Saturday, March 28, 2015

A Day With Him



Kali ini aku bawa cerpen. :) Gak inget kapan bikinnya, yang jelas ini udah lama banget! Pas pertama ditugasin ngebimbing kelas TSM tiap pagi. Mereka cowok semua sekelas, dan beberapa diantara mereka terkesan kaya little bad boy. -_- Tapi sebenarnya kalo udah kenal, mereka baiiiik dan manis banget sama kakak kelasnya. ^-^
catatan: meski di kelas TSM ada yang namanya Rio, tapi yg jadi cast di cerpen ini bukan Rio yang itu lho ya.. hehe..

A Day With Him

“Aku tidak habis fikir..! aku belum pernah bertemu dengan seseorang sepertimu sebelumnya!”
Mereka hanya berdua di balik dinding belakang sekolah.
Siswa itu berjongkok membelakangi siswi yang sedang berbicara padanya dengan wajah geram dan tangan yang dillipat di depan perutnya.
Mari lihat lebih dekat, siswi itu adalah Nana. Siswi yang cukup baik di sekolahnya. Dan siswa itu adalah Rio, siswa yang terkenal nakal dan tak pernah lelah berulah. Jika saja sekolah ini bukan milik kakeknya, bukan tidak mungkin ia sudah di keluarkan karena point negatifnya yang sudah melebihi batas.
                Nana memang sedang mencari Rio. Nana sudah kehabisan kesabaran untuk hanya diam melihat ulah Rio yang sangat mengganggu matanya. Nana ingin memberi Rio sedikit pelajaran. Nana begitu membenci semua bentuk pelanggaran dan kenakalan.
                “Eh? Kau? Apa yang kau lakukan? sedang mengikutiku?” Tanya Rio saat menyadari seseorang tengah berdiri di belakangnya.
                “Kau ini.. ingin membolos lagi, ya?” Selidik Nana.
                “Shut.. jika satpam mendengarmu, ia akan datang dan memukul kita dengan tongkatnya!” Bisik Rio.
                “Siapa itu? Ada orang di belakang?” Terdengar suara pria dewasa di sana.
Dengan sigap Rio membungkam mulut Nana dan menariknya untuk bersembunyi di lorong kecil yang merupakan akses menuju gudang sekolah.
                “Jangan menjadi pengacau!” Bisik Rio lagi.
Suara sepatu pria dewasa itu terdengar menjauh. Rio pun melepaskan Nana.
                “Aku tidak takut. Pak satpam tidak akan memukulku karena aku tidak bersalah. Aku akan mengadukanmu padanya!” Seru Nana.
                “Hey! Jangan bodoh! Ia tidak akan mendengarkanmu!” Tukas Rio.
                “Don’t care!” Nana melangkah pergi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, Rio menarik lenganya dan membawanya lari. “Eh? Eh? Apa yang kau lakukan?!” Teriak Nana.
                “Ikut saja.” Jawab Rio dengan terus menggenggam lengan Nana dan berlari.
Pak satpam yang mendengar kegaduhan itupun langsung memeriksa ke belakang sekolah dan menemukan sepasang siswa yang sedang berlari.
“Hwa.. beraninya kau! kau membuatku harus berlari! Tidak pernah ada yang membuatku seperti ini sebelumnya!”
“Aku tidak akan melakukan ini jika kau tidak akan mengadukanku!” Balas Rio.
Pak satpam mencoba mengejar, tapi Rio dan Nana sudah terlebih dahulu menaiki sepeda motor Rio dan pergi keluar sekolah.

@Perjalanan.
“Kau yang memaksakan diri untuk memasuki permainanku!” Ucap Rio dengan smirk yang dapat Nana lihat  melalui kaca spion motor yang sedang mereka naiki. “pegang yang erat.” Lanjut Rio.
Nanapun mempererat genggamannya pada jaket Rio.
                “Bukan berpegangan padaku. Tapi peganglah rok mu dengan baik. Rokmu sedikit terbuka.” Seru Rio.
                “Hmh?! Hei!!” Nana memukul bahu Rio kemudian memegang erat roknya.
                “Merah muda?” Goda Rio.
                “Maksudmu?” Nana menajamkan matanya.
“ ‘itu’ “ Goda Rio lagi.
“Hei!! Berhentilah berbicara yang tidak-tidak!! Aku benci topik ini!!” Gerutu Nana dan kali ini pukulanya mengarah pada kepala Rio yang terlindungi helm. Nana kesal, tapi tidak benar-benar marah. Ia mengerti bahwa Rio hanya sedang menggodanya dan tidak benar-benar melihat ‘itu’.
Rio hanya tertawa puas setelah menggoda Nana.

@a peace place.
Rio membawa Nana ketempat favoritenya untuk menghabiskan waktunya saat membolos.
“Hentikanlah kebiasaan burukmu saat di tempat ini.” Perintah Rio.
“Kebiasaan buruk apa?” Tanya Nana yang masih setia mengikuti Rio. Tidak ada pilihan lain. Tidak mungkin juga Nana pulang sendiri ke sekolah. Ia pendatang baru di kota ini dan belum begitu mengenal kota ini.
“Itu dia kebiasaan burukmu. Selalu banyak bertanya dan cerewet. Lebih baik diam dan perhatikan saja.” Ucap Rio.
Nana merasa ada sesuatu yang berbeda. Cara berbicara Rio, suaranya menjadi lebih lembut kali ini. Nana hanya mengangguk. Perintah Rio terdengar begitu tulus meski Rio menunjukan ekspresi merendahkan yang biasa tertanam di wajahnya.
Mereka berjalan di tepi danau, kemudian menaiki sebuah padang rumput yang menanjak. Di puncak sana terlihat sebuah pohon besar yang rindang berdiri sendiri. Kesepian.
Jika boleh, Nana begitu ingin bertanya tempat macam apa ini?
Sampailah mereka di puncak. Rio tersenyum senang, tapi Nana hanya diam tak percaya.
“Hai, bunda. Rio datang lagi. Hari ini gurunya tidak masuk lagi. Seperti biasa, hanya memberikan tugas saja. Rio bisa menyalinnya dari teman besok, bun. Hanya menyalin soalnya, dan Rio tidak akan mencontek jawabanya. Bunda kan melarang Rio mencontek..” Ucap Rio begitu lembut.
Perlahan air mata Nana membendung.
“Oh iya, bun. Hari ini Rio bawa teman.” Rio menarik Nana yang berdiri di belakangnya untuk ikut berjongkok bersamanya. Rio merangkul bahu Nana, dan “Bunda, ini teman Rio. Namanya Aluna Naudy. Bunda boleh memanggilnya dengan panggilan Nana saja. Nana, ini bunda.” Jelas Rio.
“Hai, tante..” sapa Nana dan mengelus papan nisan dari sebuah kuburan terawat yang terdapat disana.
Rio tersenyum.
“Bunda., hari ini Rio sarapan dengan roti dan selai coklat seperti yang biasa bunda buatkan dulu. Tapi buatan bi mina tidak selezat buatan bunda. Oh iya.. tadi mang Ujang pedagang sayuran itu lupa memberikan kembalian uang pada bu Mina. Terpaksa bu Mina harus berlari mengejar gerobak sayur mang Ujang untuk mengambil kembalianya. Haha.. dulu kita juga pernah mengejar gerobak mang Ujang untuk membeli sayuran kan, bun?” Rio yang banyak berbicara.
Hari ini Nana melihat sisi lain dari seorang Rio. Rio yang bersikap dingin di sekolah begitu hangat dan lembut pada bundanya. Rio yang menyebalkan begitu manis pada bundanya. Rio yang begitu nakal begitu menyayangi bundanya. Rio yang acuh begitu merindukan bundanya.
Hari ini Nana mengerti, setiap orang memiliki alasan untuk bersikap dan melakukan sesuatu. Tidak bijak untuk menutup telinga, menutup mata, dan hanya membuka mulut dan tangan untuk menghakimi. Mengerti dan merangkul akan lebih baik.

-end-

Thanks for reading, dan silahkan dikomentari. Kritik dan saran sangat diharapkan. :)

catatan terakhir ( salah satu anak tsm tiba2 muncul di belakang pas ini mau di post >.< )

No comments:

Post a Comment