rumah sakit!" Usir Nana dengan wajah yang ia buat antagonis dan tangan yang masih memukul-mukul pundak Chanyeol.

"Ya.. aish.. haha.. iya, iya.. Haha.. Aku akan segera pergi. Kau benar, Jia pasti sudah menungguku. Ya.. berhenti.. Haha.." Tawa Chanyeol yang sama sekali tidak terlihat kesakitan mendapat pukulan-pukulan dari Nana. Chanyeol kemudian pergi dan menghilang dibalik gerbang.
Belum sekejap ia pergi, Chanyeol kembali berbalik dan berlari menuju Nana lalu memeluk Nana lagi. "Jeongmal Gomapta.. Sekarang tidak ada alasan lain, pakailah cincin ini!" Cincin yang tempo hari ditolak Nana ditaman kini berhasil Chanyeol lingkarkan di jari manis Nana. "Tidak peduli apapun, sudah ku bilang aku akan tetap menjadi Yeolli kecilmu yang dulu. Kau bisa memanggilku kapan pun kau mau. Karena kita akan tetap bersahabat, kan?" Tanya Chanyeol. Nana menganguk mantap, tetap berusaha menyembunyikan kehancuran di hatinya. Namun air matanya tidak bisa ia tahan lagi. "Ya ya ya.. waeyo? Kenapa kau menangis?" Tanya Chanyeol.

Nana menghambur kepelukan Chanyeol dan membenamkan wajahnya didada Chanyeol. Mencoba mencari kenyamanan didalam sana. "Aku tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Maksudku, aku baru saja menolakmu, dan aku takut kau akan terluka karena hal itu. Tapi ternyata kau menjadi lebih bahagia karena penolakanku. Aku merasa lega." Ucap Nana. Tidak, itu bukan sepenuhnya alasan yang membuatnya menangis.

"Gwaenchana. Nan gwaencahan. Aku juga tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Kau baru saja menolakku, tapi sungguh, aku baik-baik saja. Gomapta. Geokjong hajima, kau sama sekali tidak menyakitiku. Bahkan kau membantuku melihat rahasia didalam hatiku. Kau adalah sahabat terbaikku." Ucap Chanyeol mencoba menenangkan.

" (hanya) Sahabat." Nana tersenyum miris.

"Selamanya." Tambah Chanyeol.

"Selamanya." Timpal Nana.
Chanyeol tersenyum tenang setelah ia memastikan bahwa Nana dalam keadaan (yang Chanyeol kira) baik-baik saja. Canyeol pun pergi, dan kali ini benar-benar pergi.

Tak terasa air mata Nana semakin deras. Senyuman yang ia pertahankan mulai memudar, dagunya bergetar pun bahunya. Namun sekeras apapun Nana menahan isakannya, ia tidak pernah berhasil. Ia menangis sejadi-jadinya. Menatap kosong pada ubin dingin dibawahnya.

"Gadis yang pintar." Ucap seseorang yang entah sejak kapan berdiri dihadapan Nana.

Nana mendongak, "Ia tidak benar-benar mencintaiku." Ucap Nana pada seseorang yang selalu hadir di saat seperti ini. Siapa lagi? Baekhyun tentunya. "Tapi bukan kah itu bagus? Itu artinya aku dan Chanyeol akan selamanya menjadi sahabat baik, saling menjaga satu sama lain, dan tidak saling menyakiti." Lanjut Nana sembari tersenyum, namun tetap dengan mata yang menatap kosong pada ubin. "Aku sering melihat pasangan yang dulunya saling mencintai, lalu mereka hidup bersama, tapi pada akhirnya mereka saling menyakiti satu sama lain. Aku sering melihatnya. Kenapa itu terjadi Baekhyun ah? Kenapa selalu itu terjadi disekitarku? Apa tidak ada cinta yang bahagia untukku?" Celoteh Nana lagi. Ia kembali menangis sejadi-jadinya.

"Kau lihat di atas sana?" Tanya Baekhyun menujuk langit.
Psikologis seseorang yang menangis adalah menunduk. Dan Baekhyun melakukan hal yang tepat saat melihat Nana menangis. Ia tidak meminta Nana untuk berhenti menangis, ia hanya meminta Nana mengangkat kepalanya dan melihat ke atas langit. Dan itu berhasil. Nana terdiam dan mengusap air matanya agar ia bisa melihat dengan jelas ke atas langit yang gelap.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Baekhyun lagi.

"Aku tidak melihat apapun. Hanya langit malam yang gelap. Biasanya selalu ada bintang saat malam hari. Tapi malam ini, langit seperti hatiku. Benar-benar gelap." Jawab Nana melankolis.

"Betapa pun gelapnya, percayalah sekarang di atas sana tetap ada bintang." Tutur Baekhyun.

"Kau melihatnya?" Kali ini Nana yang bertanya.

"Tentu. Aku melihatnya. Seperti aku melihat diriku sendiri." Jawab Baekhyun. "Nana ya, sama seperti bintang, percayalah pasti ada seseorang yang benar-benar mencintaimu. Meski kau belum bisa melihatnya. Dan percayalah, ada cinta yang bahagia untukmu." Lanjut Baekhyun.
Nana pun tersenyum. Kali ini ia menjadi lebih tenang. Baekhyun memang selalu bisa membuat Nana menjadi lebih baik dalam keadaan seperti ini. Mereka beralih duduk diberanda dan menatap langit yang gelap.

Sementara itu, dari balik jendela didalam rumah, dua pasang mata diam-diam tengan memerhatikan Nana dan Baekhyun.

"Chagiya, lihatlah apa yang telah kita lakukan pada anak kita, Nana." Bisik seorang lelaki paru baya.

"Kita telah menjadi orang tua yang sangat buruk dan membiarkan Nana tumbuh dalam keadaan tidak baik. Bagaimana bisa selama ini kita membiarkan hal ini terjadi? Betapa buruknya kita. Kasihan Nana.. Nana ya, jeongmal mianhaeyo.. maafkan eomma.." Lirih wanita bernama Nyonya Park, Ibu Nana, menjawab pertanyaan suaminya barusan.

"Geurae. Chagiya," Tuan Park menggengam lengan Nyonya Park, di pandangnya dalam-dalam manik mata Nyonya Park, mencoba mencari sisa cinta yang mungkin masih tersisa untuknya. "Maukah kau membantuku memperbaiki suatu hal? Memperbaiki rumah tangga kita, mari kita mulai lagi semuanya dari awal. Demi cinta kita, demi saat pertama kita bertemu, demi saat pertama kita saling menyatakan cinta, demi Nana anak kita. Demi keluarga kita." Pinta Tuan Park.

"geurae, yeobo." Air mata Nyonya Park mengalir haru. Mereka tersenyum, lalu saling berpelukan.

"Jadi, setelah semua pertengkaran kita, kau masih saja mencintaiku?" Goda Tuan Park.

"Kya.. Kenapa kau menanyakan hal semacam itu? huh?! Mungkin aku sudah pergi membawa Nana dan mencari suami baru jika aku sudah tidak mencintaimu!" Jawab Nyonya Park gemas sembari mendorong dada Tuan Park yang masih memeluknya.

"Ya! Chagiya! Beberapa detik lalu kita baru saja berbaikan.. Tolong jangan memulai pertengkaran lagi.." Tuan Park memijat-mijat dahinya sendiri.

"Aku? memulai pertengkaran?! Kau yang memulainya, Tuan Park!!" Sengit Nyonya Park.

"Andwaeyo! Kau yang memulainya, Nyonya Park!!" Tuan Park tidak mau kalah.

"Andwaeyo!! Jelas jelas kau- Eh? mw mwoya? Kau memanggilku apa barusan?"

"Aku memanggilmu Nyonya Park!! Kau dengar?!" Tuan Park berbicara dengan nada tinggi, lalu membuang muka dan membalikkan badannya.

"Namaku Shin Hye Sung, kenapa kau memanggilku dengan sebutan Nyonya Park?" Kali ini Nyonya Park yang mencoba menggoda Tuan Park.

"Tentu saja karena kau istriku." Pertahanan Tuan Park melemah.

"Jadi, kau sendiri masih menginginkanku untuk tetap menjadi istrimu? Dasar suami gengsian! Kkk" Nyonya Park tertawa geli lalu memeluk Tuan Park dari belakang.

"Geurae. Sepertinya kita telah terjebak disini. Selamanya kau harus menjadi istriku. Dan selamanya aku akan menjadi suamimu. Mengerti? Jadi, mulai sekarang, seberapa besarpun masalah yang menimpa kita, ingatlah satu hal. Aku adalah suamimu. Meski terkadang aku kasar dan marah padamu, tapi aku tidak akan pergi begitu saja. Jeongmal mianhaeyo.. Saranghae.." Ucap Tuan Park.

"Um.. Algesumnida. Jeongmal mianhaeyo.. Nado saranghae." Sahut Nyonya Park.

.....

-TBC-

Catatan author:
Eh, ceritanya jadi aneh ya? Aku mau curhat.. Jadi sebenarnya tadinya part 3 ini mau langsung dibikin ending. Aku sudah hampir merampungkan/? ff ini dan ku simpan di tab. Tapi tab ku bermasalah dan harus di reset. App blogger yang terinstall di tab jadi hilang. Otomatis, part 3 yang ku simpan di draft app blogger, yang hampir ending itu juga ikutan lenyap!! T_T Jadi aku putusin untuk tulis ulang part 3 nya. Dan sayangnya aku gak ingat persis setiap rentetan/? kata-katanya. Dan di tengah-tengah menulis ulang part 3, aku malah kefikiran untuk nambah beberapa adegan/? yang sebelumnya tidak direncanakan. Yah jadilah seperti ini. Hehe.. Maaf kalau mengecewakan. -_-
Ih, di part 3 ini orang tuanya Nana baikan ya?! Alhamdulillah.. :D *sujud syukur* #Eh? -_-"
Dan kelanjutan cerita Sang anak aka Nana, juga Chanyeol, Baekhyun, dan Jia akan dilanjut di part 4 yang "insyaAllah" itu endingnya! Kkk..

Bocoran, di Part 4 nanti Park Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemui Jia. Udah segitu aja bocoranya. :D *pelit mode on* Masalah nanti mereka jadian atau nggak, masalah hubungan Nana sama Baekhyun ada peningkatan atau cukup di friendzone aja *oops!! Pfft*, masalah Park Chanyeol jadi pergi ke Jepang atau nggak, atau mungkin Park Chanyeol dilema lagi antara Jepang atau ttp tinggal, antara Jia atau Nana *hadeuh..*, dan laain-lainnya, itu nanti aja dibahasnya kalau part 4 sudah terbit! :D


Jeongmal Gomawo for reading!! ^^
See you!


Readmore → Soulmate part 3 [Mianhae, Saranghae]

Monday, February 1, 2016

Soulmate Part 2 (Dilemma)


Soulmate Part 2 (Dilemma)
   
   
|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : 3 Shoot || 

|| Rating : T || 

|| Genre : Romance, Friendship, Hurt, Schoollife || 

|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Chan Yeol EXO||

|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||

** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate Part 1 (Annyeong). Maaf sangat lama, kemarin authornya sempat kena krisis percaya diri. Hehe..
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Happy Reading!! ^^


||Bagian 2||

Siang ini Nana, Chanyeol, dan Jia sedang menghabiskan makan siang mereka bersama-sama di kantin sekolah.
"Jadi, belajar kelompok, sore ini, jam 5 di taman kota. Setuju?" Ucap Chanyeol.
Nana hanya mengangguk.

"Mi.. Mian. Aku tidak bisa hadir lagi. Hehe.." Kikuk Jia.

"eh, waeyo?" Tanya Nana.

"Kau kan tahu, sore hari adalah jadwal latihan basketku.. Aku tidak bisa meninggalkannya.." Keluh Jia.

"Baiklah, aku mengerti." Jawab Nana dengan senyum ramahnya. "Eh, jam berapa ini?" Tanya Nana kemudian.

"12.05. Wae?" Chanyeol balik bertanya.

"Ish.. Ceroboh. Aku lupa, Baekhyun pasti sudah menungguku!" Nana meneguk airnya dengan tergesa-gesa lalu merapikan seragamnya.

"Ne, kau sudah sangat sering membuatnya menunggu lama." timpal Jia.
Nana hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya untuk berpamitan.
Chanyeol ambruk di meja dan Jia mengusap-usap sembarang rambut Chanyeol untuk menenangkannya.

"Tenanglah.. Kau masih punya nanti sore untuk bersama Nana." ucap Jia.

@Perpustakaan.
Nana berjalan secepat yang ia bisa menyusuri celah rak buku dan menuju kursi biasa tempat ia dan Baekhyun duduk bersama.

"Apa ku bilang. Aku memang harus menjemputmu ke kelasmu. Kau selalu terlambat." Sambut Baekhyun.

"Mian. Hehe.." Nana tersenyum canggung yang justru membuatnya terlihat menggemaskan.

"Gwaenchana. Aku hanya bercanda." jawab Baekhyun lalu mencubit pipinya pelan.
Mereka memang tidak duduk di kelas yang sama, namun saat jam istirahat seperti ini mereka sering menyempatkan untuk duduk bersama dan membaca buku atau membahas hal lainnya. Setelah pertemuan pertama mereka pagi itu, mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Bahkan bukan sekali dua kali Baekhyun mampir ke rumah Nana untuk belajar bersama, menonton dvd film yang mereka beli bersama, atau sekedar curhat bersama. Nana juga tidak jarang ikut menemani Baekhyun berlatih menari di sebuah ruang latihan di gedung kesenian kota. Hubungan mereka semakin dekat, namun hanya sebatas itu.

...

Chanyeol berjalan-jalan mengitari kamarnya seperti sedang kebingungan. Ia melihat jam dindingnya, '16.20'.
"Aish.." Chanyeol semakin tidak tenang dan mengacak gusar rambutnya.

'cklek' Seseorang membuka pintu.
"Ya.. Aku sudah lama menunggumu!" Sengit Chanyeol.

"Hehe.." Jia hanya tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Chanyeol menghampiri Jia dengan tatapan kacau. Ia menarik tangan Jia dan membuatnya duduk di ranjang milik Chanyeol.

"Eh, Mwo mwoya ige?!" Jia takut, namun berusaha bersikap normal.

"Sst.. Diamlah." Titah Chanyeol.
Chanyeol mengambil sebuah kotak kecil dari nakas di samping ranjangnya, lalu berlutut dihadapan Jia.

"A.. Aku .. Entahlah. Huft.. Entah sejak kapan aku merasakan hal ini. Tapi ... Will you be my girlfriend?" Ucap Chanyeol terbata-bata sembari menunjukan sebuah kalung berliontin hati.

"He? A.. Aku.." Jia tak kalah terbata-bata.

"Ya, jawablah! Menurutmu jawaban apa yang akan dikatakan Nana nanti?" Chanyeol memecah suasana romantis yang ia ciptakan sendiri.

*Kim Jia P.O.V
"He? Na Nana?" Nama itu membuyarkan fokusku.

"Ne. Menurutmu, apa Nana akan menerimaku?"

"Andwaeyo!" Jawabku spontan.
Aish.. Nan paboya! Bagaimana bisa aku mengatakan hal yang bisa menyakitinya seperti itu, mianhae, Chanyeol ah.. Aku tidak ingin kehilanganmu.. Tapi mianhae, Jia-ya, aku tidak ingin menyakiti Chanyeol. Haha.. Apa terdengar bodoh jika aku lebih mementingkan persaan Chanyeol dari diriku sendiri?
Jika ia, memang itulah yang selama ini ku lakukan. Berusaha mati-matian menyembunyikan perasaanku dan membantu Chanyeol mendekati Nana. Setidaknya itulah yang bisa ku lakukan agar bisa semakin sering bersama Chanyeol, sebelum aku kehilangan waktu bersamanya. Setelah ia bersama Nana nanti.

"Benarkah? Apa Nana benar-benar akan menolakku?" Chanyeol terduduk di lantai. Ia sangat mudah ambruk jika mengenai Nana. Aku melihatnya, kau benar-benar menyukai Nana. Jahatnya jika aku memaksakan perasaanku seperti ini.
'pltak' Aku memukul kepalanya.

"Kya!!" Protes Chanyeol.

"Tentu saja Nana akan menolakmu jika kau masih berpenampilan berantakan seperti ini, babo! Apa kau tak bisa memilih sendiri pakaianmu tanpa aku? Huh?" Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin, seolah tidak terjadi apa-apa dengan hatiku.
Ringisan Chanyeol berubah menjadi senyumannya yang cerah. Ia menghambur memelukku. Aku harap waktu berhenti saat ini. Membiarkan Chanyeol memelukku seperti ini, selalu ada perasaan nyaman dalam pelukannya, seberapa kacau pun perasaanku memikirkan cinta sepihak ini.

"Benar, bisa apa aku tanpamu, Jia-ya." Ucap Chanyeol.

"Jja, bersihkan dirimu, dan aku akan menyiapkan pakaian untukmu." Perintahku.

"yes, sir!" Jawab Chanyeol bersemangat, kembali seperti ia yang biasanya.
Sore ini Chanyeol dan Nana akan belajar bersama, hanya berdua. Sudah menjadi kesepakatanku dan Chanyeol untuk membiarkan mereka hanya berdua setiap belajar bersama di luar sekolah. Itu adalah salah satu misi mendekatkan Chanyeol dan Nana.
Aku selalu berhasil membuat Nana percaya bahwa aku benar-benar tidak bisa hadir. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah, aku selalu disini, membantu Chanyeol memilih pakaian atau persiapan Chanyeol lainnya untuk bertemu dengan Nana.
Aku tidak percaya yeoja sepintar Nana bisa semudah ini dibohongi, atau ia tahu tentang ini dan menikmatinya. Apa ia juga menyukai Chanyeol? Pabo! Kenapa kau khawatir, Jia-ya?! Bukankah sudah tugasmu untuk membantu Chanyeol mendapatkan Nana?!
*Kim Jia P.O.V End


@Another place.
Nana menyisir rambutnya dengan lembut. Senyuman tak pernah lepas dari bibirnya saat malakukan persiapan untuk belajar bersama.
'drrrt' Handphonenya bergetar. Sebuah pnggilan masuk dari Baekhyun.
"Ne?" Nana menempelkan handphonenya di telinga kirinya.

"Apa sekarang kau sedang sibuk?" Tanya Baekhyun di sebrang sambungan.

"eum.. Aku akan belajar bersama dengan Chanyeol di taman kota. Wae?"

"Wah.. Terdengar bagus. Apa perlu ku antar?"

"Ani, aku ingin berangkat sendiri."

"Ish.. Kau ini. Kalau begitu, berhati-hatilah."

"Ne, aku akan sangat berhati-hati."

"..."

"Ne, anyyeong." Nana mengakhiri sambungannya.
Ia diam sejenak. Ia ingat tentang Jia. Entah sejak kapan selalu ada rasa senang saat tahu Jia tidak bisa hadir untuk belajar bersama dan membuatnya hanya bisa belajar bersama Chanyeol. Perasaan seperti itu membuat Nana membenci dirinya sendiri. Ia merasa licik dan tidak sepatutnya bersikap seperti itu. Ia sadar ia hanya seseorang yang hadir diantara Chanyeol dan Jia.

'did did..' Suara klakson nyaring berbunyi.

"Baekhyun!" Fikir Nana. Nana membuka jendela kamarnya dan melihat seseorang di luar sana. "Ani, itu bukan Baekhyun." Fikir Nana kemudian.

Pengemudi itu melambaikan tangannya ke arah Nana, lalu melepas helmnya. Dan apa yang Nana lihat membuat ia lebih senang dari perkiraan awalnya. "Chanyeol-ah!" Tanpa sadar Nana menyerukan nama Chanyeol dengan kakinya yang sedikit berjingkrak. Ini pertama kalinya Chanyeol menjemput Nana. Bukan hanya karena Nana selalu dijemput dan di antar pulang oleh Baekhyun, tetapi motor Chanyeol juga tidak pernah dinaiki yeoja lain selain sahabatnya Jia.

Nana segera keluar dan menghampiri Chanyeol.
"Mian aku lancang menjemputmu tanpa membuat perjanjian denganmu." Ucap Chanyeol.

"Ne, gwaenchanayo."

"Apa kita akan berangkat sekarang?

"eum." Nana mengangguk.
Tanpa Nana duga, Chanyeol turun dari motornya lalu memakaikan sebuah helm di kepala Nana. Nana tersipu dengan perlakuan Chanyeol. Nana tidak pernah seperti ini saat Baekhyun yang melakukannya.

"Kau siap?" Tanya Chanyeol.

"Ne."
Chanyeol mulai melajukan motornya dengan kecepatan normal.

"Nana-ya, apa kau tidak keberatan jika hari ini kita tidak belajar di taman kota?"

"Ne?"

"Eoh, maksudku kita tetap belajar, tapi tidak di taman kota. Di sebuah taman yang aku tahu. Eottae?" Jelas Chanyeol.

"Apa itu jauh?"

"Tidak. Itu cukup dekat dengan rumahku."

"Baiklah.."

"Ne."
Chanyeol mengajak Nana ke taman kecil yang cukup dekat dengan rumahnya, tempat ia bermain saat kecil dulu.

@Taman.
Motor Chanyeol berhenti di tepi jalan sebelum menuruni tangga menuju taman kecil dibawah sana yang sepi dan beberapa wahana telah berkarat.
Chanyeol membantu melepas helm Nana. Dan saat Chanyeol melepas helmnya sendiri. Tanpa basa-basi Nana berjalan mendahului Chanyeol pergi ke taman dibawah.


*Park Nana P.O.V
Aku merasakan suasana menghangat di taman ini. Seperti mengenalnya. Aku berjalan menuruni tangga menuju taman kecil dibawah sana. Beberapa wahana tampak sudah berkarat. Aku memilih untuk duduk di sebuah ayunan yang berjajar dengan ayunan lainnya. Seperti anak kecil, aku mengayunkannya pelan dan menutup mataku. Seperti anak kecil,
Memori berlarian. Aku mengingatnya. Semudah ini, aku mengingat semuanya. Ayunan ini, berkejaran di taman ini.

"Kenapa kau meninggalkanku?"
DEG!! Aku seolah mendengar suara dari masa lalu.

Aku membuka mataku, aku melihat Chanyeol berdiri dihadapanku. "Yeolli?" Aku bangkit dan memeluk Chanyeol.
*Park Nana P.O.V End

"Nana-ya.. Apa kau baru menyadarinya?" Chanyeol membalas pelukan Nana.
Lama mereka berpelukan.

"Lama tidak bertemu, kau banyak berubah." Nana memecah keheningan dan menghentikan pelukannya dengan Chanyeol.

"Benarkah? Tapi kau tidak banyak berubah." Timpal Chanyeol.

"He? Apa sejak awal kau sudah mengenaliku?" Nana terkejut.

"Hm.. Bisa dikatakan seperti itu. Hehe.."

"Kya, jahatnya.. Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?" Nana mempoutkan bibirnya.

"Hehe.. Apa sekarang jika aku mencubit pipimu kau akan berlari lagi? Kkk" Chanyeol menggoda Nana dengan kenangan mereka saat masih kecil dulu.

"Yak!" Nana memukul bahu Chanyeol dan tersipu malu.

...

Mereka duduk di bongkahan kayu berukuran besar yang menjadi tempat duduk disana dan belajar bersama. Tapi tidak, apa ini bisa dikatakan belajar bersama jika sedari tadi Chanyeol hanya memandangi wajah Nana yang sedang serius membacakan teori? Chanyeol selalu menikmati saat-saat seperti ini. "Bogoshippo.." Batin Chanyeol.

*Park Nana P.O.V
Sejak awal aku selalu merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Chanyeol, dan benar saja, ternyata ia adalah teman masa kecilku dulu. Aku senang bisa bertemu dengannya lagi. Dan aku sangat senang mengetahui bahwa aku bukanlah seseorang yang hadir diantara Chanyeol dan Jia, Chanyeol sudah lebih dulu mengenalku.
Tapi entahlah.. Batapa pun nyamannya saat bersama Chanyeol, aku selalu memikirkan Jia. Ku rasa Jia menyukai Chanyeol, itu terlihat jelas. Aku tidak sampai hati untuk menikmati saat-saat dimana jia merisaukannya. Jia pasti kacau karena cemburu. Dan entah kenapa, aku juga berfikir bahwa jia tidak sendiri, ku rasa Chanyeol juga menyukainya tanpa mereka sadari. Saat aku bersama Chanyeol, tidak jarang Chanyeol mengaitkan topik pembicaraan pada Jia. Terlihat jelas ia selalu memikirkan Jia. Dan dibalik semua itu, tidak ku pungkiri bahwa Chanyeol bersikap sangat manis padaku seolah ia menyukaiku. Chanyeol benar-benar membuatku gila.
Aku membacakan teori dengan tidak fokus. Tapi sepertinya Chanyeol juga tidak fokus. Apa ia memikirkan Jia?

"Nana-ya?" Chanyeol memanggilku dan merogoh sesuatu di sakunya. Ku lihat itu adalah kotak hitam dengan pita merah muda.
Fikiranku mulai panik. Apa itu untukku?
"Sejak kita kecil dulu, aku selalu senang untuk bermain bersamamu, dan tidak pernah ingin jauh darimu hingga kepindahanmu itu. Dan sekarang rasanya seperti mimpi untuk bisa bertemu dengan mu lagi. Nana-ya, entah sejak kapan aku merasakan perasaan semacam ini.." Chanyeol berceloteh. Aku tahu kemana arah perbincangan ini.

Dan Jia, lagi-lagi fikiranku tidak sejalan dengan hatiku. Aku tidak ingin dihantui rasa bersalah pada Jia. Dan aku tidak ingin hanyut dalam suasana ini sebelum aku benar-benar yakin siapa sebenarnya yang ada di hati Chanyeol, aku atau jia. Dan ada hal rumit lain yang membuatku takut untuk hal semacam ini.
"Chanyeol ah, lihatlah! Matahari akan tenggelam!" Seruku menunju semburat jingga dilangit, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
Aku berhasil, kini Chanyeol diam dan menatap langit senja yang tenang. Desiran angin menerbangkan helaian rambut Chanyeol, membuatnya terlihat semakin 'tidak ada yang lain yang bisa membuatku merasa seperti ini'
Aku menyandarkan kepalaku pada bahu Chanyeol, dan Chanyeol mengelus rambutku. "Kau namja yang sangat baik." Ucapku.
Huft.. Entah kenapa, aku benar-benar tidak bisa menahan hatiku.

"Kau juga adalah seorang yeoja yang baik. Seorang putri dari mimpi masa kecilku yang menjadi nyata." Imbuh Chanyeol.

"Yeolli?"

"Ne?"

Hentikan ini!
"Bagaimana jika aku bukan lagi aku yang dulu, bagaimana jika aku yang sekarang bukan lagi putri masa kecilmu yang dulu. Banyak hal yang telah terjadi, dan aku tidak bisa menjadi tetap seperti aku yang dulu. Sekarang aku bukanlah putri dari mimpi masa kecilmu yang dulu." Ucapku.

"Tidak peduli, kini aku melihatmu. Kau yang membuatku bahagia dulu, kini menjadi dirimu yang membuatku merasa tidak ada yang lain yang bisa membuatku merasa seperti ini selain dirimu." Ucapannya terdengar sangat yakin.

Perlahan airmataku mengalir. Dan segera ku hapus sebelum Chanyeol melihatnya.
Kenapa harus ada orang lain yang terluka dalam kisah ini?
Mungkin ini terlihat seperti aku gila dan terlalu mengambil rumit apa yang terjadi di luar sana, pada Jia. Tapi aku benar-benar tidak bisa merasa tenang dengan ini. Dan lagi, ditambah ada hal rumit lain yang membuatku takut untuk hal semacam ini.
"Yeolli?"

"Ne?"

"Aku ingin pulang."

"eoh? Na Nana-ya, a apa ini sebuah penolakan?" Suara Chanyeol terdengar berat.

"Aku ingin pulang." Aku masih menahan tangisanku.

"Baiklah.." Chanyeol sepertinya menyadari ada sesuatu yang tidak benar padaku. Ia segera memasukan kembali kotaknya ke dalam jaketnya, merapikan buku-buku, lalu menuntunku menuju motornya.

...

Chanyeol mengantarkanku hingga ke depan rumahku. Ia membantuku melepas helmku, dan mulai merogoh sesuatu lagi dari jaket tempat ia menyimpan kotaknya tadi. Aku segera meninggalkannya.
"Gomawo." Ucapku lalu berlari memasuki rumahku.

Diruang tamu, ku lihat Baekhyun sudah berada disana. Ia memang selalu menungguku pulang setiap aku pergi keluar bersama Chanyeol, karena memang selalu ada cerita yang ingin ku bagi padanya.
"Eottae?" Tanyanya antusias. Lalu ekspresinya berubah penuh simpati saat melihat airmataku yang sudah tidak tertahankan lagi. Ia bangkit dan memelukku. Lalu menuntunku untuk duduk di sofa. Baekhyun mengambil secangkir teh hangat miliknya di meja tamu dan menawarkannya untukku. Baekhyun membantuku untuk meminumnya dengan perlahan. Ini terlalu sesak bahkan untuk hanya sekedar menelan teh hangat. Bekhyun kembali memelukku. "Menangislah.. Dan behentilah saat kau lelah." Ucapnya.
Aku semakin menenggelamkan wajahku dalam dada Baekhyun dan menangis sejadi-jadinya. Tak peduli, tidak akan ada yang mendengar selain Baekhyun dan Bibi Lee.

"Baekhyun ah.. A.. Aku baru saja menolak Chanyeol." ucapku di sela isakanku.

"Kau.. Tenangkanlah dirimu dulu.." Jawab Baekhyun.

@Another place.
Chanyeol merebahkan tubuhnya di ranjang dan menenggelamkan kepalanya di bantal.
'cklek' Pintu terbuka perlahan.
Chanyeol bangun, dan melihat Jia berdiri disamping ranjangnya.
"Nana menolakku." Keluh Chanyeol dengan matanya yang sembab.

Jia memeluk Chanyeol. "Tak apa.. Masih ada kesempatan lain. Apa kau masih ingin berusaha?" Jia mencoba menenangkan dan membangkitkan semangat Chanyeol.

"Geurae!" Chanyeol membalas pelukan Jia.


@Another place.
Samar-samar Nana membuka matanya. Ia terbangun dengan kompresan di atas kepalanya. Ia menoleh ke sampingnya, dan disana ada Baekhyun, duduk di kursi belajarnya dengan kepala yang tertidur di ranjang disamping tubuh Nana. Perlahan Nana mengusap keringat di kening Baekhyun. Dan usapan kecil itu membuat Baekhyun terbangun.

"Ne, ada yang kau perlukan?" Tanya Baekhyun pada Nana.
Nana hanya menggeleng kecil.
Baekhyun mengambil sapu tangan kompresan di kepala Nana dan menaruh telapak tangannya di kening Nana. Setelah dirasa baik, Baekhyun tidak lagi mengompres kepala Nana.
"Tadi kau menangis di ruang tamu hingga tertidur. Aku membawamu kesini dan mengompresmu. Kau sedikit demam tadi. Tapi sekarang kau sudah baikkan." Ungkap Baekhyun.

"hm.." Respon Nana.

"Kau, berhentilah memikirkan perasaan orang lain tanpa menghiraukan perasaan mu sendiri. Percayalah, semua orang tahu bahwa Jia dan Chanyeol hanyalah berteman, tidak lebih. Jangan membebani dirimu hanya karena kau tahu bahwa Jia menyukai Chanyeol. Karena pada kenyataannya, Chanyeol menyukaimu." Baekhyun menasihati Nana berdasarkan semua curhatan yang biasa Nana ungkapkan padanya selama ini.

"Tidak, kau tidak tahu bagaimana tatapan Jia pada Chanyeol, dan bagaimana Chanyeol memikirkan Jia saat Jia tidak ada disampingnya. Kau tid-"

"Cukup." Baekhyun memotong ucapan Nana sebelum Nana kembali menangis. "Baik, kau memang benar jika Jia menyukai Chanyeol. Tapi kau tidak bisa memaksa Chanyeol untuk juga menyukai Jia. Ia berhak untuk mencintai siapa pun. Dan ia memilihmu. Ia tidak akan melakukan sejauh ini jika ia sendiri tidak benar-benar menyukaimu. Dan kau juga tidak bisa memaksakan dirimu untuk menolak Chanyeol jika sebenarnya kau juga menyukai Chanyeol. Kau berhak untuk mencintai siapapun dan menerima siapapun yang kau cintai. Baik, mungkin Jia memang akan terluka. Tapi lihat apa yang kau lakukan sekarang, bukan hanya kau yang terluka, tapi Chanyeol juga. Begitu pun aku. Aku cukup tersiksa melihatmu hari ini. Banyak yang akan tersakiti jika kau memaksakan." Nasihat Baekhyun.

Nana tertegun. Sepertinya ia sedang berusaha mempertimbangkan perasaanya dan nasihat Baekhyun.
"Jeongmal gomawo." Ucap Nana.

...

Esok harinya, di kelas

*Park Chanyeol P.O.V
Pagi ini Nana seperti menghindariku. Bahkan ia tidak lagi duduk di sampingku. Ia memilih untuk duduk di kursi belakang yang cukup jauh dari kursiku. Bahkan ia hanya menjawab sapaanku dengan senyuman yang berbeda, seperti tidak nyaman. Sepertinya Nana menghindariku. Tidak, Nana benar-benar menjauhiku. Mungkin sebaiknya aku juga memberikannya waktu sendiri di situasi canggung seperti ini. Jika tahu ini akan terjadi, aku tidak akan melakukan hal seperti di taman kemarin. Mungkin memang lebih baik ku pendam sendiri perasaanku untuk bisa selalu bersamamu, Nana. Mianhaeyo.. Kau jadi merasa tidak nyaman seperti itu hanya karena aku.
Aku membenamkan wajahku di meja, kurasakan Jia menghampiriku dan duduk di kursi milik Nana yang kini kosong disampingku.

"Neon gwaenchanayo?" Bisik Jia.

"..." Aku hanya menggeleng, menandakan aku tidak sedang baik-baik saja.

'pltak' Jia memukul keras kepalaku dengan pensilnya.

"Aish!! Kya!!" Sengitku dengan suara yang sedikit ku sembunyikan agar tidak terlalu mengganggu teman lainnya di kelas.

"Paboya! Bagaimana kau bisa mendapatkan Nana jika sedikit-sedikit kau ambruk seperti ini, huh?!" Omel Jia dengan suaranya yang juga sedikit ia tahan. "Jangan lemah seperti ini jika kau tidak ingin melihat Nana pergi dengan namja lain!" tambah Jia. Ia memang selalu bisa membakar semangatku saat aku lemah seperti ini. Ia telah melakukan banyak hal untukku. Ia memang sahabat terbaik yang pernah ku punya.
"Cha, angkat dagumu!" Jia mengangkat daguku dengan pensilnya. 'pltak' Lagi-lagi ia memukul kepalaku dengan pensilnya. "Fokus!" Titahnya. "Kaluarkanlah pesonamu untuk memikat Nana. Pfft.." Goda Jia kemudian.
Aish.. yeoja ini, benar-benar! Ia selalu bisa membuatku kesal dan tertawa saat terpuruk seperti ini. Aku memperhatikan Jia yang tertawa puas setelah menggodaku, ia tertawa sejadinya hingga wajahnya benar-benar memerah dan matanya berair. Kau terlalu baik, Jia ya.. Bisa apa aku tanpamu.
"Ya!" Jia yang sadar sedang diperhatikan menghentikan tawanya dan menjentrikan jarinya di hadapanku. "Wae?"

"Ani!" Jawabku dan tersenyum.
*Park Chanyeol P.O.V End

...

'Ring ding dong' Bel istirahat berbunyi.

"Nana-ya, ke kantin bersama?" Ajak Chanyeol seperti biasanya.

"Aku harus ke perpustakaan. Kau duluan saja. Permisi." Nana masih bersikap dingin padanya.
Dan begitu seterusnya. Telah beberapa minggu ini Nana menghindar dari Chanyeol. Bahkan ia sengaja tidak memakan makan siangnya di kantin untuk menghindari Chanyeol.

@Atap sekolah.
"Habiskanlah makan siangmu!" Ucap Baekhyun.

"Um. Geurae! Hehe.." Nana tersenyum.

'Tap tap tap tap' Terdengar suara sepatu yang seperti tergesa-gesa.

"Nana-ya!" Panggil seseorang yang masih berlari di tangga.

"Eh, seperti suara Jia." Fikir Nana. Nana segera menuju tangga dan meninggalkan Baekhyun.

"Ne? Kenapa terburu-buru seperti itu?" Nana menatap Jia yang kelelahan setelah berlari menaiki tangga.

"Chan hh.. Chanyeol!" Ucap Jia terputus.

"Ne, ada apa dengan Chanyeol?!" Nana mulai khawatir.

"Chanyeol sedang di ruangan kepala sekolah. Ku dengar ia akan pindah!" Lanjut Jia.

"..." Nana diam. Sepersekian detik kemudian Nana berlari menuruni tangga mencari Chanyeol.
Langkah kaki Nana bergerak secepat yang ia bisa, menuju ruang kepala sekolah. Dan Chanyeol masih disana. Nana menunggunya di depan pintu.

'Cklek' pintu ruang kepala sekolah terbuka dan tampak Chanyeol yang telah selesai berbicara dengan kepala sekolah. Ia tertunduk lesu hingga tak menyadari Nana sedang berdiri dihadapannya.

"Wae?"
Chanyeol terkejut mendengar suara Nana yang berat. Dilihatnya dagu Nana bergetar dan matanya mulai berlinang.


@Atap sekolah
"Keluarlah." Ucap Jia lantang. "Baekhyun-ssi, aku tahu kau di sekitar sini. Keluarlah!" Lanjut Jia.

"Eh? Hehe.." Baekhyun tersenyum.
Mereka duduk di tempat Baekhyun dan Nana biasa duduk.

"Jadi, kau tahu ini hari terakhir Chanyeol di sekolah, kenapa kau tidak memanfaatkan waktu-waktu ini?" Tanya Baekhyun.

"Aniyo. Akan lebih berkesan bagi Chanyeol jika ia bersama Jia di hari terakhirnya." Jawab Jia lemas.

...

@Taman sekolah.
"Jepang. Besok pagi-pagi sekali aku akan berangkat. Mungkin 5 sampai 6 tahun hingga sekolahku selesai, aku akan kembali pulang. Atau mungkin... Aku akan melanjutkan bisinis keluarga dan menetap disana." Jelas Chanyeol. Nana tertunduk lesu mendengarnya. "Andwaeyo. Haha.. Aku akan kembali! Haha.. Jadi, kau tidak ingin kehilanganku?" Goda Chanyeol dan di balas dengan sebuah pukulan dari Nana. "Aish.. haha.." Chanyeol tertawa ringan. "Jika kau tidak ingin kehilanganku, kenapa kau menolakku di taman saat itu?" Tanya Chanyeol sejurus kemudian.

"Eh? I itu.." Nana kikuk.

"Apa kau berfikir tentang Jia? Kami hanya bersahabat. Percayalah. Atau .. apa ada hal lain yang kau fikirkan?"

"Um." Nana mengangguk.

"Apa itu Baekhyun?" Selidik Chanyeol.

"Andwae." Tegas Nana.

"Lalu?"

"Um.. a.. aku.. aku hanya takut kehilanganmu." Jujur Nana.

"Ne?"

"..." Nana mulai menangis, lagi.

"Kau bisa bercerita kepadaku." Chanyeol memeluk Nana.

"Kenapa mereka bertengkar? ... Dulu mereka saling mencintai hingga mereka hidup bersama. ... tapi kenapa sekarang mereka menjadi saling menyakiti satu sama lain dengan teriakan-teriakan percekcokan. ... a.. aku takut, yeolli.." Nana berusaha mengungkapkan bebannya disela isakannya.
Kini Chanyeol faham, itu lah yang membuat Nana ragu padanya. Ketidak harmonisan kedua orang tuanya membuat Nana ragu untuk membangun sebuah ikatan.

"Kau takut kita akan menjadi seperti itu?"Tanya Chanyeol. "Tataplah mataku." Pinta Chanyeol. "Apa kau melihat sesuatu?"

"Apa?" Tanya Nana.

"Sesuatu. Apapun itu. Bacalah. Aku terlalu bodoh untuk mengungkapkannya. Aku terlalu .. ini benar-benar tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ku harap kau bisa merasakannya." Chanyeol menangkup wajah Nana. Dengan mata tertutup ia mengikuti nalurinya mendekatkan wajahnya pada Nana. Aroma khas nafas Nana menuntun Chanyeol. Nana menutup matanya.

'Annyeong nege dagawa..' Handphone Nana berbunyi. Nana mengambil jarak dan merogoh hanphone disakunya. Panggilan masuk dari Baekhyun. Chanyeol tidak senang melihatnya.

"Chankaman." Nana berjalan beberapa langkah ke belakang Chanyeol. Chanyeol hanya memerhatikan. Percakapan yang terlihat sangat berat hingga tanpa sadar Nana menjatuhkan Handphonenya.

"Wae?" Tanya Chanyeol khawatir.

"Ji.. jia." Nana tersentak.

...


 -TBC-


Terimakasih untuk yang masih setia membaca Soulmate Part 2. Apa mengecewakan? Mian. Hehe..Saat Nana dan Chanyeol bisa kembali dekat, sayangnya ada hal lain yang 'euh!' (? -,-). Diakhir cerita di part ini hal buruk sepertinya telah terjadi pada Jia. Apa itu? Kalau ingin tahu, jawabannya akan ada di Part 3 nanti. Jadi, Sampai jumpa di part 3 ~ ^_^
Readmore → Soulmate Part 2 (Dilemma)