Friday, August 28, 2015

BOM


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Annyeong haseyo!! Ini ff absurd karangan bebas sesukanya yang nulis. Dan tanpa ba-bi-bu lagi, Happy reading!


BOM




Meski aku tak meninggalkan apapun disana. Tapi seseorang seperti ia ku harap bisa membaca situasi yang telah terjadi disana.
~Ku lakukan semampuku, tapi sial! Terburu waktu membuatku tidak berfikir maksimal. Aku hanya mampu meperlambat waktunya saja.
"KwangMin ah, MinWoo ya, aku tidak menghentikan bom itu, aku hanya bisa memperlambatnya. Cepat kalian pergi dari sana, karena bom itu akan tetap meledak!" Ucapku.~



*No Min Woo P.O.V
14.53 KST
Aku sedang menikmati ice cream di tengah suasana hangat bulan juli di taman. "Ah.. Benar-benar menyenangkan menikmati waktu santai seperti ini." Desisku.
'Drrt' Sesuatu bergetar dalam ranselku. Huft.. Sudah ku duga. Akan selalu ada gangguan saat aku menikmati waktu pribadiku.
Ku raup handphone dan menempelkan headset yang selalu sengaja ku pasang di handphone ke telinga kiriku.

    "Kau dimana?" Tanya seseorang di seberang sambungan.

    "Aku-"

   "Tak penting. Dalam 10 menit pastikan kau sudah tiba di perpustakaan duson. Ada kasus yang harus kau selesaikan." Bahkan YoungMin Hyung tidak mau mendengar jawabanku dari pertanyaanya sendiri.

    "Ne? Tapi ice cream ku belum hab-"

    "Berangkat sekarang juga atau itu akan menjadi ice cream terakhirmu!"

    "Argh.. Oke, oke, aku-"

  "Jangan putuskan sambungannya, akan ku jelaskan apa yang terjadi di perpustakaan sembari kau menuju kesana." Potongnya lagi.
Aku mulai geram denganya yang selalu memotong ucapanku.

Aku menghempaskan ice creamku tepat ke dalam tong sampah berjarak sekitar 2 meter dariku. Lalu segera ku naiki skateboardku menuju perpustakaan duson yang baru saja ku dengar. Selama perjalanan YoungMin Hyung menjelaskan apa yang terjadi di perpustakaan dan menunjukan arah menuju perpustakaan yang belum di buka untuk umum itu.
Aku hampir menyepelekan kasus ini karena ku kira hanya pencurian koleksi buku-buku kuno di perpustakaan, ternyata bukan itu. Baru saja seorang anak dari menteri pendidikan telah di culik oleh kelompok black bone saat ia membaca di perpustakaan milik ayahnya itu.

    "Cari apapun yang bisa menjadi petunjuk. Lakukanlah tugasmu dengan baik. Sementara aku akan mencoba menghubungi KwangMin yang sejak tadi sulit di hubungi. Anak itu! Dan jika kau mencariku, aku berada di rumah pak menteri untuk mencari petunjuk mengenai siapa-siapa saja yang mungkin menjadi dalang penculikan ini."
...

Aku telah sampai di depan perpustakaan yang dimaksud.
Aku mulai memasuki perpustakaan. Ku tengok jam tanganku, hanya 7 menit 47 detik dari target 10 menit yang YoungMin hyung tentukan. Aku tersenyum sejenak, sampai suara seseorang mematahkan senyumku.

    "Lambat!" Sambut seorang yeoja yang berkacak pinggang di depanku. Yeoja misterius yang memakai topi dan jaket hoodie yang ia sematkan di kepalanya, terlihat untuk menutupi wajahnya.
"Cepatlah! Lebih cepat selesai lebih baik. Kau periksa disini, aku akan memeriksa toilet belakang atau tempat di bawah mobil-mobil meyebrang." Perintahnya.

Aku hampir saja berfikir yeoja muda ini sang penculiknya hingga ia memerintahku seperti ini.  "eh? Siapa kau? YoungMin hyung tidak berbicara apapun mengenai seorang partner-"

    "Cepatlah mulai bekerja. Atau ini akan menjadi hari terakhirku!" Tukasnya. Aish.. Satu lagi yang seperti YoungMin Hyung. Caranya memotong ucapanku dan mengancamku seperti itu.
Aku mulai mencari petunjuk di sekitar kursi dan meja perpustakaan yang berantakan. Terlintas bagaimana anak itu memberontak saat para penculik membawanya.

    "Apa yang kau lakukan?" Seseorang menegurku dari belakang. Aku menoleh, dan dibelakangku sudah berdiri YoungMin Hyung dengan melipat kedua tangannya tanda kesal.

    "Apa yang ku lakukan?" Tanyaku heran. Bukankah ia yang menyuruhku memeriksa tempat ini?
YoungMin Hyung hanya diam dan menutup matanya dengan berat, tanda ia semakin kesal.
*No Min Woo P.O.V End

<<<<Flashback
Namja jangkung itu segera mengendarai sepedanya dengan cepat setelah Hyung 6 menitnya meminta ia untuk segera datang ke perpustakaan. Sempat ia merutuki kecerobohannya sendiri yang membiarkan handphonenya tidak aktif dan membuat ia tidak dapat dihubungi untuk beberapa saat dalam situasi penting seperti ini.

    "7 menit 56 detik dari target 10 menit yang YoungMin Hyung tentukan." Kata KwangMin sembari melirik arlojinya.
Sesampainya di perpustakaan ia melihat rekannya MinWoo telah memasuki perpustakaan. Ia fikir sebaiknya ia pergi ke bagian belakang perpustakaan yang belum terperiksa oleh kedua rekannya itu.

    "Kya! Berhenti!" Cegah KwangMin sembari mengangkat pistol yang ia sembunyikan di celana pendeknya saat ia melihat seorang yeoja tengah di seret paksa keluar dari pintu belakang perpustakaan oleh dua orang pria bertubuh besar.

Namun saat mereka menyadari keberadaan KwangMin, mereka termasuk yeoja yang semulanya berontak itu segera berlari menuju mobil yang telah menunggu mereka.
KwangMin berusaha menghubungi YoungMin dengan sesuatu yang tertempel di telinganya. Buruknya ia lupa bahwa handphonenya yang terhubung dengan alat itu kini tidak aktif.
KwangMin memberikan tembakan peringatan yang ia arahkan ke udara. Dan ternyata seseorang yang menunggu di kursi depan membalasnya dengan tembakan yang di arahkan langsung pada KwangMin.
Kini nasib baik masih menyertainya. Mobil segera melaju dan membuat tembakan untuk KwangMin itu meleset.
KwangMin berusaha menembak ban belakang mobil itu, namun pelurunya habis. Dengan geram ia memasukan kembali pistolnya dan membuat keputusan nekad untuk mengejar mobil itu dengan sepedanya.

Diperjalanan ia mencoba mengaktifkan handphonenya kembali dan menghubungi YoungMin untuk memberitahukannya tentang hal ini. Berharap kemudian akan menyusul beberapa mobil polisi untuk membantu pengejaran ini.

Faktanya, sistem kedap suara yang dipasang di perpustakaan membuat rekannya yang berada di dalam tidak bisa mendengar suara tembakannya dan para polisi tidak mendapat informasi atau laporan apapun tentang hal ini karena black bone mengancam pak menteri untuk tidak melakukannya.
>>>>Flashback End


*No Min Woo P.O.V    "Kau baru saja membiarkan seorang yeoja keluar dari perpustakaan dengan para penculik itu. Dan sekarang KwangMin sedang berusaha mengejar mereka." Ujar YoungMin Hyung.

    "Apa yeoja itu bukan partnerku? Apa dia musuh kita?" Aku mengikutinya yang berjalan menuju pintu keluar perpustakaan.

    "Tidak keduanya. Ia tujuan kita. Ia putri pak menteri yang di culik." Jawabnya.

Aku terkejut mendengar penjelasan YoungMin hyung yang bertolak belakang dengan sikap tenang yeoja tadi yang tidak mengindikasikan bahwa ia adalah korban penculikan.
   "Aniyo, hyung. Aku sempat berbincang dengannya dan ia tidak terlihat seperti sedang atau telah di culik."

YoungMin hyung berhenti, "Apa ini sebuah pelarian diri?" Ungkapnya.

'Drrt' KwangMin menghubungiku dan YoungMin Hyung.


    "Bagaimana?" Tanya YoungMin Hyung langsung.

    "Aku kehilangan jejak mereka. Mobil itu tiba-tiba tersamar oleh mobil-mobil lain dan menghilang setelah melintasi jembatan layang. Aku benar-benar tidak menemukan plat nomor yang sama."

    "Sudah kau catat plat nomornya?"

    "Sudah, hyung."

    "Ne. Jika tidak ada yang bisa kau lakukan lagi, kembalilah ke rumah. Ada berkas yang harus kau lihat."

    "Ne, hyung."
Sepanjang sambungan aku hanya menyimak. Aku tidak berani angkat bicara karena kesalahanku barusan.

    "Hyung, bisa kau menjemputku? Kakiku benar-benar sudah lelah untuk mengayuh sepeda lagi.." Rengek KwangMin kemudian.

   "Aish.." YoungMin hyung segera melepaskan perangkat di telinganya. Ia terlihat sebal mendengar rengekan adik kembarnya sendiri. Lalu ia melemparkan kunci mobilnya padaku.  "Jemputlah, aku akan menyiapkan filenya." Titahnya.
*No Min Woo P.O.V End
...



@Rumah
19.40
YoungMin mengotak-atik sesuatu yang canggih di laptopnya. Software yang menemaninya selama beberapa waktu terakhir ini untuk menyusup ke dalam situs-situs resmi dan mengorek informasi mengenai targetnya.

    "10 menit, pintu ku kunci." Kata YoungMin singkat saat ia baru saja menekan tombol on, lalu off perangkat di telinganya yang menghubungkannya dengan KwangMinn dan MinWoo.
...

Mereka telah berkumpul.
   "Yeoja itu terlihat tenang, namun lebih seperti menghindari kontak mata dan menyembunyikan wajahnya saat berbicara denganku di perpustakaan." Ungkap MinWoo.

    "Dan aku melihatnya di pintu belakang dengan wajah yang tidak tertutupi. Pada awalnya ia terlihat dipaksa oleh pria-pria blackbone disana. Namun setelah itu, ia sendiri yang berjalan terburu-buru di depan blackbone dan memasuki mobil blackbone." Tambah KwangMin.

    "Sekilas ini terlihat seperti yeoja yang melarikan diri bersama black bone, bukan diculik oleh black bone. Tapi aku tidak menemukan bukti untuk melarikan diri di rumahnya. Hubungannya dengan keluarganya terlihat baik-baik saja. Bahkan aku menemukan catatan kecil di kamarnya yang merencakan liburan bersama keluarganya besok." YoungMin hanya mengawali pendapatnya dengan sederhana.

    "Tidak juga. Aku melihat kursi-kursi berantakan. Jika KwangMin mengatakan gadis itu sempat memberontak sebelum masuk mobil, pasti ia juga sempat memberontak sebelum ia di tangkap di dalam perpustakaan." Elak MinWoo.

    "Lalu apa yang membuatnya kembali ke perpustakaan, berbicara dengan tenang, dan duduk dalam mobil tanpa perlawanan? Ia dalam tekanan. Lalu siapa dalangnya?" timpal KwangMin.

    "Hubungan yang tidak baik bukan berada dalam keluraganya, tapi hanyalah diantara pak menteri dan partai pesaingnya. Tapi tidak ada data yang membuktikan bahwa mereka adalah dalangnya. Meski pak menteri mengatakan akhir-akhir ini ia mendapatkan tekanan yang keras dalam pencitraan dari partai pesaingnya itu. Apalagi diluaran sana masih banyak para pemberontak yang juga ingin menekan pak menteri." Jelas YoungMin.
Untuk saat ini, perbincangan mereka hanya seputar mengira-ngira. Belum banyak yang mereka dapatkan.

    "Jadi kemungkinan terbesar bukanlah pelarian diri?"

    "Ne. Dalam kasus pelarian diri. Seorang yeoja tentunya masih memerlukan handphone dan akses lainnya. Data gps, pengeluaran kartu kredit, dan telp prabayar terakhirnya yang ku peroleh adalah 1 jam 53 menit sebelum ia dilaporkan di culik. Alat penanda lokasi pada handponenya pun berakhir di perpustakaan itu. Ia meninggalkan semua ini." YoungMin menunjukan data di laptopnya dan juga tas milik putri pak menteri yang ia temukan di Perpustakaan pada KwangMin dan Minwoo.

'Drrt'

    "YoungMin ssi, tolonglah.. Blackbone memberi waktu hanya hingga pukul 24 malam ini dan memintaku untuk membuat konferensi pers mengenai pengunduran diriku dari menteri. Aku benar-benar akan pergi ke statiun televisi sekarang juga dan melakukan yang mereka minta. Tapi kumohon padamu temukanlah putriku secepatnya sebelum mereka melukainya. Ku dengar sebuah bom telah terpasang padanya."

    "Apa kita tidak bisa langsung pergi ke markas black bone saja, Hyung?" Tanya KwangMin.

    "Aniyo. Markas Black bone telah di ledakan 2 bulan yang lalu. Dan markas baru mereka yang sekarang belum ditemukan."

    "Ini benar2 sebuah penculikan!" Seru MinWoo.
Keempat mata yang nyaris sama itu memandangnya dengan tatapan malas.

*MinWoo P.O.V
20.04 KST
Pak menteri mengirimi YoungMin Hyung pesan suara. Suara yang biasanya terdengar bersahaja dan penuh wibawa itu kini terdengar sendu terisak. Aku sedikit mengerti perasaan seorang ayah yang tak mampu membayangkan bahwa putrinya akan berakhir dengan bom. Berakhir? Hari terakhirnya? eh?

<<<<Flashback
    "Cepatlah! Lebih cepat selesai lebih baik. Kau periksa disini, aku akan memeriksa toilet belakang atau tempat di bawah mobil-mobil meyebrang." Perintahnya.
Aku hampir saja berfikir yeoja muda ini sang penculiknya hingga ia memerintahku seperti ini. 

    "eh? Siapa kau? YoungMin hyung tidak berbicara apapun mengenai seorang partner-"

    "Cepatlah mulai bekerja. Atau ini akan menjadi hari terakhirku!"
>>>>Flasback End.

    "Ini benar2 sebuah penculikan!" Seruku.
Keempat mata yang nyaris sama itu memandangku dengan tatapan malas. Mereka hanya belum tahu apa yang sedang ku fikirkan.
Pabo! Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal. Hanya 3 kali ia berbicara, dan 2 diantaranya adalah sebuah pentunjuk yang samar.
    "KwangMin ah, tunjukanlah padaku tempat dimana kau kehilangan jejak mobil blackbone." Aku segera bangkit dan mengenakan rompi anti peluru dan jaketku. Tak lupa ku sematkan sebuah pistol disarungnya.

    "Petunjuk apa yang kau tau?" Tanya YoungMin hyung.

    "Masih samar, Hyung. Tapi ini yang bisa kita lakukan waktu kita tidak banyak. Aku dan KwangMin akan pergi ke tempat tadi siang ia kehilangan jejak black bone-"

    "eh?" KwangMin heran karena kami memang belum membuat persetujuan.

   "Dan kau, YoungMin Hyung, pergilah ke toilet belakang di perpustakaan. Yeoja itu meninggalkan petunjuknya disana."
Kami benar-benar melakukan kecerobohan besar, menghentikan penyelidikan sebelum menyisir semua bagian perpustakaan saat KwangMin melaporkan apa yang ia alami.
*MinWoo P.O.V End
...

@Perpustakaan
20.34
YoungMin telah tiba diperpustakaan dan segera menuju toilet belakang. Ada 6 buah pintu toilet didalamnya dan mata YoungMin segera tertuju pada sebuah pintu denga bagian-bagian permukaan yang tidak rata seperti telah di dobrak paksa.
YoungMin mendekati pintu itu dan melihat kedalam. Ia tak menemukan apapun disana.
Lalu ia menemukan serbuk abu dilantai. Ia mencium baunya dan berhasil mengenali bau itu. Aroma serbuk bahan peledak sebuah brand yang belum beredar dipasaran. Ini menguatkan kecurigaanya yang sejak awal. Tanpa menunggu lama, ia segera menuju sebuah tempat untuk menguatkan dugaannya.



@Another place
*Kim Ji Won P.O.V
    "Dimana ayahmu meletakan kurikulum lainnya lagi, yeppeun yeoja?" Tangan kasar itu mencengkram rahangku.
Aku hanya diam dan membuang mata darinya. Beberapa pria besar lainnya tertawa meremehkan rekannya yang tak berhasil mebuatku buka mulut. Ia geram dan menamparku kasar. Darah segar mengalir dari sudut bibirku. Ini entah tamparannya yang keberapa diwajahku.

    "Jawablah dengan cepat. Jangan buang waktumu, agashi. Apa kau tidak melihat penghitung waktu di bom yang terikat ditubuhmu ini, huh?" Ia menekan ujung kalimatnya.

    "Cih.. Bodoh. Teruslah mebujukku untuk menjawab hingga kalian kehabisan waktu dan membuat bom ini meledakan tempat ini. Biarlah aku dan orang-orang bodoh ini yang mati ketimbang harus menyerahkan kurikulum negara ke tangan yang salah." Cercaku. Aku yakin itulah yang akan dikatakan Aboji jika ia berada di posisiku sekarang ini.

<<<<Flashback
13.53 KST
    "Hwa.. Gomawo Aboji.. Setelah tugasku selesai aku akan segera pergi ke duson untuk melihatnya. Saranghae.." Aku mengakhiri panggilanku dengan aboji dan segera mengembalikan fokusku pada laptop.
Siang ini aku benar-benar bahagia. Aku menemukan sebuah kunci di meja belajarku. Tak lama setelahnya, Aboji menelpon dan mengatakan bahwa ini adalah kunci perpustakaan yang ia hadiahkan untukku.
14.14 KST
Aku menaiki kereta bawah tanah dan berjalan beberapa meter menuju perpustakaan baruku.

@Perpustakaan
Benar-benar nyaman. Aku harus segera membukanya untuk umum.
Aku meletakan tasku di meja kemudian berkeliling melihat koleksi buku. Toilet juga tak luput dari perhatianku.


    "Annyeong haseyo." Sambut satu dari dua orang yang entah sejak kapan telah berada di toilet perpustakaan milikku ini.

    "Si siapa kalian?" Tanyaku takut. Ekpresinya jelas menunjukan mereka berniat buruk.
Tanpa menjawab, dengan sigap mereka berusaha menangkapku. Aku tak tinggal diam. Dengan tubuhku yang mungil, aku berlari diantara celah keduanya dan mengunci diri di pintu toilet.
Berkali-kali mereka mendobrak pintunya.
Aku benar-benar takut.

    "Agashi, ku peringatkan jangan hubungi siapapun! Keluarlah sekarang juga. Atau kami ledakan tempat ini!" Teriak salah satu dari mereka.

    'Eomonim.. Eottohkae..' Aku berusaha menenangkan diri, meski tidak mungkin.

    "Ne, Tuan Kim. Kami telah menangkap putri pak menteri. Tuan tidak perlu khawatir. Perintah tuan Kim Jong Dae adalah kewajiban kami."
Mereka pasti sedang menelpon atasan mereka.

    "Cepat keluar atau kami ledakan!"

    "Andwae, andwae! Jangan ledakan! Aku akan keluar." Aku menyerah dan keluar.
2 pria itu masih berdiri disana, dan aku melihat sebuah granat di tangan salah satu dari mereka. Ternyata mereka benar-benar serius.

Mereka menyeretku keluar menuju mobil hitam di belakang perpustakaan.
    "Serahkan berkas itu!" Ucap seseorang dibalik kemudi. Sembari melajukan mobil dengan cepat.
Aku tahu apa yang ia maksud. Berkas rencana kalender pendidikan milik ayahku yang ku simpan dalam tasku.
Tentu saja aku menolak. Namun mereka memaksaku dengan memakaikan sebuah bom waktu di tubuhku. Mereka mengancam akan meledakanku dan perpustakaan ini dengan menekan tombol yang dapat mempercepat detik bom waktu ini. Tak ada pilihan lain, aku tidak ingin perpustakaan ini hancur. Terpaksa ku katakan berkas itu berada di dalam perpustakaan. Merekapun memutar kembali arah mobil menuju perpustakaan.

    "Baik, aku akan masuk dan mengambil berkas itu, bos."

    "Jangan. Biarkan dia yang mengambilnya. Itu akan lebih cepat karena dia sendiri yang tahu dimana tepatnya. Aku tidak ingin menghambat waktu dan mengambil risiko bom waktu itu meledak tiba-tiba. Tuan Kim Jong Dae hanya memberi sedikit waktu. Ia memegang remote kendali bom itu di markas kita. Ia bisa menekannya dengan tiba-tiba jika kita lamban."

    "Sial. Bukankah perlu cukup banyak waktu dari tempat ini menuju jembatan gantung duson? Apalagi jalanan menurun itu menghambat perjalanan." Pekik pria lainnya.

Sebuah hoodie longgar dipakaikan padaku untuk menutupi bom ini. Mereka menyuruhku segera mengambil berkas yang mereka mau. "5 menit tak kembali, kami ledakan tempat ini. Dan jangan berani menghubungi siapapun. Bom waktu yang kau pakai memiliki sensor audio dan visual." Ancamnya.

Aku masuk lewat pintu belakang perpustakaan dan mereka menunggu disana.
Aku telah mendapatkan berkas yang dimaksud.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang masuk lewat pintu depan. 'Siapa lagi?' batinku tak sanggup. Aku sudah benar-benar kewalahan dengan 3 pria itu.
Tidak, namja yang masuk kali ini berbeda. Senyumnya ramah menatap arlojinya. Dan sebuah perangkat terpasang di telinganya. Aku yakin ia pasti utusan aboji.
Aku berusaha melakukan sedikit interaksi, ah tidak. Ia tidak boleh mengenaliku. Jika itu terjadi, pasti ia akan membawaku pergi dari sini dan menghambat waktu hingga aku dan tempat ini diledakan dan ia juga akan ikut terbunuh.
Aku menutupi kepalaku dengan hoodie yang cukup untuk membuat wajahku tak terlihat karena bayangan hitam dari hoodie ini.
    "Lamban!" Ucapku sambil berkacak pinggang. Berusaha untuk terlihat normal.
Aku mengatakan hal-hal yang menjadi petunjuk. Aku mengatakan toilet untuk membuatnya memeriksa toilet nantinya. Meski aku tak meninggalkan apapun disana. Tapi seseorang seperti ia ku harap bisa membaca situasi yang telah terjadi disana. Dan sialnya aku tidak bisa mengatakan Jembatan Duson secara jelas padanya. Itu akan membuat mereka menekan remote pengendali bom ini.
Aku bergegas kembali ke pintu belakang sementara namja itu menyelidiki perpustakaan.


    "Siapa yang kau ajak bicara?" Tanya pria yang telah menungguku di pintu dengan geram.

    "Masuk dan habisi orang itu!" Titah pria dibalik kemudi.

    "Andwae!" Aku berusaha menghalangi langkah mereka sebisaku.

    "Kya! Berhenti!" Tiba-tiba seseorang datang dengan pistolnya.

    "Agashi, tidak ada waktu lagi. Masuklah sebelum bom ini meledakan semua yang ada disini." Bisik salah satu pria.
Aku segera masuk ke mobil dan mendengar suara-suara adu tembakan mereka. Mobil segera melaju dengan cepat seolah diburu waktu.
>>>>Flashback End

    "Jika hingga tengah malam nanti ia tak angkat bicara, ledakan dia!" Perintah lelaki tua dibalik telpon. Tentu yang ia maksud adalah meledakanku.
*Kim Ji Won P.O.V End

...
MinWoo dan KwangMin menghentikan mobilnya sebelum memasuki jembatan layang. "Disini aku kehilangan jejak mereka." Ucap Kwangmin.

    "Tempat dibawah mobil-mobil menyebrang" MinWoo mengingat kalimat yang diucapkan yeoja itu diperpustakaan. "KwangMin ah, mari kita menuruni jalanan itu." Lanjut MinWoo menunjuk pada sebuah parit di awal jembatan yang gelap dan terjal.

Tanpa fikir panjang KwangMin melakukannya. Ia tahu rekannya memiliki rencana.
Mobil pun mulai berjalan menurun. Sesampainya dibawah, mereka tidak percaya apa yang mereka lihat, sebuah sungai luas dibawah jembatan layang bukan hal yang menakjubkan. Yang mereka lihat di sisi lain yang tak terlihat dari atas ialah sebuah terowongan rahasia. Mereka menelusurinya dan menemukan sebuah bangunan tua di ujung terowongan.
Mereka keluar dari mobil dan mulai memasuki area yang sepertinya akan memiliki penjagaan yang kuat. Dan benar saja, 2 pria besar menjaga gerbangnya.
Tidak mungkin menembak, itu akan membuat kegaduhan dan mengundang penjaga yang lainnya.

    "Masuklah sementara aku mengalihkan perhatian mereka." Ujar KwangMin.
MinWoo mengangguk.

*MinWoo P.O.V
Aku memanjat sisi benteng. Sementara Kwangmin, entah apa yang ia lakukan pada para penjaga itu.
Di sisi dalam ternyata penjagaanya lebih ketat, dan malangnya, aku salah memanjat. Aku memanjat sisi benteng yang tepat dengan tempat para penjaga berkumpul.
Mereka melihatku. Hh sudah ku duga ini akan seperti ini.

    "Siapa kau?!" Tanya 1 dari 6 pria di depanku. Senjata mereka sudah terarah tepat padaku.

    "Cih.. Perlukah kau tahu namaku?" Tanpa mereka duga, ku gerakan tubuhku menendang satu-persatu senjata mereka. Beberapa dari mereka melawan, dan yang lainnya mengambil senjatanya. Percuma, mereka tidak akan berani menembak selagi aku bergulat dan menukar-nukar posisiku dengan rekan mereka sendiri.

4 pria tak bersenjata telah selesai, tinggal 2 pria bersenjata didepanku. Ku hampiri satu diantara mereka untuk kembali membuat kecohan lokasi. Dan itu berhasil, setelah beberapa peluru meleset, akhirnya tanpa sengaja pria itu menembak rekannya sendiri yang tengah berhadapan denganku. "Oops." Ejekku.

Ia hendak menembak lagi, pelurunya habis. Sekarang giliranku. Aku membidikkan pistolku tepat ke lengan kanannya sebelum ia mengambil pistol lainnya.

    "Jangan puas hanya dengan melewati 6 pria, MinWoo ya! Di dalam sana masih banyak yang harus kau hadapi." Fikirku.
Aku berjalan memasuki pintu utama. Diluar dugaan, markas ini kosong. "Apa mereka sudah melarikan diri?

    "Aku tidak akan mengatakannya!" Terdengar suara yeoja di sebuah ruangan. Aku mendekatinya. Dan ya, putri pak menteri ada disana. Dengan sebuah bom yang melekat di tubuhnya. Juga dua pria yang menjaganya. Hanya dua?

    "Ya! Mana yang lainnya?" Tanyaku memecah suasana.
Mereka menoleh. Pertarungan singkat kembali terjadi. Dua tembakan mengarah ke lengan masing-masing dari mereka, dan perkelahian selesai.

    "Kau akan segera selamat." Aku mencoba melepas ikatan yeoja itu pada kursinya.

    "Gomawo. Sebelum kau, rekanmu datang dan membawa beberapa penjaga disini keluar untuk bertarung." Ucapnya. Darah segar mengalir dari sudutnya, dan beberapa luka memar menghambat pergerakan wajahnya.

    "KwangMin!" Ucapku.

    "Kau cepat keluar dan masuk mobil. Jika dalam 10 menit aku tak kembali ke mobil, pergilah dulu. Aku akan menyusul." Jawab KwangMin di sambungan.

    "Kenapa tidak memberi tahuku?"

    "..." Sambungan terputus.
Semoga beruntung KwangMin ah.

    "Mian.. Tapi bom ini akan meledak." Yeoja ini mengembalikan fokusku.
Ku lihat penunjuk waktu di bom waktu ini berputar semakin cepat. Sepertinya seseorang telah menekan remote kendali bom ini. Aku berusaha melepaskan bom itu dari tubunhya. Jika salah satu kabel ini terputus, bom akan meledak begitu saja. Aku harus membukanya tepat di bagian kunci bom yang terbuat dari baja ini.

   "YoungMin hyung, kau dimana?" Aku berusaha menghubungi YoungMin hyung. Tapi tak ada jawaban. Aku yakin ia mendengarku. Tapi kenapa tak menjawabku? Apa sesuatu telah terjadi padamu?
Jika kau ada disini, pasti kau bisa dengan mudah menyelesaikan bom ini.

    "Apa benar-benar tidak bisa di buka?" Yeoja ini mengembalilan fokus ku lagi.
Seketika itu pula aku melihat penunjuk waktu menunjukkan hanya 1 menit yang tersisa dengan 3X lebih cepat. Itu artinya setara dengan hanya 20 detik waktu normal.
Aku tidak menyerah. Meski kehabisan tenaga dijariku melawan kunci baja ini, tidak ada yg tidak mungkin.

Alarm bom telah berbunyi 'tit.. Tit.. Tit..' (3, 2, ...) 'cklek' kunci bom terbuka. Waktu yang hanya tinggal 0, sekian detik melambat selambat-lambatnya, hampir tudak terlihat bergerak sama sekali.

    "KwangMin ah, MinWoo ya, aku tidak menghentikan bom itu, aku hanya bisa memperlambatnya. Cepat kalian pergi dari sana, karena bom itu akan tetap meledak." Ucap YoungMin hyung dibalik sambungan.

    "Baik, hyung!"


<<<Flashback
20.36 KST
Berbekal serbuk yang ia temukan di toilet, YoungMin segera pergi dengan kendaraannya menuju sebuah tempat yang berkemungkinan besar adalah dalang dari penculikan ini.

*YoungMin P.O.V
Perusahaan JDK.
Aku berdiri di hadapan gerbang megah pembatas sebuah gedung besar.
JDK, perusahaan penerbit buku yang ku tahu memiliki aktifitas rahasia di dalamnya, memprodukai senjata api dan beberapa bahan peledak. Serbuk ini, aku yakin JDK yang memiliki teknologi canggih untuk memproduksinya, dan serbuk ini memang tidak pernah ku temukan pada bahan peledak produkai perusahaan lain.
Aku merapihkan tuxedoku dan memakai kacamata baca tebal di wajahku. Tak lupa ku tenteng sebuah koper kerja untuk melengkapi penyamaranku.

    "Selamat malam.." Sapa seorang recepsionist.

    "Ne. JDK, aku ingin bertemu dengannya." Ucapku tertuju.

    "Ne, apa tuan telah membuat perjanjian dengan tuan besar JongDae Kim?" Tanya recepsionist itu dengan ramah.
Aish.. ia menghambat waktu! Ia tak tahu apa yang menunggu disana, sebuah bom!


Gusar, ku lemparkan tanganku ke meja.
    "Nona muda, waktuku tidak banyak! Dan pernah dengar istilah time is money? Aku tidak ingin menghamburkan sahamku hanya untuk pertanyaan tidak penting semacam itu! Ku cabut sahamku, habislah gajimu." Ancamku dan berusaha terlihat seperti mitra penting bagi JDK.
Dan benar saja, ia segera memberi tahuku dimana posisi JDK.

Aku pergi menuju kamar di puncak gedung, tempat JDK berada.
    'Cklek' Tanpa basa-basi ku buka pintu dan terlihat JDK yang sedang bersantai bersama beberapa yeoja muda.

    "Siapa kau?" Tanya JDK.
Aku mengacungkan tanda pengenalku untuk juga menunjukan bahwa aku memiliki wewenang untuk menangkapnya.
"Cih.. tidak semudah itu, anak muda!" JDK mengeluarkan sebuah pistol yang tersembunyi di balik piyamanya. Yeoja-yeoja itu berteriak dan berlari ke sudut ruangan.

    'Dor!!!' Ia mulai menembak. Tepat ke rompi pelindungku. Untungnya.

   "Tidak, tuan. Tidak sekasar itu." Jawabku. Itu membuatnya bingung dan menurunkan senjatanya.

    "Siapa kau? Ku kira kau utusan menteri pendidikan." Ucapnya polos. Cih.. genap sudah, ia mengakuinya tanpa perlu ku interogasi. Analisaku memang tepat.

    "Menteri pendidikan?" Tanyaku berpura-pura tidak tahu.
JDK tertegun.
"Jika maksudmu menteri pendidikan yang sedang kehilangan putrinya, aku kenal beliau. Bagaimana kau bisa tiba-tiba teringat padanya?" Tanyaku lagi. Dan itu berhasil membuat JDK kelabakan. "Ah.. aku faham. Anda memang bapak terhormat dengan naluri kebapakan yang mungkin ikut prihatin dengan kemalangan yang menimpa keluarga menteri pendidikan, benar? Apa Anda benar-benar merasa seolah berada dalam posisi menteri pendidikan dan putrimu dalam bahaya seperti putrinya? Benar-benar saingan partai yang baik." Aku mencoba bermain dengan naluri kebapakanya.

JDK diam. "Jadi, siapa kau?" Tanya nya lagi dengan nada lebih rendah.

    "Aniyo, siapa kau?" Aku balik bertanya. "Seorang pemimpin partai dan pemilik perusahaan yang terkenal baik." Aku melangkah mendekatinya. Ia mundur, tapi dengan senjata yang terarah kepadaku.
"Juga menjadi bapak yang dihormati masyarakat dan dibanggakan keluarga. Aku yakin Anda ingat bagaimana bangganya putri Anda memiliki seorang ayah yang terlihat luar biasa. Dan pantas untuk bercerita pada teman-temannya, seperti 'lihatlah! Nae aboji telah melakukan banyak kebaikan untuk semua orang dengan semua yang ia miliki.' " Aku terus berceloteh hingga berhasil mengecohnya. JDK kini ambruk lesu. Terlihat seperti ia sedang merenungi kata-kataku.

    "Aku menyesal." JDK mulai menangis.

    "Jadi, hentikanlah bom itu." Pintaku langsung.

    "Aniyo."

   "He?"

   "Bom itu benar-benar tidak bisa dihentikan setelah aku menekan remotenya."

    "Andwae! Pasti ada yang masih bisa dilakukan!!" Desakku.

    "Andwae. Mian. Ku rasa aku sudah cukup." 'Dorrr!!!' JDK menembak kepalanya sendiri dan jatuh terkapar. Para yeoja berteriak ketakutan.


Aku menghampiri tubuhnya dan menemukan sebuah remote pengendali bom di saku piyamanya.
Segera ku lakukan apa yang ku bisa. Ku buka casing dan mulai memilah kabel didalam remote berukuran tidak lebih besar dari sebuah kotak permen karet ini. Salah sedikit, bom itu bisa meledak.
>>>>Flashback End

Ku lakukan semampuku, tapi sial! Terburu waktu membuatku tidak berfikir maksimal. Aku hanya mampu meperlambat waktunya saja.
    "KwangMin ah, MinWoo ya, aku tidak menghentikan bom itu, aku hanya bisa memperlambatnya. Cepat kalian pergi dari sana, karena bom itu akan tetap meledak!" Ucapku.

    "Baik, hyung!" Jawab Minwoo dibalik sambungan.

  "BBBLLLDDDDRRRRRR GGRRRGTRRR BWRRRRRRR" Beberapa saat kemudian terdengar ledakan dahsyat di balik sambungan.

    "Kwangmin ah! Minwoo ya! Kalian baik-baik saja?" Tanyaku panik.

    'Sksrssskkkssrr' Tidak ada jawaban, hanya suara frekuensi yang terganggu. Dan suara itu lebih mengguncang hatiku karena khawatir.

    "Ya, kalian berdua! Jawab aku!! Lima detik tidak menjawab, tidur di luar!" Ucapku seperti biasa.

    "Skrskrsrrrsssk"

    "Ya.. jangan bercanda. Aku mulai menghitung 5, 4, 3, 2 .." Aku tidak bisa melanjutkan hitunganku. Sesak.

    "Skrsskkksrrrsk" Tetap tidak ada jawaban. Apa yang terjadi?'
...

Keesokan harinya.
Pemakaman sore ini berjalan cukup khidmat. Ku lihat pak menteri sepertinya masih tidak mepercayai ini. Aku menghampiri pak menteri.

    "Maaf, Pak. Saya benar-benar.." Ucapanku terpotong.

    "Tidak, tidak perlu meminta maaf. Aku tahu kau telah berusaha melakukan yang terbaik. Dan aku tahu kematian ini bukan salahmu. Terimakasih kau telah banyak membantu." Ucap pak menteri dengan sangat bijak.
Pak menteri mulai menerawang kenanganya. "Ia sangat menggemaskan ketika bersekolah dulu. Benar-benar anak yang cerdas dan berpendirian kuat. Aku tidak percaya ia berkhir seperti ini."
Aku hanya tersenyum.
    "Oh ya. Besok datanglah ke peresmian perpustakaan Duson. Putriku Jiwon memintamu dan kedua rekanmu untuk hadir." Tambah pak menteri sebelum meninggalkan upacara pemakaman JDK.

    "Baik, pak." Jawabku.
*YoungMin P.O.V End

...
Pagi ini proses peresmian perpustakaan Duson berjalan dengan lancar. Jiwon ditemani kedua orang tuanya memotong pita. Dan 3 agen muda kita menjadi tamu kehormatan disana.


Kini semua telah kembali berjalan normal. Tidak adan lagi kekhawatiran yang muncul. Jjiwon telah kembali pada kedua orang tuanya. Begitupun dengan ketiga agen muda kita yang kembali pada rutinitas sehari-hari mereka. Dan Blackbone telah kembali ke tempat mereka seharusnya. Ledakan bom itu menghanguskan markas dan tubuh mereka yang tidak sempat melarikan diri. Dan berkat agen muda kita juga polisi mengetahui keberadaan mereka dan menangkap anggota blacbone yang selamat di ledakan itu.


-END-

***
    "Keurondae, kau berhutang sebuah ice cream padaku!" Proset MinWoo pada YoungMin.

    "Ice Cream?" YoungMin heran.

    "Eung! Aku terpaksa membuang ice cream musim panasku saat kau menghubungi dan mendesakku kemarin." Jelas Minwoo.

'pltak!!' Sebuha jitakan mendarat di kepala Minwoo.

    "Ya! Apa nyawamu seharga ice cream, huh? Harusnya kau berterimakasih pada hyung baik hati yang telah menyelamatkan kita dari bom kemarin." Timpal Kwangmin.

Youngmin tertawa, baiklah.. "Jja, ku traktir kalian ice cream." Ajak YoungMin.

    "Andwae. Uangnya saja." Elak Minwoo.
Dengan berat YoungMin memberi Minwoo sejumlah uang dan membiarkan Minwoo pergi dengan skateboardnya untuk menikmati waktunya sendiri.

    "Wae?" YoungMin menatap tajam pada KwangMin yang tersenyum padanya.

    "Aniyo.. Hanya saja, aku dan aiko harus.. Ah.. kau tahu, hyung! Aku pergi!" KwangMin juga pergi dengan sepedanya meninggalkan YoungMin.

  "Annyeong." Jjiwon yang entah sejak kapan ada disana menyapa YoungMin.

   "Ne. Ah.. Apa kau sudah melakukan pemeriksaan ke dokter? Kau terlihat tidak baik. Kembalilah kedalam perpustakaan. Dan mian, aku harus pergi." Dengan sesopan mungkin YoungMin meninggalkan Jjiwon.

YoungMin memasuki mobilnya, "Aish.. Dasar bocah-bocah itu!!! Apa mereka tidak tahu bagaimana aku hampir mati saat mengira mereka berakhir karena bom itu? Ayolah.. Seharusnya kalian mengerti, aku hanya sedang ingin menghabiskan waktu dengan kalian!!" Gusar YoungMin. Ia menyesali dirinya sendiri yang terlalu gengsi untuk meminta KwangMin dan Minwoo menemaninya seharian ini dirumah.
Lalu fikiran jahil mulai merasuki kepala YoungMin. Ia menekan tombol on pada sesuatu di telinganya, "5 menit tidak sampai di rumah, malam ini kalian tidur di luar!" Ancam YoungMin seperti biasanya.

   "Kya!! Hyung ah!!!" Terdengar MinWoo dan KwangMin protes dibalik sambungan.
YoungMin menekan tombol off lalu tersenyum senang dan pergi dengan mobilnya menuju rumah.
***

Bonus

Kira-kira ini behind the scene nya waktu scene di perpustakaan. ^^ Ngaco. -,-



Thanks for reading. Hajiman, Kajima.. Don't leave me without your comment. ^_^
Readmore → BOM

Friday, August 21, 2015

Apa Iniiiiii?

Oke, cerpen ini mungkin tidak akan memenuhi ekspektasi yang dibayangkan saat melihat judulnya (emang ada yang berekspektasi? -,-). Tapi ini serius lho, november lalu waktu ngetik cerpen ini sampai takut-takut sendiri. brrr~ Tapi emang dasarnya aja yang penakut sih.. sok-sok-an pingin bikin cerita (yang agak) horor. weh.
Dan sebelum ini tambah gak jelas, langsung aja ke inti postingan. Aku mau bawa cerpen lamaku yang ini..
.
.
.

Apa Iniiiiii?



    Sore, suara gemercik air hujan membangunkanku. Udaranya cukup dingin, aku lupa untuk menutup jendela kamarku. Aku bangkit dan menuju jendela yang terbuka. Aku ingin menutupnya sebelum kembali tidur. Jendela dengan jeruji putih berpola bunga khas anak perempuan membuatku bisa melihat keluar dengan langsung saat kaca jendelanya terbuka.
    Dan aku melihatnya lagi. Berdiri di luar sana dengan dress putih sebatas lutut dan rambut yang dibiarkan terurai, di bawah hujan, namun ia tak terlihat basah. Masih dengan tatapan itu. Ia sama sekali tak berubah seperti saat pertama aku melihatnya di kolong tempat tidurku 11 tahun yang lalu. Ku fikir 11 tahun yang lalu ia lebih tua dariku. Tapi sekarang, aku yang menjadi 11 tahun lebih tua darinya.

    “Kak Nana!” Rara, adik kecilku memanggilku.
Seketika lamunan ku tentang kejadian beberapa tahun lalu memudar. Aku menoleh, dan melihat Rara yang sudah berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil kedinginan dengan memeluk boneka teddy bear lusuh favoritenya yang tak pernah ia cuci, karena menurutnya itu akan membuat teddy bear nya flu dan tidak bisa tidur karena menangis seharian.

    “Ada apa?” Tanyaku acuh.

    “Kakak.. temani Rara mandi.” Pinta Rara.

    “Kakak sedang malas. Kenapa tidak minta di temani Teddy bear mu saja, Rara..” Jawabku malas sambil menutup jendela kamarku, kemudian beranjak kembali ke tempat tidur.

    “Teddy bearnya tidak mau ke kamar mandi. Dia takut akan di ambil oleh teman kakak..” Celoteh Rara tidak jelas.

    “Eh! Diam!” Sengitku memotong ucapan Rara sebelum menjadi semakin tidak jelas. “Lagi pula Rara kan sedang sakit. Tidak boleh mandi dulu. sudah ya.. jangan ganggu kakak lagi. Kakak harus tidur. Nanti malam ada kelas malam di kampus.” Lanjutku.
Rara pun akhirnya pergi dengan lesu.

Aku mencoba tidur kembali meski aku sedikit terganggu dengan kalimat Rara barusan. Entahlah..  aku tidak mengerti dengan Rara. Imajinasinya terlalu tinggi. Bahkan Rara pernah beberapa kali mengatakan bahwa aku memiliki seorang teman bernama Nina yang tinggal di bawah pohon mangga di halaman rumah, tepatnya di kebun di samping kamarku dan selalu tidur di kolong tempat tidiurku. Puncaknya adalah Rara mengatakan bahwa Nina masuk kedalam mobilku dan mengikutiku hingga ke kampus, kemudian saat aku pulang Rara menangis histeris karena menurutnya aku telah melepaskan kepala Nina. Saat itu asma Rara kambuh dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Ayah selalu marah saat imajinasi liar Rara keluar. Dan mamahlah yang selalu menjadi pelindung Rara pada saat seperti itu.

                       

    Aku berangakat setelah mengahabiskan mie gorengku. Pukul 19.00 malam ini kelas akan di mulai. Aku mengemudikan jaz merah yang kudapatkan dari ayah saat ulang tahunku yang ke 17 tahun lalu dengan santai. Karena ini masih lebih dari 30 menit sebelum kelas di mulai.
Dan inilah hasilnya. Aku terjebak macet.
    Beberapa pedagang asongan menawarkan daganganya ke jendela-jendela mobil di sekitar lampu merah. Aku hanya melihat-lihat tampa berniat membeli. Seorang pedagang asongan kecil menghampiri mobilku. Ia menawarkan beberapa mainan anak kecil padaku. Jika tega, sebenarnya aku ingin memarahinya. Usiaku sudah terlalu tua untuk memainkan boneka-boneka plastik itu.

    “Adik perempuan kakak pasti akan senang memainkanya.” Ucap pedagang aasongan kecil itu mempromosikan barang daganganya.
Eh? Dari mana ia tahu aku memiliki adik perempuan? Kecil-kecil sudah jago promosi.
Aku hanya tersenyum sembari memberikan uang lembaran 20.000 setelah menerima sebuah boneka plastik darinya yang kemudian ku lempar sembarang ke jok belakang mobilku, tentunya setelah pedagang asongan itu pergi.

                      

    Aku sampai di kelas tepat semenit sebelum ibu Mirna memulai pelajaranya. Aku sangat malas. Tapi sepertinya bukan aku saja yang merasa malas. Hampir semua siswa merasa malas untuk belajar dengan ibu Mirna. Bukan karena kekejamanya saat mengajar, justru ia begitu ramah. Tapi orang-orang bilang ibu Mirna itu aneh. Pada usianya yang hampir menginjak kepala 5, ia masih belum menikah. Beredar kabar bahwa karena hal itu, ibu Mirna menjadi frustasi dan kerap berbicara sendiri. Bahkan bukan sekali dua kali ibu Mirna marah-marah di kelas karena menurutnya kelas sangat berisik. Padahal tidak ada siapapun yang membuat kegaduhan di kelas. Jika saja ibu Mirna tidak mengajar Sosiologi, aku tidak akan hadir pada setiap kelasnya. Masalahnya adalah aku akan sangat membutuhkanya dalam penyusunan skripsi nanti. Huft.... kenapa hiidupku di kelilingi dengan orang-orang aneh? 

                      

    “kelas selesai. Terimakasih semuanya.” Ucap Ibu Mirna mengakhiri kelasnya.
Semua bergegas mengemas buku-bukunya dan pergi pulang. Sama sepertiku, mereka juga tidak ingin pulang kemalaman sampai di rumah.

    “Nana?” suara perempuan memanggilku.
Aku menoleh, dan ternyata itu Ibu Mirna.

    “Iya, bu?” Jawabku sesopan mungkin. Meski aku agak ngeri untuk berbicara langsung dan eksklusif bersamanya.

    “Mari kita berbicara sambil berjalan menuju parkiran saja.” Ajak ibu Mirna.

    “Mari, bu.”

    “Nana, sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu ibu ingin menanyakan tentang orang tuamu.”

    “Ya? Silahkan, bu.” Aku mempersilahkan Ibu Mirna untuk bertanya.

    “Apa kesibukan mereka? Apa mereka jarang tinggal di rumah?” Tanya ibu Mirna.

    “Hm.. Itu. Ayah saya memang sibuk, bu. Ia selalu pulang larut malam karena pekerjaan di kantornya. Tapi mamah saya bukan wanita karir. Ia hanya ibu rumah tangga biasa, dan ia lebih sering tinggal di rumah.” Jelasku.

    “oh.. baguslah. Ibu hanya ingin memnyarankan, jika ibumu memang selalu ada di rumah, sebaiknya kau tidak perlu mengajak adikmu ke kampus setiap kelas malam. Bukankah lebih baik ia dirumah bersama ibumu?” Ucap ibu Mirna.
Aku tertegun. Aku memang tidak pernah mengajak Rara ke kampus. Mungkin ibu Mirna salah faham.
    “Sudah ya.. ibu ingin pulang. Sebaiknya kau juga cepat pulang. Kasihan adikmu menunggu di dalam mobil.” Lanjut bu Mirna.

Aku hanya diam. Berbicara pun aku bingung.
Ku lihat ibu Mirna melambaikan tanganya ke arah mobilku. Dan ku lihat di jok belakang mobilku, ya. Dia memang ada. Duduk diam dengan memeluk boneka plastik yang tadi ku beli di lampu merah.


-Tamat-


Sekian, Thanks for reading. :)
Readmore → Apa Iniiiiii?