Soulmate Part 3 [Mianhae, Saranghae]
|| Length : 3 / 4 Shoot ||
|| Rating : T ||
|| Genre : Romance, Hurt ||
|| Main Cast : Park Nana (OC) and Park Chan Yeol EXO||
|| Other Cast : Kim Jia (OC), Byun Baekhyun Exo, and other||
** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate Part 1 (Annyeong) dan Soulmate Part 2 (Dilemma).
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).
Happy Reading!! ^^
** Ini adalah kelanjutan dari sequel Soulmate Part 1 (Annyeong) dan Soulmate Part 2 (Dilemma).
Untuk part 1 nya ada di => Soulmate Part 1 (Annyeong).
Dan part 2 ada di => Soulmate Part 2 (Dilemma).
Happy Reading!! ^^
|| Bagian 3 ||
[Sebelumnya]
'Annyeong nege dagawa..' Handphone Nana berbunyi. Nana mengambil jarak dan merogoh hanphone disakunya. Panggilan masuk dari Baekhyun. Chanyeol tidak senang melihatnya.
"Chankaman." Nana berjalan beberapa langkah ke belakang Chanyeol. Chanyeol hanya memerhatikan. Percakapan yang terlihat sangat berat hingga tanpa sadar Nana menjatuhkan Handphonenya.
"Wae?" Tanya Chanyeol khawatir.
"Ji.. jia." Nana tersentak.
...
Soulmate part 3 [Mianhae, Saranghae]
<<<<Flashback
"Jadi, kau tahu ini hari terakhir Chanyeol di sekolah, kenapa kau tidak memanfaatkan waktu-waktu ini?" Tanya Baekhyun.
"Aniyo. Akan lebih berkesan bagi Chanyeol jika ia bersama Jia di hari terakhirnya." Jawab Jia lemas.
" Apa kau sendiri tidak ingin membuat kesan mendalam bersama Chanyeol hari ini." Tanya Baekhyun lagi.
"Aniyo.. um maksudku tidak pernah ada kata cukup untuk menikmati waktu bersamanya. Tapi selama bertahun-tahun ini kami selalu bersama, dan untuk hari ini, biarlah menjadi hari yg spesial baginya."
"Hari yang spesial?"
"Eung! Chanyeol dan Nana. Chanyeol akan mengungkapkan perasaanya hari ini pada Nana. Ia menginginkan sebuah kepastian sebelum ia berangkat. Ia bilang itu akan memberinya semangat lebih untuk kembali lagi nanti." Jelas Jia panjang lebar.
Keduanya sedang membicarakan hal mendalam yang sama-sama mereka sayangkan. Ya, membiarkan orang yang mereka sukai bersama orang lain.
"Ah.. ne. Um a aku akan segera kembali ke kelas. Sepertinya kelas akan segera di mulai." Pamit Baekhyun lalu pergi meninggalkan Jia. Sebenarnya Baekhyun juga pergi untuk menyembunyikan ekspresinya yang kacau saat ini.
Mendengar kelas akan segera di mulai, Jia segera bangkit dan menyusul Baekhyun. Namun malang, kakinya yang terlalu lemas setelah berlari menaiki tangga membuatnya kehilangan keseimbangan untuk bangkit dari duduknya. Jia mulai oleng dan, "Aaaaa!!!" ... 'BRUKK!' Jia jatuh.
Baekhyun menoleh, "Jia!!" Namun Jia telah tak nampak di matanya, Jia jatuh ke sebuah balkon satu lantai dibawah atap sekolah.
...
"Pabo!" Chanyeol mengumpat Jia yang baru siuman dan terbaring lemas di rumah sakit.
"Kya! Sst!" Nana menyikut pinggang Chanyeol. "Jia-ya, Apa kau baik-baik saja?.." Tanya Nana khawatir.
"Caritakan apa yang terjadi!" Buru Chanyeol.
"Ya.. Kau tidak perlu seemosi itu.." Protes Jia.
...
Sepulang dari rumah sakit Nana menolak Chanyeol yang menawarkan dirinya untuk mengantar Nana pulang. Lagi pula sekarang Nana sedang tidak ingin pulang ke rumahnya. Ia menuju suatu tempat yang ia khawatirkan, gedung kesenian kota, tepatnya salah satu studio latihan menari di gedung itu.
...
*Nana P.O.V
"Sudah ku duga kau disini." Sapaku pada Baekhyun yang sedang berlatih menari.
Baekhyun berlatih sangat keras hingga terlihat kelelahan. Wajahnya memerah, keringat bercucuran di tubuh bahkan di rambutnya. Aku menawarkan sebotol minuman.
"Gomawo." Ucap Baekhyun setelah meneguknya. Tapi bukannya beristirahat dan menemaniku duduk, Baekhyun kembali melanjutkan latihannya.
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri, Baekhyun ah!" Ucapku. Aku mengerti apa yang membuatnya seperti ini.
"Egois dan hanya memikirkan perasaanku sendiri, tanpa peduli apa yang terjadi didisekeliling. Itulah aku." Ucap Baekhyun yang tetap tak berhenti menari.
"Apapun yang kau fikirkan itu tidak benar." Elakku.
"Andai aku lebih melihat ke sekeliling dan tidak membiarkan sesuatu yang buruk terjadi, pasti-"
"Stop it!" Aku bangkit dari dudukku dan membentak Baekhyun.
Baekhyun berhenti dan menatapku kaget. Ini memang pertama kalinya aku meneriakinya seperti ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa membiarkan Baekhyun merasa terbebani dan menghukum dirinya sendiri.
"Dengarkan aku. Geurae, kali ini kau harus lebih memperhatikan sekeliling! Jadi, dengarkan aku." Aku mengunci matanya. "Jia jatuh bukan karena kau. Kau tidak tahu apa-apa dan tidak mengira hal ini akan terjadi. Meskipun kau tidak meninggalkannya seperti tadi, apa kau fikir kau bisa mencegah takdir?" Lanjutku.
Baekhyun menggeleng. "Jadi, ku mohon jangan menyalahkan dan menghukum dirimu sendiri. Tenanglah, besok kita akan menjenguknya." Tambahku mencoba menenangkannya.
...
Siang ini sepulang sekolah aku dan Baekhyun pergi ke rumah sakit menjenguk Jia.
"Kau disini?" Aku melihat Chanyeol yang duduk di samping Jia dan menyuapinya buah. Karena seingatku hari ini adalah hari keberangkatannya ke Jepang.
"Ne." Jawab Chanyeol dengan menunjukan deretan giginya yang rapih.
"Apa kabar, Jia!" Baekhyun langsung meluncur menghampiri Jia.
"Nana-ya, kenapa kau membawanya kesini?" Tanya Chanyeol yang tampak tidak senang melihat Baekhyun. Ia menghampiri Baekhyun dan meremas kerah baju Baekhyun, lalu menyeretnya ke dinding.
Tubuh Chanyeol telah menegang, sementara Baekhyun hanya tertunduk lemas merasa tak berhak melawan.
"Kenapa kau tidak membantunya saat itu? Kenapa kau membiarkannya jatuh, huh?!" Sengit Chanyeol.
"Mi mian.." Baekhyun masih tertunduk lemas.
Lalu ku lihat tangan Chanyeol mulai mengepal.
"Yeolli!" Aku menghampiri mereka dan mencoba melerai. "Berhenti, Chanyeol! Kau tidak boleh membuat keributan disini!" Ucapku cemas. Tapi amarah Chanyeol telah memuncak. Ia mengangkat kepalan tangannya ke atas. Baekhyun menutup matanya bersiap untuk menerima pukulan yang diarahkan ke wajahnya.
"Stop!" Satu teriakan dari Jia, dan waktu seolah berhenti. Chanyeol menghentikan pukulannya yang tinggal berjarak beberapa mm dari wajah Baekhyun. Aku menoleh ke arah Jia, Baekhyun membuka mata dan mengelus dadanya, sementara Chanyeol tertunduk lemas menahan emosinya lalu menghempaskan kepalannya kedinding.
"Ya.. tidak bisakah kalian membuatku tenang? Ayolah.. libur pribadi dari sekolah itu sangat jarang.." Ucap Jia ringan.
Baekhyun menghampiri Jia. Dengan mata yang berkaca-kaca, "Jia-ssi, mi mian.. Jeongmal mian.. Harusnya aku tahu dan lebih memperhatikan sekitar saat itu." Baekhyun memohon.
"Andwae.. jangan merasa bersalah. Ini bukan salahmu. Aku terlalu ceroboh dan ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu hanya karena kebetulan kau ada di tempat yang sama saat itu. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri." Jia tersenyum ramah. Aku tenang melihatnya.
'Pluk' Chanyeol menempatkan tangannya di bahu Baekhyun. Baekhyun menoleh dan kembali tegang.
"Mian." Ucap Chanyeol.
Baekhyun senyum dan mengangguk. Aku semakin tenang melihatnya.
Ruang rawat kini terasa lebih tenang.
*Chanyeol P.O.V
Hari ini Nana dan Baekhyun menjenguk Jia. Nana tampak terkejut melihatku. Karena yang ia tahu adalah hari ini aku akan pindah ke Jepang. Dan ku batalkan perjalananku karena yeoja ceroboh yang menjatuhkan dirinya dari atap sekolah ini.
Aku mengantar Nana pulang setelah hari mulai senja.
"Gomawo." Ucap Nana saat ia turun di depan gerbang rumahnya.
"Ne." Aku bergegas untuk kembali ke rumah sakit, sebenarnya aku tidak tega meninggalkan Jia di rumah sakit seperti ini. Tapi Nana memanggilku dan memintaku untuk berbincang sebentar. Aku pun mengikutinya dan duduk di kursi di beranda rumahnya.
"Ku kira kau sudah berangkat ke Jepang." Ucap Nana.
"um.. Aku menunda keberangkatanku! Hehe.."
"Eum. Arra. Kau tidak akan tenang meninggalkan Jia dalam kondisinya seperti itu kan?" Tebak Jia.
"Geurae. Aish.. Yeoja pengacau itu! Jika saja bukan karena kecerobohannya melukai dirinya sendiri dan membuatku sangat khawatir seperti ini, mungkin sekarang aku sudah berada di Jepang." Jawabku. Ku lihat Nana hanya tersenyum ringan mendengar jawabanku barusan. Eh? Apa ada yang salah? Apa jawabanku tadi terlalu berlebihan?
"Jika saja aku bisa menggantikan posisi Jia, dan aku yang terjatuh saat itu, dan aku juga yang terbaring di rumah sakit saat ini, apa kau akan tetap tinggal disini atau berangkat ke Jepang?" Tanya Nana sejurus kemudian, masih dengan senyum ringan yang sulit ku artikan. Aku terdiam sejenak. "Eottae? Kau akan tetap tinggal?" Tanyanya lagi. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus ku katakan agar tidak terlihat berlebihan lagi dihadapan Nana. "Aku tahu, kau pasti akan tetap tinggal! Karena dalam keadaan tidak sadarkan diri aku akan terus mengigau memanggil-manggil nama mu! Kkk.." Candanya kemudian. Aku ikut tertawa melihatnya. Aku tidak pernah melihat ia banyak bercanda.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" Tanyaku. Aku tahu ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan. "Aku tidak pernah melihat mu banyak memulai topik candaan. Orang-orang terkadang menyembunyikan kekacauan perasaan mereka dengan sebuah tawa." Ucapku.
"Yeolli, ku lihat kau bisa menjadi sangat marah. Sangat marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Bahkan kau meneriaki Jia karena kecerobohannya menyakiti dirinya sendiri, dan kau hampir memukul Baekhyun karena ia tidak bisa menyelamatkan Jia saat itu." Ucap Nana.
"Geurae! Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Jia. Ia adalah sahabat terbaikku." Jawabku.
"Lalu, jika Baekhyun adalah aku, apa kau akan memukulku karena tidak bisa menyelamatkan Jia?" Tanyanya kemudian. Dan kali ini ia benar-benar membungkam mulutku dengan pertanyaannya barusan. Aku tidak tahu bahwa aku bisa benar-benar marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Siapapun.
"Jika harus, pukul saja aku.." Lanjut Nana.
"Kya.." Aku benar-benar tidak nyaman dengan pembicaraan kali ini.
"Kenapa tidak? Pukul saja aku! Asal jangan mencubit pipiku! Hahaha.." Tawa Nana kemudian. Ish.. Yeoja ini benar-benar hampir membuatku panik!
*Chanyeol P.O.V END
Nana dan Chanyeol tertawa bersama.
"Yeolli?"
"Ne?"
"Apa kau ingat saat kecil dulu kita pernah berjanji?" Tanya Nana.
"Kita berjanji untuk menikah saat aku kembali." "Kita berjanji untuk menikah saat kau kembali." Ucap keduanya bersamaan.
"Eh? Haha.. Kau masih mengingatnya?" Nana terkejut dengan ingata Chanyeol yang ternyata masih mengingat kenangan masa kecil mereka dulu.
"Geurae! Tapi bagaimana kita bisa menikah jika pertanyaanku di taman saat itu belum kau jawab juga?" Keluh Chanyeol.
"He? Memangnya kau benar-benar ingin menikahiku? Hihi.. Ayolah Chanyeol, itu hanya janji masa kecil. Dan saat itu kau hanya melihat padaku. Tapi sekarang, " Nana menggantungkan kalimatnya.
"Sekarang?" Chanyeol meminta Nana melanjutkan kalimatnya.
"Sekarang, lupakan sejenak kejadian di taman itu. Lupakan sejenak janji masa kecil kita untuk menikah. Dulu kau masih sangat kecil, kau sama sekali tidak melihat siapapun dan hanya melihat padaku. Sekarang, ada Jia juga dihatimu." Lanjut Nana.
"Apa maksudmu?"
"Yeolli, aku bisa melihatnya. Tolong jangan mengikat dirimu. Jangan memberi ilusi pada dirimu sendiri bahwa hanya karena aku adalah gadis dari masa kecilmu, bukan berarti selamanya hingga tua nanti kau hanya akan melihat padaku. Jadi sekarang, tanpa melihat apapun, jawablah pertanyaanku sesuai dengan hatimu." Pinta Nana. 'Setidaknya inilah yang bisa ku lakukan untuk meyakinkan apa kau benar-benar mencintaiku atau tidak, sebelum akau menerima permintaanmu ditaman saat itu, Yeolli.' Batin Nana.
"Yeolli, kali ini kau cukup jawab dengan hatimu. Tak perlu kau beri tahu aku. Pertama, didunia ini siapa gadis yang tidak akan pernah kau biarkan siapapun melukainya. Fikirkan hanya 1 gadis, tidak lebih." Tanya Nana. Chanyeol terlihat mengerutkan dahinya.
"Tapi, " Sela Chanyeol.
"Hanya 1, Yeolli, 1." Tegas Nana.
"Baiklah."
"Kedua, fikirkan gadis yang selalu hadir di fikiranmu saat kau terbangun bahkan saat tertidur. Gadis yang membuatmu merasa kau tidak bisa melakukan apapun tanpanya. Jika sudah, fikirkan siapa yang pertama akan kau temui untuk mengungkapkan semua yang ingin kau katakan yang tidak bisa kau ucapkan pada orang lain. Kemudian, fikirkan seseorang yang bisa memberimu banyak energi positif. Yang membuatmu nyaman berada didekatnya, tidak peduli sekacau apapun harimu, kau akan tetap bahagia saat didekatnya." Tutur Nana panjang lebar. "Apa kau sudah benar-benar bisa melihat seorang yeoja yang kau cintai?" Tanya Nana kemudian.
Chanyeol tersenyum simpul. Ia bangkit dari kursinya, dan dipeluknya yeoja yang kini berada dihadapannya. Nana yang mendapat pelukan dari Chanyeol pun hanya diam, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada perasaan bahagia dan pengharapan lebih di hati Nana.
"Gomapta, Nana-ya. Gomapta." Ucap Chanyeol. Chanyeol berlutut di hadapan Nana dan menggenggam kedua tangan Nana. "Lama tidak bertemu, kau tidak banyak berubah. Sejak kecil kau selalu bisa memahamiku lebih dari diriku sendiri. Kau benar. Dulu aku hanya melihat padamu, dan sekarang ada Jia di hatiku." Jelas Chanyeol.
Nana tersentak. Bukan itu jawaban yang ia harapkan. Nana fikir jawaban dari semua pertanyaanya yang baru saja ia lontarkan pada Chanyeol adalah dirinya sendiri, ternyata bukan. Namun dibalik kekacauan hatinya, Nana tetap berusaha tersenyum untuk Chanyeol, berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan hatinya.
"Aish.. Tidak tidak! Jia sama sekali tidak menggantikan posisimu dihatiku. Kau tetap Park Nana, sahabat kecilku. Putri manis dari masa kecilku. Yang kini menjelma menjadi putri cantik dihadapanku. Jangan khawatir, aku akan tetap menjadi Yeolli mu. Hanya saja, kini aku juga akan berusaha menjadi namja baik untuk Jia. Gomapta, Nana-ya. Ku rasa kau telah membantuku melihat rahasia dihatiku sendiri. Aku benar-benar bodoh dan tidak bisa menyadarinya sejak awal. Hft.. Nan paboya! Kkk.. Lagi pula namja mana yang tidak akan menjadi bodoh jika berhadapan dengan Nana. Haha.. Lihat saja namja populer disekolah setingkat Baekhyun! Pfft.." Goda Chanyeol kemudian sembari mencubit pipi Nana.
"Kya!" Protes Nana sembari memukul pundak Chanyeol. "Ya, tunggu apa lagi?! Ayo cepat pergi dari sini! Jia pasti sudah menunggumu di rumah sakit!" Usir Nana dengan wajah yang ia buat antagonis dan tangan yang masih memukul-mukul pundak Chanyeol.
"Ya.. aish.. haha.. iya, iya.. Haha.. Aku akan segera pergi. Kau benar, Jia pasti sudah menungguku. Ya.. berhenti.. Haha.." Tawa Chanyeol yang sama sekali tidak terlihat kesakitan mendapat pukulan-pukulan dari Nana. Chanyeol kemudian pergi dan menghilang dibalik gerbang.
Belum sekejap ia pergi, Chanyeol kembali berbalik dan berlari menuju Nana lalu memeluk Nana lagi. "Jeongmal Gomapta.. Sekarang tidak ada alasan lain, pakailah cincin ini!" Cincin yang tempo hari ditolak Nana ditaman kini berhasil Chanyeol lingkarkan di jari manis Nana. "Tidak peduli apapun, sudah ku bilang aku akan tetap menjadi Yeolli kecilmu yang dulu. Kau bisa memanggilku kapan pun kau mau. Karena kita akan tetap bersahabat, kan?" Tanya Chanyeol. Nana menganguk mantap, tetap berusaha menyembunyikan kehancuran di hatinya. Namun air matanya tidak bisa ia tahan lagi. "Ya ya ya.. waeyo? Kenapa kau menangis?" Tanya Chanyeol.
Nana menghambur kepelukan Chanyeol dan membenamkan wajahnya didada Chanyeol. Mencoba mencari kenyamanan didalam sana. "Aku tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Maksudku, aku baru saja menolakmu, dan aku takut kau akan terluka karena hal itu. Tapi ternyata kau menjadi lebih bahagia karena penolakanku. Aku merasa lega." Ucap Nana. Tidak, itu bukan sepenuhnya alasan yang membuatnya menangis.
"Gwaenchana. Nan gwaencahan. Aku juga tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Kau baru saja menolakku, tapi sungguh, aku baik-baik saja. Gomapta. Geokjong hajima, kau sama sekali tidak menyakitiku. Bahkan kau membantuku melihat rahasia didalam hatiku. Kau adalah sahabat terbaikku." Ucap Chanyeol mencoba menenangkan.
" (hanya) Sahabat." Nana tersenyum miris.
"Selamanya." Tambah Chanyeol.
"Selamanya." Timpal Nana.
Chanyeol tersenyum tenang setelah ia memastikan bahwa Nana dalam keadaan (yang Chanyeol kira) baik-baik saja. Canyeol pun pergi, dan kali ini benar-benar pergi.
Tak terasa air mata Nana semakin deras. Senyuman yang ia pertahankan mulai memudar, dagunya bergetar pun bahunya. Namun sekeras apapun Nana menahan isakannya, ia tidak pernah berhasil. Ia menangis sejadi-jadinya. Menatap kosong pada ubin dingin dibawahnya.
"Gadis yang pintar." Ucap seseorang yang entah sejak kapan berdiri dihadapan Nana.
Nana mendongak, "Ia tidak benar-benar mencintaiku." Ucap Nana pada seseorang yang selalu hadir di saat seperti ini. Siapa lagi? Baekhyun tentunya. "Tapi bukan kah itu bagus? Itu artinya aku dan Chanyeol akan selamanya menjadi sahabat baik, saling menjaga satu sama lain, dan tidak saling menyakiti." Lanjut Nana sembari tersenyum, namun tetap dengan mata yang menatap kosong pada ubin. "Aku sering melihat pasangan yang dulunya saling mencintai, lalu mereka hidup bersama, tapi pada akhirnya mereka saling menyakiti satu sama lain. Aku sering melihatnya. Kenapa itu terjadi Baekhyun ah? Kenapa selalu itu terjadi disekitarku? Apa tidak ada cinta yang bahagia untukku?" Celoteh Nana lagi. Ia kembali menangis sejadi-jadinya.
"Kau lihat di atas sana?" Tanya Baekhyun menujuk langit.
Psikologis seseorang yang menangis adalah menunduk. Dan Baekhyun melakukan hal yang tepat saat melihat Nana menangis. Ia tidak meminta Nana untuk berhenti menangis, ia hanya meminta Nana mengangkat kepalanya dan melihat ke atas langit. Dan itu berhasil. Nana terdiam dan mengusap air matanya agar ia bisa melihat dengan jelas ke atas langit yang gelap.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Baekhyun lagi.
"Aku tidak melihat apapun. Hanya langit malam yang gelap. Biasanya selalu ada bintang saat malam hari. Tapi malam ini, langit seperti hatiku. Benar-benar gelap." Jawab Nana melankolis.
"Betapa pun gelapnya, percayalah sekarang di atas sana tetap ada bintang." Tutur Baekhyun.
"Kau melihatnya?" Kali ini Nana yang bertanya.
"Tentu. Aku melihatnya. Seperti aku melihat diriku sendiri." Jawab Baekhyun. "Nana ya, sama seperti bintang, percayalah pasti ada seseorang yang benar-benar mencintaimu. Meski kau belum bisa melihatnya. Dan percayalah, ada cinta yang bahagia untukmu." Lanjut Baekhyun.
Nana pun tersenyum. Kali ini ia menjadi lebih tenang. Baekhyun memang selalu bisa membuat Nana menjadi lebih baik dalam keadaan seperti ini. Mereka beralih duduk diberanda dan menatap langit yang gelap.
Sementara itu, dari balik jendela didalam rumah, dua pasang mata diam-diam tengan memerhatikan Nana dan Baekhyun.
"Chagiya, lihatlah apa yang telah kita lakukan pada anak kita, Nana." Bisik seorang lelaki paru baya.
"Kita telah menjadi orang tua yang sangat buruk dan membiarkan Nana tumbuh dalam keadaan tidak baik. Bagaimana bisa selama ini kita membiarkan hal ini terjadi? Betapa buruknya kita. Kasihan Nana.. Nana ya, jeongmal mianhaeyo.. maafkan eomma.." Lirih wanita bernama Nyonya Park, Ibu Nana, menjawab pertanyaan suaminya barusan.
"Geurae. Chagiya," Tuan Park menggengam lengan Nyonya Park, di pandangnya dalam-dalam manik mata Nyonya Park, mencoba mencari sisa cinta yang mungkin masih tersisa untuknya. "Maukah kau membantuku memperbaiki suatu hal? Memperbaiki rumah tangga kita, mari kita mulai lagi semuanya dari awal. Demi cinta kita, demi saat pertama kita bertemu, demi saat pertama kita saling menyatakan cinta, demi Nana anak kita. Demi keluarga kita." Pinta Tuan Park.
"geurae, yeobo." Air mata Nyonya Park mengalir haru. Mereka tersenyum, lalu saling berpelukan.
"Jadi, setelah semua pertengkaran kita, kau masih saja mencintaiku?" Goda Tuan Park.
"Kya.. Kenapa kau menanyakan hal semacam itu? huh?! Mungkin aku sudah pergi membawa Nana dan mencari suami baru jika aku sudah tidak mencintaimu!" Jawab Nyonya Park gemas sembari mendorong dada Tuan Park yang masih memeluknya.
"Ya! Chagiya! Beberapa detik lalu kita baru saja berbaikan.. Tolong jangan memulai pertengkaran lagi.." Tuan Park memijat-mijat dahinya sendiri.
"Aku? memulai pertengkaran?! Kau yang memulainya, Tuan Park!!" Sengit Nyonya Park.
"Andwaeyo! Kau yang memulainya, Nyonya Park!!" Tuan Park tidak mau kalah.
"Andwaeyo!! Jelas jelas kau- Eh? mw mwoya? Kau memanggilku apa barusan?"
"Aku memanggilmu Nyonya Park!! Kau dengar?!" Tuan Park berbicara dengan nada tinggi, lalu membuang muka dan membalikkan badannya.
"Namaku Shin Hye Sung, kenapa kau memanggilku dengan sebutan Nyonya Park?" Kali ini Nyonya Park yang mencoba menggoda Tuan Park.
"Tentu saja karena kau istriku." Pertahanan Tuan Park melemah.
"Jadi, kau sendiri masih menginginkanku untuk tetap menjadi istrimu? Dasar suami gengsian! Kkk" Nyonya Park tertawa geli lalu memeluk Tuan Park dari belakang.
"Geurae. Sepertinya kita telah terjebak disini. Selamanya kau harus menjadi istriku. Dan selamanya aku akan menjadi suamimu. Mengerti? Jadi, mulai sekarang, seberapa besarpun masalah yang menimpa kita, ingatlah satu hal. Aku adalah suamimu. Meski terkadang aku kasar dan marah padamu, tapi aku tidak akan pergi begitu saja. Jeongmal mianhaeyo.. Saranghae.." Ucap Tuan Park.
"Um.. Algesumnida. Jeongmal mianhaeyo.. Nado saranghae." Sahut Nyonya Park.
.....
Catatan author:
Eh, ceritanya jadi aneh ya? Aku mau curhat.. Jadi sebenarnya tadinya part 3 ini mau langsung dibikin ending. Aku sudah hampir merampungkan/? ff ini dan ku simpan di tab. Tapi tab ku bermasalah dan harus di reset. App blogger yang terinstall di tab jadi hilang. Otomatis, part 3 yang ku simpan di draft app blogger, yang hampir ending itu juga ikutan lenyap!! T_T Jadi aku putusin untuk tulis ulang part 3 nya. Dan sayangnya aku gak ingat persis setiap rentetan/? kata-katanya. Dan di tengah-tengah menulis ulang part 3, aku malah kefikiran untuk nambah beberapa adegan/? yang sebelumnya tidak direncanakan. Yah jadilah seperti ini. Hehe.. Maaf kalau mengecewakan. -_-
Ih, di part 3 ini orang tuanya Nana baikan ya?! Alhamdulillah.. :D *sujud syukur* #Eh? -_-"
Dan kelanjutan cerita Sang anak aka Nana, juga Chanyeol, Baekhyun, dan Jia akan dilanjut di part 4 yang "insyaAllah" itu endingnya! Kkk..
Bocoran, di Part 4 nanti Park Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemui Jia. Udah segitu aja bocoranya. :D *pelit mode on* Masalah nanti mereka jadian atau nggak, masalah hubungan Nana sama Baekhyun ada peningkatan atau cukup di friendzone aja *oops!! Pfft*, masalah Park Chanyeol jadi pergi ke Jepang atau nggak, atau mungkin Park Chanyeol dilema lagi antara Jepang atau ttp tinggal, antara Jia atau Nana *hadeuh..*, dan laain-lainnya, itu nanti aja dibahasnya kalau part 4 sudah terbit! :D
Jeongmal Gomawo for reading!! ^^
'Annyeong nege dagawa..' Handphone Nana berbunyi. Nana mengambil jarak dan merogoh hanphone disakunya. Panggilan masuk dari Baekhyun. Chanyeol tidak senang melihatnya.
"Chankaman." Nana berjalan beberapa langkah ke belakang Chanyeol. Chanyeol hanya memerhatikan. Percakapan yang terlihat sangat berat hingga tanpa sadar Nana menjatuhkan Handphonenya.
"Wae?" Tanya Chanyeol khawatir.
"Ji.. jia." Nana tersentak.
...
Soulmate part 3 [Mianhae, Saranghae]
<<<<Flashback
"Jadi, kau tahu ini hari terakhir Chanyeol di sekolah, kenapa kau tidak memanfaatkan waktu-waktu ini?" Tanya Baekhyun.
"Aniyo. Akan lebih berkesan bagi Chanyeol jika ia bersama Jia di hari terakhirnya." Jawab Jia lemas.
" Apa kau sendiri tidak ingin membuat kesan mendalam bersama Chanyeol hari ini." Tanya Baekhyun lagi.
"Aniyo.. um maksudku tidak pernah ada kata cukup untuk menikmati waktu bersamanya. Tapi selama bertahun-tahun ini kami selalu bersama, dan untuk hari ini, biarlah menjadi hari yg spesial baginya."
"Hari yang spesial?"
"Eung! Chanyeol dan Nana. Chanyeol akan mengungkapkan perasaanya hari ini pada Nana. Ia menginginkan sebuah kepastian sebelum ia berangkat. Ia bilang itu akan memberinya semangat lebih untuk kembali lagi nanti." Jelas Jia panjang lebar.
Keduanya sedang membicarakan hal mendalam yang sama-sama mereka sayangkan. Ya, membiarkan orang yang mereka sukai bersama orang lain.
"Ah.. ne. Um a aku akan segera kembali ke kelas. Sepertinya kelas akan segera di mulai." Pamit Baekhyun lalu pergi meninggalkan Jia. Sebenarnya Baekhyun juga pergi untuk menyembunyikan ekspresinya yang kacau saat ini.
Mendengar kelas akan segera di mulai, Jia segera bangkit dan menyusul Baekhyun. Namun malang, kakinya yang terlalu lemas setelah berlari menaiki tangga membuatnya kehilangan keseimbangan untuk bangkit dari duduknya. Jia mulai oleng dan, "Aaaaa!!!" ... 'BRUKK!' Jia jatuh.
Baekhyun menoleh, "Jia!!" Namun Jia telah tak nampak di matanya, Jia jatuh ke sebuah balkon satu lantai dibawah atap sekolah.
...
"Pabo!" Chanyeol mengumpat Jia yang baru siuman dan terbaring lemas di rumah sakit.
"Kya! Sst!" Nana menyikut pinggang Chanyeol. "Jia-ya, Apa kau baik-baik saja?.." Tanya Nana khawatir.
"Caritakan apa yang terjadi!" Buru Chanyeol.
"Ya.. Kau tidak perlu seemosi itu.." Protes Jia.
...
Sepulang dari rumah sakit Nana menolak Chanyeol yang menawarkan dirinya untuk mengantar Nana pulang. Lagi pula sekarang Nana sedang tidak ingin pulang ke rumahnya. Ia menuju suatu tempat yang ia khawatirkan, gedung kesenian kota, tepatnya salah satu studio latihan menari di gedung itu.
...
*Nana P.O.V
"Sudah ku duga kau disini." Sapaku pada Baekhyun yang sedang berlatih menari.
Baekhyun berlatih sangat keras hingga terlihat kelelahan. Wajahnya memerah, keringat bercucuran di tubuh bahkan di rambutnya. Aku menawarkan sebotol minuman.
"Gomawo." Ucap Baekhyun setelah meneguknya. Tapi bukannya beristirahat dan menemaniku duduk, Baekhyun kembali melanjutkan latihannya.
"Kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri, Baekhyun ah!" Ucapku. Aku mengerti apa yang membuatnya seperti ini.
"Egois dan hanya memikirkan perasaanku sendiri, tanpa peduli apa yang terjadi didisekeliling. Itulah aku." Ucap Baekhyun yang tetap tak berhenti menari.
"Apapun yang kau fikirkan itu tidak benar." Elakku.
"Andai aku lebih melihat ke sekeliling dan tidak membiarkan sesuatu yang buruk terjadi, pasti-"
"Stop it!" Aku bangkit dari dudukku dan membentak Baekhyun.
Baekhyun berhenti dan menatapku kaget. Ini memang pertama kalinya aku meneriakinya seperti ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa membiarkan Baekhyun merasa terbebani dan menghukum dirinya sendiri.
"Dengarkan aku. Geurae, kali ini kau harus lebih memperhatikan sekeliling! Jadi, dengarkan aku." Aku mengunci matanya. "Jia jatuh bukan karena kau. Kau tidak tahu apa-apa dan tidak mengira hal ini akan terjadi. Meskipun kau tidak meninggalkannya seperti tadi, apa kau fikir kau bisa mencegah takdir?" Lanjutku.
Baekhyun menggeleng. "Jadi, ku mohon jangan menyalahkan dan menghukum dirimu sendiri. Tenanglah, besok kita akan menjenguknya." Tambahku mencoba menenangkannya.
...
Siang ini sepulang sekolah aku dan Baekhyun pergi ke rumah sakit menjenguk Jia.
"Kau disini?" Aku melihat Chanyeol yang duduk di samping Jia dan menyuapinya buah. Karena seingatku hari ini adalah hari keberangkatannya ke Jepang.
"Ne." Jawab Chanyeol dengan menunjukan deretan giginya yang rapih.
"Apa kabar, Jia!" Baekhyun langsung meluncur menghampiri Jia.
"Nana-ya, kenapa kau membawanya kesini?" Tanya Chanyeol yang tampak tidak senang melihat Baekhyun. Ia menghampiri Baekhyun dan meremas kerah baju Baekhyun, lalu menyeretnya ke dinding.
Tubuh Chanyeol telah menegang, sementara Baekhyun hanya tertunduk lemas merasa tak berhak melawan.
"Kenapa kau tidak membantunya saat itu? Kenapa kau membiarkannya jatuh, huh?!" Sengit Chanyeol.
"Mi mian.." Baekhyun masih tertunduk lemas.
Lalu ku lihat tangan Chanyeol mulai mengepal.
"Yeolli!" Aku menghampiri mereka dan mencoba melerai. "Berhenti, Chanyeol! Kau tidak boleh membuat keributan disini!" Ucapku cemas. Tapi amarah Chanyeol telah memuncak. Ia mengangkat kepalan tangannya ke atas. Baekhyun menutup matanya bersiap untuk menerima pukulan yang diarahkan ke wajahnya.
"Stop!" Satu teriakan dari Jia, dan waktu seolah berhenti. Chanyeol menghentikan pukulannya yang tinggal berjarak beberapa mm dari wajah Baekhyun. Aku menoleh ke arah Jia, Baekhyun membuka mata dan mengelus dadanya, sementara Chanyeol tertunduk lemas menahan emosinya lalu menghempaskan kepalannya kedinding.
"Ya.. tidak bisakah kalian membuatku tenang? Ayolah.. libur pribadi dari sekolah itu sangat jarang.." Ucap Jia ringan.
Baekhyun menghampiri Jia. Dengan mata yang berkaca-kaca, "Jia-ssi, mi mian.. Jeongmal mian.. Harusnya aku tahu dan lebih memperhatikan sekitar saat itu." Baekhyun memohon.
"Andwae.. jangan merasa bersalah. Ini bukan salahmu. Aku terlalu ceroboh dan ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu hanya karena kebetulan kau ada di tempat yang sama saat itu. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri." Jia tersenyum ramah. Aku tenang melihatnya.
'Pluk' Chanyeol menempatkan tangannya di bahu Baekhyun. Baekhyun menoleh dan kembali tegang.
"Mian." Ucap Chanyeol.
Baekhyun senyum dan mengangguk. Aku semakin tenang melihatnya.
Ruang rawat kini terasa lebih tenang.
*Chanyeol P.O.V
Hari ini Nana dan Baekhyun menjenguk Jia. Nana tampak terkejut melihatku. Karena yang ia tahu adalah hari ini aku akan pindah ke Jepang. Dan ku batalkan perjalananku karena yeoja ceroboh yang menjatuhkan dirinya dari atap sekolah ini.
Aku mengantar Nana pulang setelah hari mulai senja.
"Gomawo." Ucap Nana saat ia turun di depan gerbang rumahnya.
"Ne." Aku bergegas untuk kembali ke rumah sakit, sebenarnya aku tidak tega meninggalkan Jia di rumah sakit seperti ini. Tapi Nana memanggilku dan memintaku untuk berbincang sebentar. Aku pun mengikutinya dan duduk di kursi di beranda rumahnya.
"Ku kira kau sudah berangkat ke Jepang." Ucap Nana.
"um.. Aku menunda keberangkatanku! Hehe.."
"Eum. Arra. Kau tidak akan tenang meninggalkan Jia dalam kondisinya seperti itu kan?" Tebak Jia.
"Geurae. Aish.. Yeoja pengacau itu! Jika saja bukan karena kecerobohannya melukai dirinya sendiri dan membuatku sangat khawatir seperti ini, mungkin sekarang aku sudah berada di Jepang." Jawabku. Ku lihat Nana hanya tersenyum ringan mendengar jawabanku barusan. Eh? Apa ada yang salah? Apa jawabanku tadi terlalu berlebihan?
"Jika saja aku bisa menggantikan posisi Jia, dan aku yang terjatuh saat itu, dan aku juga yang terbaring di rumah sakit saat ini, apa kau akan tetap tinggal disini atau berangkat ke Jepang?" Tanya Nana sejurus kemudian, masih dengan senyum ringan yang sulit ku artikan. Aku terdiam sejenak. "Eottae? Kau akan tetap tinggal?" Tanyanya lagi. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus ku katakan agar tidak terlihat berlebihan lagi dihadapan Nana. "Aku tahu, kau pasti akan tetap tinggal! Karena dalam keadaan tidak sadarkan diri aku akan terus mengigau memanggil-manggil nama mu! Kkk.." Candanya kemudian. Aku ikut tertawa melihatnya. Aku tidak pernah melihat ia banyak bercanda.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" Tanyaku. Aku tahu ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan. "Aku tidak pernah melihat mu banyak memulai topik candaan. Orang-orang terkadang menyembunyikan kekacauan perasaan mereka dengan sebuah tawa." Ucapku.
"Yeolli, ku lihat kau bisa menjadi sangat marah. Sangat marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Bahkan kau meneriaki Jia karena kecerobohannya menyakiti dirinya sendiri, dan kau hampir memukul Baekhyun karena ia tidak bisa menyelamatkan Jia saat itu." Ucap Nana.
"Geurae! Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Jia. Ia adalah sahabat terbaikku." Jawabku.
"Lalu, jika Baekhyun adalah aku, apa kau akan memukulku karena tidak bisa menyelamatkan Jia?" Tanyanya kemudian. Dan kali ini ia benar-benar membungkam mulutku dengan pertanyaannya barusan. Aku tidak tahu bahwa aku bisa benar-benar marah pada siapapun yang menyakiti Jia. Siapapun.
"Jika harus, pukul saja aku.." Lanjut Nana.
"Kya.." Aku benar-benar tidak nyaman dengan pembicaraan kali ini.
"Kenapa tidak? Pukul saja aku! Asal jangan mencubit pipiku! Hahaha.." Tawa Nana kemudian. Ish.. Yeoja ini benar-benar hampir membuatku panik!
*Chanyeol P.O.V END
Nana dan Chanyeol tertawa bersama.
"Yeolli?"
"Ne?"
"Apa kau ingat saat kecil dulu kita pernah berjanji?" Tanya Nana.
"Kita berjanji untuk menikah saat aku kembali." "Kita berjanji untuk menikah saat kau kembali." Ucap keduanya bersamaan.
"Eh? Haha.. Kau masih mengingatnya?" Nana terkejut dengan ingata Chanyeol yang ternyata masih mengingat kenangan masa kecil mereka dulu.
"Geurae! Tapi bagaimana kita bisa menikah jika pertanyaanku di taman saat itu belum kau jawab juga?" Keluh Chanyeol.
"He? Memangnya kau benar-benar ingin menikahiku? Hihi.. Ayolah Chanyeol, itu hanya janji masa kecil. Dan saat itu kau hanya melihat padaku. Tapi sekarang, " Nana menggantungkan kalimatnya.
"Sekarang?" Chanyeol meminta Nana melanjutkan kalimatnya.
"Sekarang, lupakan sejenak kejadian di taman itu. Lupakan sejenak janji masa kecil kita untuk menikah. Dulu kau masih sangat kecil, kau sama sekali tidak melihat siapapun dan hanya melihat padaku. Sekarang, ada Jia juga dihatimu." Lanjut Nana.
"Apa maksudmu?"
"Yeolli, aku bisa melihatnya. Tolong jangan mengikat dirimu. Jangan memberi ilusi pada dirimu sendiri bahwa hanya karena aku adalah gadis dari masa kecilmu, bukan berarti selamanya hingga tua nanti kau hanya akan melihat padaku. Jadi sekarang, tanpa melihat apapun, jawablah pertanyaanku sesuai dengan hatimu." Pinta Nana. 'Setidaknya inilah yang bisa ku lakukan untuk meyakinkan apa kau benar-benar mencintaiku atau tidak, sebelum akau menerima permintaanmu ditaman saat itu, Yeolli.' Batin Nana.
"Yeolli, kali ini kau cukup jawab dengan hatimu. Tak perlu kau beri tahu aku. Pertama, didunia ini siapa gadis yang tidak akan pernah kau biarkan siapapun melukainya. Fikirkan hanya 1 gadis, tidak lebih." Tanya Nana. Chanyeol terlihat mengerutkan dahinya.
"Tapi, " Sela Chanyeol.
"Hanya 1, Yeolli, 1." Tegas Nana.
"Baiklah."
"Kedua, fikirkan gadis yang selalu hadir di fikiranmu saat kau terbangun bahkan saat tertidur. Gadis yang membuatmu merasa kau tidak bisa melakukan apapun tanpanya. Jika sudah, fikirkan siapa yang pertama akan kau temui untuk mengungkapkan semua yang ingin kau katakan yang tidak bisa kau ucapkan pada orang lain. Kemudian, fikirkan seseorang yang bisa memberimu banyak energi positif. Yang membuatmu nyaman berada didekatnya, tidak peduli sekacau apapun harimu, kau akan tetap bahagia saat didekatnya." Tutur Nana panjang lebar. "Apa kau sudah benar-benar bisa melihat seorang yeoja yang kau cintai?" Tanya Nana kemudian.
Chanyeol tersenyum simpul. Ia bangkit dari kursinya, dan dipeluknya yeoja yang kini berada dihadapannya. Nana yang mendapat pelukan dari Chanyeol pun hanya diam, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada perasaan bahagia dan pengharapan lebih di hati Nana.
"Gomapta, Nana-ya. Gomapta." Ucap Chanyeol. Chanyeol berlutut di hadapan Nana dan menggenggam kedua tangan Nana. "Lama tidak bertemu, kau tidak banyak berubah. Sejak kecil kau selalu bisa memahamiku lebih dari diriku sendiri. Kau benar. Dulu aku hanya melihat padamu, dan sekarang ada Jia di hatiku." Jelas Chanyeol.
Nana tersentak. Bukan itu jawaban yang ia harapkan. Nana fikir jawaban dari semua pertanyaanya yang baru saja ia lontarkan pada Chanyeol adalah dirinya sendiri, ternyata bukan. Namun dibalik kekacauan hatinya, Nana tetap berusaha tersenyum untuk Chanyeol, berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan hatinya.
"Aish.. Tidak tidak! Jia sama sekali tidak menggantikan posisimu dihatiku. Kau tetap Park Nana, sahabat kecilku. Putri manis dari masa kecilku. Yang kini menjelma menjadi putri cantik dihadapanku. Jangan khawatir, aku akan tetap menjadi Yeolli mu. Hanya saja, kini aku juga akan berusaha menjadi namja baik untuk Jia. Gomapta, Nana-ya. Ku rasa kau telah membantuku melihat rahasia dihatiku sendiri. Aku benar-benar bodoh dan tidak bisa menyadarinya sejak awal. Hft.. Nan paboya! Kkk.. Lagi pula namja mana yang tidak akan menjadi bodoh jika berhadapan dengan Nana. Haha.. Lihat saja namja populer disekolah setingkat Baekhyun! Pfft.." Goda Chanyeol kemudian sembari mencubit pipi Nana.
"Kya!" Protes Nana sembari memukul pundak Chanyeol. "Ya, tunggu apa lagi?! Ayo cepat pergi dari sini! Jia pasti sudah menunggumu di rumah sakit!" Usir Nana dengan wajah yang ia buat antagonis dan tangan yang masih memukul-mukul pundak Chanyeol.
"Ya.. aish.. haha.. iya, iya.. Haha.. Aku akan segera pergi. Kau benar, Jia pasti sudah menungguku. Ya.. berhenti.. Haha.." Tawa Chanyeol yang sama sekali tidak terlihat kesakitan mendapat pukulan-pukulan dari Nana. Chanyeol kemudian pergi dan menghilang dibalik gerbang.
Belum sekejap ia pergi, Chanyeol kembali berbalik dan berlari menuju Nana lalu memeluk Nana lagi. "Jeongmal Gomapta.. Sekarang tidak ada alasan lain, pakailah cincin ini!" Cincin yang tempo hari ditolak Nana ditaman kini berhasil Chanyeol lingkarkan di jari manis Nana. "Tidak peduli apapun, sudah ku bilang aku akan tetap menjadi Yeolli kecilmu yang dulu. Kau bisa memanggilku kapan pun kau mau. Karena kita akan tetap bersahabat, kan?" Tanya Chanyeol. Nana menganguk mantap, tetap berusaha menyembunyikan kehancuran di hatinya. Namun air matanya tidak bisa ia tahan lagi. "Ya ya ya.. waeyo? Kenapa kau menangis?" Tanya Chanyeol.
Nana menghambur kepelukan Chanyeol dan membenamkan wajahnya didada Chanyeol. Mencoba mencari kenyamanan didalam sana. "Aku tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Maksudku, aku baru saja menolakmu, dan aku takut kau akan terluka karena hal itu. Tapi ternyata kau menjadi lebih bahagia karena penolakanku. Aku merasa lega." Ucap Nana. Tidak, itu bukan sepenuhnya alasan yang membuatnya menangis.
"Gwaenchana. Nan gwaencahan. Aku juga tidak pernah merasakan patah hati seindah ini. Kau baru saja menolakku, tapi sungguh, aku baik-baik saja. Gomapta. Geokjong hajima, kau sama sekali tidak menyakitiku. Bahkan kau membantuku melihat rahasia didalam hatiku. Kau adalah sahabat terbaikku." Ucap Chanyeol mencoba menenangkan.
" (hanya) Sahabat." Nana tersenyum miris.
"Selamanya." Tambah Chanyeol.
"Selamanya." Timpal Nana.
Chanyeol tersenyum tenang setelah ia memastikan bahwa Nana dalam keadaan (yang Chanyeol kira) baik-baik saja. Canyeol pun pergi, dan kali ini benar-benar pergi.
Tak terasa air mata Nana semakin deras. Senyuman yang ia pertahankan mulai memudar, dagunya bergetar pun bahunya. Namun sekeras apapun Nana menahan isakannya, ia tidak pernah berhasil. Ia menangis sejadi-jadinya. Menatap kosong pada ubin dingin dibawahnya.
"Gadis yang pintar." Ucap seseorang yang entah sejak kapan berdiri dihadapan Nana.
Nana mendongak, "Ia tidak benar-benar mencintaiku." Ucap Nana pada seseorang yang selalu hadir di saat seperti ini. Siapa lagi? Baekhyun tentunya. "Tapi bukan kah itu bagus? Itu artinya aku dan Chanyeol akan selamanya menjadi sahabat baik, saling menjaga satu sama lain, dan tidak saling menyakiti." Lanjut Nana sembari tersenyum, namun tetap dengan mata yang menatap kosong pada ubin. "Aku sering melihat pasangan yang dulunya saling mencintai, lalu mereka hidup bersama, tapi pada akhirnya mereka saling menyakiti satu sama lain. Aku sering melihatnya. Kenapa itu terjadi Baekhyun ah? Kenapa selalu itu terjadi disekitarku? Apa tidak ada cinta yang bahagia untukku?" Celoteh Nana lagi. Ia kembali menangis sejadi-jadinya.
"Kau lihat di atas sana?" Tanya Baekhyun menujuk langit.
Psikologis seseorang yang menangis adalah menunduk. Dan Baekhyun melakukan hal yang tepat saat melihat Nana menangis. Ia tidak meminta Nana untuk berhenti menangis, ia hanya meminta Nana mengangkat kepalanya dan melihat ke atas langit. Dan itu berhasil. Nana terdiam dan mengusap air matanya agar ia bisa melihat dengan jelas ke atas langit yang gelap.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Baekhyun lagi.
"Aku tidak melihat apapun. Hanya langit malam yang gelap. Biasanya selalu ada bintang saat malam hari. Tapi malam ini, langit seperti hatiku. Benar-benar gelap." Jawab Nana melankolis.
"Betapa pun gelapnya, percayalah sekarang di atas sana tetap ada bintang." Tutur Baekhyun.
"Kau melihatnya?" Kali ini Nana yang bertanya.
"Tentu. Aku melihatnya. Seperti aku melihat diriku sendiri." Jawab Baekhyun. "Nana ya, sama seperti bintang, percayalah pasti ada seseorang yang benar-benar mencintaimu. Meski kau belum bisa melihatnya. Dan percayalah, ada cinta yang bahagia untukmu." Lanjut Baekhyun.
Nana pun tersenyum. Kali ini ia menjadi lebih tenang. Baekhyun memang selalu bisa membuat Nana menjadi lebih baik dalam keadaan seperti ini. Mereka beralih duduk diberanda dan menatap langit yang gelap.
Sementara itu, dari balik jendela didalam rumah, dua pasang mata diam-diam tengan memerhatikan Nana dan Baekhyun.
"Chagiya, lihatlah apa yang telah kita lakukan pada anak kita, Nana." Bisik seorang lelaki paru baya.
"Kita telah menjadi orang tua yang sangat buruk dan membiarkan Nana tumbuh dalam keadaan tidak baik. Bagaimana bisa selama ini kita membiarkan hal ini terjadi? Betapa buruknya kita. Kasihan Nana.. Nana ya, jeongmal mianhaeyo.. maafkan eomma.." Lirih wanita bernama Nyonya Park, Ibu Nana, menjawab pertanyaan suaminya barusan.
"Geurae. Chagiya," Tuan Park menggengam lengan Nyonya Park, di pandangnya dalam-dalam manik mata Nyonya Park, mencoba mencari sisa cinta yang mungkin masih tersisa untuknya. "Maukah kau membantuku memperbaiki suatu hal? Memperbaiki rumah tangga kita, mari kita mulai lagi semuanya dari awal. Demi cinta kita, demi saat pertama kita bertemu, demi saat pertama kita saling menyatakan cinta, demi Nana anak kita. Demi keluarga kita." Pinta Tuan Park.
"geurae, yeobo." Air mata Nyonya Park mengalir haru. Mereka tersenyum, lalu saling berpelukan.
"Jadi, setelah semua pertengkaran kita, kau masih saja mencintaiku?" Goda Tuan Park.
"Kya.. Kenapa kau menanyakan hal semacam itu? huh?! Mungkin aku sudah pergi membawa Nana dan mencari suami baru jika aku sudah tidak mencintaimu!" Jawab Nyonya Park gemas sembari mendorong dada Tuan Park yang masih memeluknya.
"Ya! Chagiya! Beberapa detik lalu kita baru saja berbaikan.. Tolong jangan memulai pertengkaran lagi.." Tuan Park memijat-mijat dahinya sendiri.
"Aku? memulai pertengkaran?! Kau yang memulainya, Tuan Park!!" Sengit Nyonya Park.
"Andwaeyo! Kau yang memulainya, Nyonya Park!!" Tuan Park tidak mau kalah.
"Andwaeyo!! Jelas jelas kau- Eh? mw mwoya? Kau memanggilku apa barusan?"
"Aku memanggilmu Nyonya Park!! Kau dengar?!" Tuan Park berbicara dengan nada tinggi, lalu membuang muka dan membalikkan badannya.
"Namaku Shin Hye Sung, kenapa kau memanggilku dengan sebutan Nyonya Park?" Kali ini Nyonya Park yang mencoba menggoda Tuan Park.
"Tentu saja karena kau istriku." Pertahanan Tuan Park melemah.
"Jadi, kau sendiri masih menginginkanku untuk tetap menjadi istrimu? Dasar suami gengsian! Kkk" Nyonya Park tertawa geli lalu memeluk Tuan Park dari belakang.
"Geurae. Sepertinya kita telah terjebak disini. Selamanya kau harus menjadi istriku. Dan selamanya aku akan menjadi suamimu. Mengerti? Jadi, mulai sekarang, seberapa besarpun masalah yang menimpa kita, ingatlah satu hal. Aku adalah suamimu. Meski terkadang aku kasar dan marah padamu, tapi aku tidak akan pergi begitu saja. Jeongmal mianhaeyo.. Saranghae.." Ucap Tuan Park.
"Um.. Algesumnida. Jeongmal mianhaeyo.. Nado saranghae." Sahut Nyonya Park.
.....
-TBC-
Catatan author:
Eh, ceritanya jadi aneh ya? Aku mau curhat.. Jadi sebenarnya tadinya part 3 ini mau langsung dibikin ending. Aku sudah hampir merampungkan/? ff ini dan ku simpan di tab. Tapi tab ku bermasalah dan harus di reset. App blogger yang terinstall di tab jadi hilang. Otomatis, part 3 yang ku simpan di draft app blogger, yang hampir ending itu juga ikutan lenyap!! T_T Jadi aku putusin untuk tulis ulang part 3 nya. Dan sayangnya aku gak ingat persis setiap rentetan/? kata-katanya. Dan di tengah-tengah menulis ulang part 3, aku malah kefikiran untuk nambah beberapa adegan/? yang sebelumnya tidak direncanakan. Yah jadilah seperti ini. Hehe.. Maaf kalau mengecewakan. -_-
Ih, di part 3 ini orang tuanya Nana baikan ya?! Alhamdulillah.. :D *sujud syukur* #Eh? -_-"
Dan kelanjutan cerita Sang anak aka Nana, juga Chanyeol, Baekhyun, dan Jia akan dilanjut di part 4 yang "insyaAllah" itu endingnya! Kkk..
Bocoran, di Part 4 nanti Park Chanyeol kembali ke rumah sakit untuk menemui Jia. Udah segitu aja bocoranya. :D *pelit mode on* Masalah nanti mereka jadian atau nggak, masalah hubungan Nana sama Baekhyun ada peningkatan atau cukup di friendzone aja *oops!! Pfft*, masalah Park Chanyeol jadi pergi ke Jepang atau nggak, atau mungkin Park Chanyeol dilema lagi antara Jepang atau ttp tinggal, antara Jia atau Nana *hadeuh..*, dan laain-lainnya, itu nanti aja dibahasnya kalau part 4 sudah terbit! :D
Hahaa
ReplyDelete(Lagi lagi nih bocah yg nongol komen, komennya gitu mulu lagi) #dalamhatiadel
Gpp, pokoknya makasih sudah baca dan gk jadi siders. Kkk
Delete