Kali ini aku bawa cerpen. :) Gak inget kapan bikinnya, yang jelas ini udah lama banget! Pas pertama ditugasin ngebimbing kelas TSM tiap pagi. Mereka cowok semua sekelas, dan beberapa diantara mereka terkesan kaya little bad boy. -_- Tapi sebenarnya kalo udah kenal, mereka baiiiik dan manis banget sama kakak kelasnya. ^-^
catatan: meski di kelas TSM ada yang namanya Rio, tapi yg jadi cast di cerpen ini bukan Rio yang itu lho ya.. hehe..
A Day With Him
“Aku tidak habis
fikir..! aku belum pernah bertemu dengan seseorang sepertimu sebelumnya!”
Mereka hanya berdua di balik dinding belakang
sekolah.
Siswa itu berjongkok membelakangi siswi yang
sedang berbicara padanya dengan wajah geram dan tangan yang dillipat di depan
perutnya.
Mari lihat lebih
dekat, siswi itu adalah Nana. Siswi yang cukup baik di sekolahnya. Dan siswa
itu adalah Rio, siswa yang terkenal nakal dan tak pernah lelah berulah. Jika saja
sekolah ini bukan milik kakeknya, bukan tidak mungkin ia sudah di keluarkan
karena point negatifnya yang sudah melebihi batas.
Nana
memang sedang mencari Rio. Nana sudah kehabisan kesabaran untuk hanya diam melihat
ulah Rio yang sangat mengganggu matanya. Nana ingin memberi Rio sedikit
pelajaran. Nana begitu membenci semua bentuk pelanggaran dan kenakalan.
“Eh?
Kau? Apa yang kau lakukan? sedang mengikutiku?” Tanya Rio saat menyadari
seseorang tengah berdiri di belakangnya.
“Kau
ini.. ingin membolos lagi, ya?” Selidik Nana.
“Shut..
jika satpam mendengarmu, ia akan datang dan memukul kita dengan tongkatnya!”
Bisik Rio.
“Siapa
itu? Ada orang di belakang?” Terdengar suara pria dewasa di sana.
Dengan sigap Rio
membungkam mulut Nana dan menariknya untuk bersembunyi di lorong kecil yang
merupakan akses menuju gudang sekolah.
“Jangan
menjadi pengacau!” Bisik Rio lagi.
Suara sepatu pria dewasa itu terdengar
menjauh. Rio pun melepaskan Nana.
“Aku
tidak takut. Pak satpam tidak akan memukulku karena aku tidak bersalah. Aku
akan mengadukanmu padanya!” Seru Nana.
“Hey!
Jangan bodoh! Ia tidak akan mendengarkanmu!” Tukas Rio.
“Don’t
care!” Nana melangkah pergi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, Rio menarik
lenganya dan membawanya lari. “Eh? Eh? Apa yang kau lakukan?!” Teriak Nana.
“Ikut
saja.” Jawab Rio dengan terus menggenggam lengan Nana dan berlari.
Pak satpam yang
mendengar kegaduhan itupun langsung memeriksa ke belakang sekolah dan menemukan
sepasang siswa yang sedang berlari.
“Hwa.. beraninya kau!
kau membuatku harus berlari! Tidak pernah ada yang membuatku seperti ini
sebelumnya!”
“Aku tidak akan
melakukan ini jika kau tidak akan mengadukanku!” Balas Rio.
Pak satpam mencoba
mengejar, tapi Rio dan Nana sudah terlebih dahulu menaiki sepeda motor Rio dan
pergi keluar sekolah.
@Perjalanan.
“Kau yang memaksakan
diri untuk memasuki permainanku!” Ucap Rio dengan smirk yang dapat Nana
lihat melalui kaca spion motor yang
sedang mereka naiki. “pegang yang erat.” Lanjut Rio.
Nanapun mempererat genggamannya pada jaket
Rio.
“Bukan
berpegangan padaku. Tapi peganglah rok mu dengan baik. Rokmu sedikit terbuka.”
Seru Rio.
“Hmh?!
Hei!!” Nana memukul bahu Rio kemudian memegang erat roknya.
“Merah
muda?” Goda Rio.
“Maksudmu?”
Nana menajamkan matanya.
“ ‘itu’ “ Goda Rio
lagi.
“Hei!! Berhentilah
berbicara yang tidak-tidak!! Aku benci topik ini!!” Gerutu Nana dan kali ini
pukulanya mengarah pada kepala Rio yang terlindungi helm. Nana kesal, tapi
tidak benar-benar marah. Ia mengerti bahwa Rio hanya sedang menggodanya dan
tidak benar-benar melihat ‘itu’.
Rio hanya tertawa puas setelah menggoda Nana.
@a peace place.
Rio membawa Nana
ketempat favoritenya untuk menghabiskan waktunya saat membolos.
“Hentikanlah
kebiasaan burukmu saat di tempat ini.” Perintah Rio.
“Kebiasaan buruk
apa?” Tanya Nana yang masih setia mengikuti Rio. Tidak ada pilihan lain. Tidak
mungkin juga Nana pulang sendiri ke sekolah. Ia pendatang baru di kota ini dan
belum begitu mengenal kota ini.
“Itu dia kebiasaan
burukmu. Selalu banyak bertanya dan cerewet. Lebih baik diam dan perhatikan
saja.” Ucap Rio.
Nana merasa ada
sesuatu yang berbeda. Cara berbicara Rio, suaranya menjadi lebih lembut kali
ini. Nana hanya mengangguk. Perintah Rio terdengar begitu tulus meski Rio
menunjukan ekspresi merendahkan yang biasa tertanam di wajahnya.
Mereka berjalan di
tepi danau, kemudian menaiki sebuah padang rumput yang menanjak. Di puncak sana
terlihat sebuah pohon besar yang rindang berdiri sendiri. Kesepian.
Jika boleh, Nana
begitu ingin bertanya tempat macam apa ini?
Sampailah mereka di
puncak. Rio tersenyum senang, tapi Nana hanya diam tak percaya.
“Hai, bunda. Rio
datang lagi. Hari ini gurunya tidak masuk lagi. Seperti biasa, hanya memberikan
tugas saja. Rio bisa menyalinnya dari teman besok, bun. Hanya menyalin soalnya,
dan Rio tidak akan mencontek jawabanya. Bunda kan melarang Rio mencontek..”
Ucap Rio begitu lembut.
Perlahan air mata
Nana membendung.
“Oh iya, bun. Hari
ini Rio bawa teman.” Rio menarik Nana yang berdiri di belakangnya untuk ikut
berjongkok bersamanya. Rio merangkul bahu Nana, dan “Bunda, ini teman Rio.
Namanya Aluna Naudy. Bunda boleh memanggilnya dengan panggilan Nana saja. Nana,
ini bunda.” Jelas Rio.
“Hai, tante..” sapa
Nana dan mengelus papan nisan dari sebuah kuburan terawat yang terdapat disana.
Rio tersenyum.
“Bunda., hari ini Rio
sarapan dengan roti dan selai coklat seperti yang biasa bunda buatkan dulu.
Tapi buatan bi mina tidak selezat buatan bunda. Oh iya.. tadi mang Ujang
pedagang sayuran itu lupa memberikan kembalian uang pada bu Mina. Terpaksa bu
Mina harus berlari mengejar gerobak sayur mang Ujang untuk mengambil
kembalianya. Haha.. dulu kita juga pernah mengejar gerobak mang Ujang untuk
membeli sayuran kan, bun?” Rio yang banyak berbicara.
Hari ini Nana melihat
sisi lain dari seorang Rio. Rio yang bersikap dingin di sekolah begitu hangat
dan lembut pada bundanya. Rio yang menyebalkan begitu manis pada bundanya. Rio
yang begitu nakal begitu menyayangi bundanya. Rio yang acuh begitu merindukan
bundanya.
Hari ini Nana
mengerti, setiap orang memiliki alasan untuk bersikap dan melakukan sesuatu.
Tidak bijak untuk menutup telinga, menutup mata, dan hanya membuka mulut dan
tangan untuk menghakimi. Mengerti dan merangkul akan lebih baik.
-end-
Thanks for reading, dan silahkan dikomentari. Kritik dan saran sangat diharapkan. :)
catatan terakhir ( salah satu anak tsm tiba2 muncul di belakang pas ini mau di post >.< )
No comments:
Post a Comment