Menu

Wednesday, February 24, 2016

Soulmate Part 4 [END]


Soulmate Part 4 [END]


|| a story by Ly @Lia_YH ||

|| Length : 4 Shoot || 

|| Rating : T || 

|| Genre : Romance, Friendship, Family || 

|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Cahn Yeol EXO||

|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||

** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate. Ini menjadi part terakhir, ending.
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).

Happy Reading!! ^^

|| Bagian 4 ||

[Sebelumnya]

Chanyeol mengantarkan Nana pulang dari rumah sakit dan lalu mereka berbicara mengenai perasaan yang dalam. Setelah selesai, Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemani Jia yang masih terbaring di rumah sakit.

...

|| Bagian 4 ||

Chanyeol berlari sekencang yang ia bisa. Sepertinya ia lupa untuk sekali saja bersikap tenang, setidaknya kini ia sedang berada di koridor rumah sakit.

'Cklek!!' Chanyeol membuka pintu ruang rawat Jia seolah tak sabar ingin menemui sahabatnya itu.

"Jia-Ya!! Aku kemba-.." Kata-kata Chanyeol terputus saat ia melihat seseorang yang sedang menemani Jia di ruang rawatnya. "He? Ahjuma? A anyeong haseyo.. Jeongmal mian, aku tidak tau ahjuma ada disini. Hehe.." Kikuk Chanyeol yang tertunduk karena malu. Sementara Jia hanya tertawa dengan mulut yang penuh dengan buah.

Kini Jia masih terbaring lemah di ruang rawatnya, ditemani dengan ibunya yang sepertinya baru pulang bekerja.

"Ah.. Gwaenchana gwaencahana.." Jawab Nyonya Kim, Ibunya Jia. "Ah, Chan ah.. Jia bilang tadi sebelum ahjuma datang, ada 2 orang teman lainnya yang datang menjenguknya. Benarkah itu? Ah.. sayang sekali ahjuma tidak sempat menemui mereka." Tanya Nyonya Kim.

"Geurae, ahjuma. Tidak apa-apa, mereka mengerti bahwa ahjuma sedang bekerja." Jelas Chanyeol.

"Ah.. seperti itu ya? Dan Chan ah, terimakasih ya sudah bersedia menjaga Jia selama ahjuma bekerja. Tapi sekarang pekerjaan ahjuma sudah selesai, sekarang ahjuma bisa menjaga Jia. Ini juga sudah malam, sebaiknya kau segera pulang sebelum larut. Bukankah besok kau harus bersekolah?"

"Um.. se- sebenarnya aku datang untuk menemui Jia. Ada hal kecil yang ingin aku sampaikan." Chanyeol menjelaskan maksud kedatangannya.
Jia pun mengerti, sepertinya memang ada hal penting yang ingin Chanyeol sampaikan padanya. Dan entah kenapa, Jia merasa akan lebih nyaman jika mereka hanya berbicara berdua saja tanpa ada telinga ketiga (dalam hal ini, Ibunya Jia sendiri) terlebih jika itu menyangkut privasi Chanyeol.

"Eh eh? Ttal? Apa yang ingin kau katakan? Jangan hanya mensikut dan bergumam seperti itu, eomma tidak mengerti.." Kata Nyonya Kim kepada Jia yang sejak beberapa saat lalu tangannya mensikut-sikut lengan ibunya sendiri sembari berbisik tidak jelas. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu namun enggan.

"Aihs.. Eommaaa.." Rengek Jia.

Nyonya Kim tentu saja mengerti dengan gelagat putrinya. Ia faham jika Jia akan lebih nyaman jika Nyonya Kim meninggalkan mereka berdua di ruangan. Batinnya terkekeh kecil. Tapi untuk meninggalkan putri semata wayangnya bersama Chanyeol bukanlah hal yang perlu ia khawatirkan. Ia sudah mengenal bagaimana Chanyeol dan Jia berteman baik sejak lama.

"Ah.. Pfft.. Baiklah, baiklah.. Eomma mengerti. Eomma akan pergi." Nyonya Kim masih terkekeh kecil.

"He? Ah ahjuma sebenarnya tidak perlu pergi jika Ahjuma ingin tetap disini." Chanyeol terlihat masih kikuk.

"Gwaenchanayo.. Ahjuma hanya akan keluar sebentar. Dan kau, Chan ah., semoga sukses!" Goda Nyonya Kim saat ia melewati Chanyeol yang masih saja berdiri di depan pintu.

Pipi Chanyeol terlihat memerah karena malu, dan lagi-lagi Jia hanya tertawa kecil. Tapi tak berselang lama, tawa Jia hilang. Jia melihat sebuah cincin bertengger di jari manis Chanyeol. Jia tahu persis bahwa itu adalah cincin couple yang tempo hari mereka beli untuk Nana.

"Chukkae." Ucap Jia tak bersemangat.

"Ne?" Chanyeol heran, lalu melihat cincin yang dikenakannya. "Ah.. maksudmu cincin ini? Um.. Nana baru saja menolakku." Jawab Chanyeol lalu duduk di kursi disamping tempat Jia berbaring.

"Mw mwo?" Jia tersentak dan berusaha bangkit dari tudurnya, namun "Ah aww!" Ia terlalu lemah.

"Kya.. Apa yang kau lakukan?! Dokter menyuruhmu jangan banyak bergerak! Pecicilan!" Nasihat Chanyeol.

"Neon Gwaenchana?" Tanya Jia. Bahkan dalam kondisinya yang seperti ini pun ia masih memikirkan Chanyeol.

"Nan gwaenchanayo. Better than fine." Chanyeol tersenyum tenang.

"Geurae! Masih ada kesempatan lain! Mari kita berusaha lagi!" Seru Jia sembari mengangkat lengan Chanyeol tinggi-tinggi.

"Ani aniyo.." Chanyeol menggenggam tangan Jia. "Sudah cukup, Jia ya. cukup."

"He? Kau ingin menyerah begitu saja?" 

"Tidak. Aku sama sekali tidak menyerah. Tapi aku sadar. Apa yang harus ku perjuangkan dan apa yang harus ku relakan."

"..." Jia tidak mengerti.

"Nana yang menyadarkan ku. Bahwa gadis yang selalu ku fikirkan, ku khawatirkan, ku lindungi dan tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, gadis yang membuatku merasa tidak bisa melakukan apapun tanpanya,  gadis paling berharga, gadis yang selama ini bersembunyi di hatiku, itu adalah ... kau. Kau, Kim Jia, kau." Ucap Chanyeol meyakinkan. Sampai-sampai Jia terharu mendengarnya. Air mata Jia sedikit mengalir meski telah ia tahan. "Aku tidak tahu apakah ini sudah terlambat atau belum. Tapi aku tidak pernah merasa seyakin ini. Jia-ya, aku menyayangimu. Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman sekelas yang selalu mengajariku materi pelajaran. Aku menyayangimu lebih dari teman bermain yang selalu menemaniku selama ini. Aku menyayangimu lebih dari .. Kau mengerti? Lihatlah mataku! Aku menyayangimu lebih dari sekedar teman biasa, aku menyayangimu lebih dari sahabat biasa. Saat aku melihatmu, aku menemukan banyak kedamaian. Aku.. aku, aku benar-benar menyayangimu. Aku mencintaimu." Ucap Chanyeol begitu yakin. "Maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya Chanyeol sejurus kemudian, meski ia ragu jika setelah apa yang ia ucapkan ini apakah Jia akan tetap bersedia berteman dengannnya.

Jia masih terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Bukankah ini yang selama ini ia nantikan? Tapi ketika saatnya telah tiba, ia terlalu bahagia bahkan untuk mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama dengan Chanyeol. Jia berusaha bangkit untuk duduk. "Lebih dari apapun, kau bilang kau menyayangiku lebih dari apapun?" Tanya Jia.

Chanyeol mengangguk. "Mian, Aku tidak bisa menahan diriku. Aku tahu mungkin ini mengejutkanmu, tapi aku hanya ingin kau tahu bahwa aku.." Ucapan Chanyeol terputus ketika Jia memeluk Chanyeol begitu erat.

"Aku tahu. Aku tahu." Ucap Jia. "Nado saranghae.." Jawab Jia kemudian. Sontak saja itu membuat Chanyeol terkejut sekaligus bahagia.

"Kau, Kau mencintaiku? Haha.. Aku tahu aku bodoh. Tidak pernah bisa menyadari ini sejak awal. Betapa bodohnya aku. Aku tahu aku bodoh." Aku Chanyeol sembari membalas pelukan Jia.

"Aku juga."

"Andwaeyo, kau sama sekali tidak bodoh."

"A aniya, maksudku aku juga tahu bahwa kau bodoh." Ejek Jia.

"Kya!! Chagiya!!" Sengit Chanyeol.

"Pfft.. Ah.. Masa remaja." Sepertinya Nyonya Kim harus segera mengakui bahwa putrinya, Jia, memang telah beranjak remaja. Ia terkekeh geli, namun juha terharu melihat -mengintip- adegan manis di dalam ruang rawat Jia.


~*~

Hari-hari berlalu. Kini Jia telah sembuh dan dapat kembali ke sekolah. Chanyeol yang tempo lalu menunda keberangkatannya ke Jepang karena Jia, kini ia sedang melakukan banyak persiapan yang lebih matang untuk pergi ke Jepang dan melanjutkan study nya disana. Ya, mereka bertiga masih selalu belajar bersama, Jia, Chanyeol, dan Nana. Sikap Chanyeol pada Nana masih sama seperti biasanya, manis dan menggemaskan. Tapi kali ini Chanyeol harus lebih berhati-hati dan lebih menjaga perasaan Jia, kekasihnya. Nana sendiri tidak merasa canggung dengan hal itu. Nana kini lebih merasa tenang dengan kepastian yang selama ini menjadi tanda tanya besar di hatinya. Meski akhirnya Chanyeol tidak bersamanya, tetapi Nana tetap bahagia bersahabat selamanya dengan Chanyeol dan Jia. Kebahagiaannya bertambah tidak terkira dengan hubungan kedua orang tuanya yang semakin hari semakin membaik. Meski belum seharmonis keluarga bahagia yang dicanangkan pemerintah, namun mereka masih dan akan tetap berusaha.

Dan Byun Baekhyun, namja itu masih tidak berubah. Masih menjadi bintang yang bersembunyi di balik kabut. Mencintai Nana secara diam-diam. Menemani Nana setiap harinya, membaca buku di perpustakaan, memakan bekal di atap sekolah, menonton dvd bersama, terkadang pergi berpiknik bersama, dan tidak penting hal apapun yang mereka lakukan, tapi point kebersamaannya lah yang mereka nikmati.

~*~ 6 months latter ~*~

Akhir semester tiba. Semua siswa berkumpul di tengah lapangan dan lulus dengan bahagia. Nana dan Baekhyun sudah tidak diragukan lagi, mereka berdua lulus dengan nilai sempurna. Dan entah kebetulan atau apa, mereka berencana melanjutkan study di universitas ternama yang sama yang masih di kota Seoul. Jia juga lulus dengan nilai yang cukup bagus, meski ia masih bingung menentukan universitas yang akan ia pilih. Berbeda dengan Chanyeol yang tekadnya telah kuat, selepas kelulusan ia akan segera menyusul kedua orang tuanya yang baru saja pindah ke Jepang, lalu melanjutkan study nya disana sebagai persiapan melanjutkan bisnis keluarganya kelak.

~*~

Hari keberangkatan Chanyeol ke Jepang pun tiba. Chanyeol berangkat ke bandara dengan diantar oleh Nana, Jia, Baekhyun, Nyonya Kim ibu Jia, dan tidak lupa orang tua Nana. Mereka berkumpul di restoran bandara dan menunggu keberangkatan pesawat.

"Nah.. Yeollie, tidak terasa kau sudah dewasa ya. Hati-hatilah selama perjalanan. Dan segera hubungi kami setelah kau sampai di sana, ya?" Nasihat tuan Park, ayah Nana, sembari menepuk-nepuk bahu Chanyeol. Beliau memang telah menganggap Chanyeol sebagai anaknya sendiri, karena dulu keluarga mereka pernah bertetangga dengan baik, dan Chanyeol kecil sering bermain bersama Nana kecil.

"Ne, ahjussi." Angguk Chanyeol.

"Yaksok? Begitu sampai, hubungi kami!" Nana menambahkan.

"Geurae.." Lagi-lagi Chanyeol mencubit pipi Nana dan membuatnya cemberut.

"Haha.. Sejak kecil Nana memang tidak pernah suka jika pipinya di cubit Yeolli. Ia selalu mengadukannya sepulang bermain! Hihi.." Kali ini Nyonya Park mengenang masa kecil anaknya dan membuat semua larut dalam gelak tawa.

"Eh, lihatlah, pesawat Chanyeol akan segera berangkat." Nyonya Kim melirik jam tangannya. "Sebaiknya kita segera bersiap-siap. Jia ya, tunggu ya.. Eomma akan membayar makanannya dulu. Semuanya, permisi dulu ya.." Pamit Nyonya Kim sembari menyiapkan dompetnya.

"Ah, Nyonya Kim. Tidak enak jika Anda yang membayar semuanya. Biar saya saja yang membayarnya." Pinta Tuan Park.

"Tidak enak juga jika tuan Park yang membayar semuanya. Bagaimana jika kita membayarnya bersama-sama saja?" Usul Nyonya Kim kemudian.

"Ide yang bagus. Mari, Nyonya Kim!" Tuan Park pun menyetujuinya. "Chagiya, kau ikut?"

"Geurae, yeobo." Jawab Nyonya Park.

"Mari."
Ketiganya pun pergi, dan meninggalkan kedua putrinya (Jia dan Nana) bersama Chanyeol dan Baekhyun.

"Kau diam saja?" Bisik Nana mensikut lengan Baekhyun yang duduk di sampingnya.

"Aku hanya canggung saja. Hehe.." Jawab Baekhyun.

"Dan seperti ini lah.." Chanyeol melayangkan punggungnya ke sandaran kursi yang ia duduki.

"Ya, seperti ini." Nana tersenyum menimpali.

"Iya." Chanyeol membalas senyuman Nana. Entahlah. Ada percakapan bisu yang sepertinya hanya di mengerti oleh Chanyeol dan Nana.

"Ya,  chagiya, kenapa kau diam saja?" Tanya Chanyeol kemudian yang menyadari gelagat aneh dari kekasihnya. Jia kini lebih banyak diam, tidak seperti biasanya.

"Ada apa Jia ya?" Cemas Nana.

"Namja chinguku akan pergi, bagaimana bisa aku berkata bahwa tidak ada apa-apa?!" Akhirnya Jia angkat bicara.

"Oh.. Itu.." Ucap Chanyeol ringan.

"He? Kenapa kau bisa bersikap sebiasa itu, huh?! Apa kau memang senang bisa pergi jauh dariku? Huh?!" 'Plak!!' Dan sebuah pukulan Jia layangkan ke dada Chanyeol.

"Kya.. Appo.." Rengek Chanyeol manja.

"Jia-sii, tenanglah. Bukankah Chanyeol telah berjanji padamu untuk kembali? Seorang namja sejati akan menepati janjinya. Jadi, kau tidak perlu khawatir." Baekhyun mencoba menenangkan.

"Baekhyun benar, chagi." Chanyeol tersenyum senang seolah mendapat pembelaan. "Dan Baekhyun sii, sebagai namja sejati, aku memintamu untuk menjaga kedua gadis ini. Mereka sangat berharga bagiku. Tolong Jaga Nana, aku percaya kau bisa melakukannya dengan baik dan senang hati tanpa perlu ku minta. Kau tahu, dia hanya terlihat seperti kuat dari luar, tapi sebenarnya ia hanya seorang putri kecil yang terlalu berani dan terkadang membahayakan dirinya sendiri! Haha.." Chanyeol mencolek ujung hidung Nana. "Aniyo aniyo.. Pffft.. Aku bercanda, maksudku kau memang gadis yang hebat! Dan untuk Jia, tolong jangan kalian biarkan ia meluncur dari atap lagi! Haha.." Tambah Chanyeol lagi dan membuat semua tertawa.

"Anak-anak, ayo cepat.. Pesawatnya akan segera berangkat!" Seru Nyonya Kim. Mereka berempat pun segera bersiap.

"Sebentar lagi." Chanyeol menahan lengan Jia yang hampir bangkit dari kursinya. "Sebentar lagi." Ucapnya lagi. Jia pun duduk kembali. Sementara Nana dan Baekhyun pergi dan membiarkan mereka menghabiskan waktunya berdua.
Hingga Nana dan Baekhyun melewati pintu restoran, namun Jia dan Chanyeol belum terlihat menyusul juga.

"Aish.. Apa Chanyeol ingin melewatkan penerbangannya lagi?" Gerutu Nana. Akhirnya ia memutuskan untuk berbalik menyusul Chanyeol dan Jia di restoran. Namun saat ia baru saja membalikan badannya, satu langkah kaki pun urung ia lakukan. Dari luar jendela besar restoran, terlihat jelas meja tempat mereka duduk tadi. Nana melihatnya. Chanyeol dan Jia masih duduk disana. Dan sebuah kecupan perpisahan Chanyeol tinggalkan di bibir Jia. Cukup lama Nana menyaksikannya sampai sebuah tangan menutup matanya dari belakang dan memutar tubuh Nana hingga berhadapan dengan dadanya. Dipeluknya tubuh Nana. "Nan gwaenchanayo, Baekhyun ah." Ucap Nana.

...

Pesawat Chanyeol telah lepas landas. Seluruh kerabat yang ikut mengantar kini pulang ke rumah masing-masing.

"Permisi, Ahjussi. Bolehkah aku mengajak Nana berjalan-jalan sebentar di danau bersamaku? Lalu akan ku antar Nana pulang." Tanya Baekhyun.
Nana terkejut, ini kali pertama Baekhyun berbicara dengan ayahnya.

"Apa aku bisa mempercayaimu?" Tanya tuan Park yang belum terlalu mengenal Baekhun karena kesibukannya.

'Deg!' Baekhyun semakin tegang saja.

"Appa.." "Yeobo.." Ucap Nana dan Nyonya Park bersamaan.

"Tentu, Ahjussi." Yakin Baekhyun.

"Bagus." Tuan Park terseyum. Sebenarnya ia tidak bersungguh-sungguh dengan pertanyaanya tadi. Namun kini ia menemukan pribadi Baekhyun yang optimis dan bertanggung jawab. "Nana boleh pergi bersamamu." Lanjutnya lagi.

...

Baekhyun mengajak Nana pergi ke danau. Sekedar mencoba membuat Nana lupa pada apa yang ia lihat di dalam restoran bandara tadi.

"Neon gwaenchanayo?" Tanya Baekhyun.

"Apa aku terlihat seperti tidak baik-baik saja?" Nana balik bertanya.

"..." Baekhun menggeleng.

"Kau lihat? Aku baik-baik saja." Tegas Nana.

Hening, mereka duduk di rerumputan dan memandang danau yang terbentang luas dihadapan mereka. Bakung bakung mengambang, berapa ekor kodok terlihat berlayar diatas daun teratai.

Nana mengambil sebuah kerikil, lalu ia lemparkan ke danau.
"Baekhyun ah, apa kau tahu? Didunia ini hanya ada 1 cinta. Tapi jalannya berbeda." Ucap Nana memecah keheningan.

"Aku tidak tahu. Jalan cinta seperti apa?"

Nana mengambil dua buah kerikil di tangan kanannya. "Ada cinta yang indah. Mereka tahu mereka saling mencintai, dan hidup bersama." Dilemparnya dua kerikil itu ke tengah danau secara bersamaan.
Lalu ia kembali mengambil sebuah kerikil di tangan kanan, dan sebuah kerikil lagi di tangan kiri. "Lalu ada cinta yang rumit, mereka tidak tahu siapa yang mereka cintai." Dilemparnya kedua batu itu ke danau secara menyamping, hingga ke duanya berjauhan.
"sama halnya dengan namja ceroboh bernama Park Chanyeol yang baru saja meretakkan hatiku! Ish.. Bagaimana bisa ia keliru dan mengira bahwa ia mencintaiku, padahal tidak. Ugh! Untung saja ia adalah sahabatku! Kalau bukan, pasti ia sudah babak belur saat ini!! Kkkk..." Celoteh Nana.

"Uwah.. Jika Chanyeol bukan sahabatmu, apa kau akan memukul Chanyeol?" Tanya Baekhyun terkejut..

"Eh? Um.. Tentu tidak! Kau kan yang akan memukulnya untukku! Hehe.."

"Lalu ada cinta yang penuh pengorbanan. Seperti bagaimana Jia telah berkorban selama ini. Jalan cinta tidak selalu indah. Ada juga cinta yang menyedihkan. Seperti bagaimana kedua orangtuaku yang selalu bertengkar seolah lupa bahwa mereka saling mencintai. Tapi bagaimanapun, pada akhirnya cinta adalah 1, selalu membawa kebahagiaan. Lihatlah, Jia telah mendapatkan buah yang manis dari pengorbanannya selama ini. Ia telah mendapatkan cintanya. Dan Park Chanyeol yang rumit juga akhirnya sudah bisa menyadari cintanya. Lalu kedua orang tuaku, karena cinta, kini mereka berusaha memperbaiki semuanya dan semua sekarang terasa lebih indah! Senangnyaaaa.." Nana tersenyum bahagia.

"Kau melupakan sesuatu. Lalu, bagaimana dengan dirimu? Jalan cintamu?" Tanya Baekhyun lagi.

"Aku? Aku cukup bahagia dikelilingi dengan cinta yang indah. Meski tidak bisa mendapatkan cinta pertama masa kecilku (Chanyeol), tapi aku sangat lega dengan semua yang terjadi. Aku banyak belajar, dan akhirnya aku bisa mengerti sesuatu. Kau benar Baekhyun ah. Seperti bintang. Pasti ada satu cinta yang indah untukku."

"Bagus. Jadi, sekarang kau mengerti?"

"Eung! Aku mengerti dan aku tahu. Tidak, maksudku aku yakin!" Tambah Nana penuh rasa percaya diri.

"Apa yang kau yakini?" Tanya BaekHyun, kali ini ia menjadi lebih penasaran.

"Tentang bintang itu. Ia memang nyata. Setelah semua yang terjadi, perubahan di sana-sini, ada satu hal yang tidak berubah. Yaitu kau, kau selalu ada untukku. Ku rasa sekarang aku bisa melihat bintang itu." Nana tersenyum. Matanya menatap lekat mata BaekHyun yang sejak sepersekian detik yang lalu berbinar menunduk menatap kepalan tangannya sendiri.
Ah, laki-laki itu masih belum berubah saja. Ia masih lelaki kecil yang tidak berani mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya.

Senyum Nana mulai memudar, 'Ah, apa yang ku harapkan?!' Batinnya. 'Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Belum tentu BaekHyun benar-benar menyukaiku. Namja ini kan memang bersikap baik kepada semua orang!' Batinnya terus berkelumit.
"Jadi, terimakasih untuk semuanya!" Nana membungkuk dengan hormat, lalu hendak pergi karena merasa tidak nyaman atas ucapannya sendiri.

"Eh?" BaekHyun menangkat kepalanya. Matanya menangkap punggung Nana yang berjalan pelan menjauhinya. Tampaknya ia sedang mengumpulkan keberaniannya, kepalan tangannya semakin kuat. "Nana ya!" Panggil BaekHyun, sebenarnya terdengar seperti meneriaki.

"Eh?" Yang di panggil menoleh. 'Apa ucapanku tadi keterlaluan?' Fikir Nana sejenak, sembari menunggu BaekHyun yang kini berlari ke arahnya.

BaekHyun menggengga kedua tangan Nana.
"Setelah sama-sama lolos seleksi masuk universitas, ..." Kalimat BaekHyun menggantung. Ia menunduk sejenak.

"Ya?" Nana memirngkan kepala, mencoba mencari kata yang mungkin masih tersembunyi di balik mulut BaekHyun.

"Mari kita menikah!" Ucap BaekHyun dengan mantap. Matanya menatap tepat bola mata Nana dengan penuh rasa percaya diri dan permohonan yang tulus.

"Eh?" Nana terlonjak kaget. Ini memang kalimat yang sangat ia dambakan, hanya saja ia tidak percaya bisa mendengarnya secepat ini.

"Aku bersungguh-sungguh. Setelah lolos seleksi masuk universitas, mari kita menikah. Aku akan belajar dengan giat hingga lulus, aku juga sudah merencanakan sebuah bisnis kecil di kedai di taman kota. Lalu, mari kita tinggal di distrik -" Kata-katanya terpotong.

"Eh???!! Ke kenapa begitu mendadak?!" Seru Nana.

"Entahlah, dengan optimis aku sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Aku benar-benar ingin menghabiskan sisa hidupku bersama orang yang sangat ku cintai. Apa kau tidak keberatan?" Tanya BaekHyun begitu enteng.

"Ta tapi, bukankah sebaiknya wisuda dulu baru menikah?!" Usul Nana.

"Menikah, lalu wisuda. Melebarkan sayap bisnis, baru membuat program kehamilan. Telah ku persiapkan. Tinggal kita diskusikan." BaekHyun kembali memaparkan rencananya. Tidak di kira, namja semuda itu begitu penuh perencanaan dan persiapan.

"Ta tapi," Nana masih menimang.

"Tidak mau menikah denganku ya?" BaekHyun menegaskan pertanyaannya.

'Plak!' Sebuah pukulan mendarat di dada BaekHyun.
"Babo! Tentu saja aku mau! Sangat mau!!" Tegas Nana.

"Baiklah," BaekHyun merangkul bahu Nana, lalu menuntunnya berjalan meninggalkan danau.

"Ta tapi, apa itu tidak terlalu cepat?!" tanya Nana.

"Aku belum membeli sofa untuk ruang tamu kita. Sepertinya akan lebih bagus jika kau yang memilih!" Celoteh BaekHyun tanpa menghiraukan pertanyaan Nana barusan.

"E eeh?!!!" Pekik Nana. Tak bisa dipungkiri, rasa kagetnya jauh dibawah rasa bahagia tak terkira yang kini ia rasakan. Menemukan seseorang yang tepat adalah hadiah terbaik dalam hidup. Tak kan ia sia-siakan lagi,  tak kan ia biarkan hilang.

Ck, namja yang belum cukup berani ternyata. Ia tidak berani (gengsi) mengungkapkan gejolak kebahagiaan yang kini mendera hatinya, seluruh jasadnya. Bersamaan dengan langkah awal membangun semua mimpinya, ia berjanji untuk tetap menjaga impiannya (Park Nana) dalam bahagia.

-END-

**** Epilog
Semua orang memiliki kebahagiannya masing-masing. Jalan yang saling bersangkutan, mungkin terkadang bersenggolan, hingga tersungkur dan terluka. Tapi ujungnya, tetap membawa petualangnya pada kebahagiaannya masing-masing. Bagaimana pun caranya.

Note: Terimakasih untuk kamu, yang sudah menyempatkan membaca ff ini. Kritik dan saran sangat diharapkan.
Mohon tidak mencopy sebagian atau keseluruhan tulisan ini tanpa menyertakan cr jelas.
Sekali lagi, terimakasih! ^^

2 comments:

  1. Haha (yaelah ni bocah lagi) #hatiadel

    Bebek guee mau nikaaah!!! No! Seret canol dari pesawaaat sekarang juga! Penghulu mana penghuluu!!! #ChanBaekIsReal! Wakakakak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi..
      Uwah, jangan atuh!! Chan mah udah punyanya mbak yuan 😂

      Delete